Suara.com - Kualitas udara di DKI Jakarta kembali menjadi perhatian serius. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, pada Rabu pagi (11/6/2025), Jakarta menempati peringkat keenam sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Situasi ini menunjukkan tantangan berkelanjutan yang dihadapi ibu kota dalam mengelola pencemaran udara.
Pada pukul 05.45 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta tercatat pada angka 129, yang dikategorikan sebagai "tidak sehat bagi kelompok sensitif". Angka ini didominasi oleh konsentrasi partikel halus (particulate matter/PM) 2.5. Sebagai perbandingan, kota dengan kualitas udara terburuk di dunia adalah Delhi, India, dengan AQI 218, diikuti oleh Munchen, Jerman (AQI 169), dan Bagdad, Irak (AQI 139).
Sebagai informasi tambahan, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta tercatat pada hari ini dikategorikan sebagai "tidak sehat bagi kelompok sensitif". Angka ini didominasi oleh konsentrasi partikel halus (particulate matter/PM) 2.5.
Berikut adalah daftar 10 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada pagi ini berdasarkan data IQAir:
Delhi, India (AQI 195)
Munich, Jerman (AQI 152)
Bern, Swiss (AQI 140)
Baghdad, Irak (AQI 139)
Jakarta, Indonesia (AQI 130)
Lyon, Prancis (AQI 126)
Kathmandu, Nepal (AQI 124)
Kuwait City, Kuwait (AQI 123)
Kinshasa, Republik Demokratik Kongo (AQI 111)
Kairo, Mesir (AQI 107)
--Dhaka, Bangladesh (AQI 88)
Sebagai informasi, IQAir adalah perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, yang mengkhususkan diri dalam perlindungan terhadap polutan di udara, mengembangkan pemantauan kualitas udara dan produk pembersih udara. IQAir juga mengoperasikan AirVisual, platform informasi kualitas udara waktu nyata.
Strategi Penanganan Polusi Udara DKI Jakarta
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan akan mengadopsi strategi penanganan polusi udara dari kota-kota besar dunia yang telah berhasil, seperti Paris dan Bangkok. Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengungkapkan hal ini di Jakarta pada Selasa (18/3) – catatan: tanggal ini mungkin typo karena konteks tahun 2025.
Baca Juga: Pemerintah Pusat Bolehkan Pejabat Rapat di Hotel, DPRD DKI: Tunggu Aturan Resmi
“Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 stasiun pemantau kualitas udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya lima unit. Ke depan kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” kata Asep, dikutip dari Antara. Penambahan jumlah SPKU menjadi salah satu prioritas untuk mendapatkan data kualitas udara yang lebih komprehensif.
Asep Kuswanto juga menekankan pentingnya keterbukaan data sebagai langkah strategis dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Menurutnya, penyampaian data polusi udara harus lebih transparan agar intervensi yang dilakukan dapat lebih efektif dan tepat sasaran. Ia berpendapat bahwa solusi yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, melainkan langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara yang bersifat kompleks.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors). Inisiatif ini diharapkan dapat memperluas jangkauan pemantauan dan meningkatkan akurasi data kualitas udara di berbagai wilayah Jakarta. Dengan data yang lebih luas dan akurat, pemerintah dapat membuat kebijakan dan mengambil tindakan yang lebih responsif dan efektif dalam menanggulangi polusi udara.
Upaya-upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi masalah polusi udara yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengimplementasikan strategi ini secara konsisten dan melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan lingkungan udara yang lebih bersih dan sehat.
Berita Terkait
-
Gubernur Pramono Anung Segera Umumkan Pemutihan Pajak Sambut Ulang Tahun Jakarta
-
Potret Keseruan Nobar di GBK Meski Timnas Indonesia Dibantai Jepang
-
Dukung Pramono Larang Pengamen Ondel-ondel, Ketua DPRD DKI: Merendahkan Budaya Betawi!
-
Biar Tak Ada Iuran, Pemprov DKI Pilih Terapkan Subsidi Potongan Harga Ketimbang BPJS Hewan
-
Pemerintah Pusat Bolehkan Pejabat Rapat di Hotel, DPRD DKI: Tunggu Aturan Resmi
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!
-
KPK Dinilai 'Main Satu Arah', Tim Hukum Rudy Tanoe Tuntut Pembatalan Status Tersangka
-
Mendagri Sambut Kunjungan CIO Danantara, Bahas Pendidikan dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan