Suara.com - Intervensi cepat Presiden Prabowo Subianto yang mengakhiri sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara mungkin terlihat seperti sebuah penyelesaian. Namun, pengakuan yang datang dari Istana setelahnya justru mengungkap sebuah kenyataan yang jauh lebih mengkhawatirkan: keputusan itu bukanlah akhir, melainkan pembuka dari "Kotak Pandora" sengketa wilayah yang tersebar di seluruh nusantara.
Juru Bicara Presiden, Prasetyo Hadi, secara tidak langsung telah menyalakan alarm tanda bahaya. Dalam pernyataannya, ia mengonfirmasi bahwa masalah carut-marutnya arsip dan batas wilayah bukanlah isu tunggal yang hanya terjadi di perbatasan Aceh-Sumut. Ini adalah sebuah penyakit kronis yang menjangkiti banyak daerah.
"Berdasarkan laporan dari Bapak Mendagri (Tito Karnavian), ternyata juga tidak hanya di empat pulau... tetapi ada juga di beberapa provinsi yang juga mirip-mirip ini," kata Prasetyo di Istana Kepresidenan sebagaimana dilansir Antara, Selasa (18/6/2025).
Pernyataan ini, meski disampaikan dengan tenang, adalah pengakuan resmi pertama dari lingkaran utama kekuasaan bahwa Indonesia sedang duduk di atas tumpukan "bom waktu" sengketa perbatasan internal yang bisa meledak kapan saja.
Prabowo Menjinakkan Satu Naga, Puluhan Lain Mengintai
Langkah Presiden Prabowo yang mengambil alih langsung sengketa empat pulau (Panjang, Lipan, Mangkir Kecil, dan Mangkir Besar) menunjukkan gaya kepemimpinan yang tegas dan berani mengambil keputusan. Dengan memimpin rapat terbatas bahkan di sela-sela perjalanan ke luar negeri, ia mengirim pesan bahwa stabilitas daerah adalah prioritas utama. Keputusannya yang berpihak pada Aceh—berdasarkan pertimbangan data dan arsip—berhasil meredam potensi konflik yang panas.
Namun, di sinilah analisisnya menjadi krusial. Keputusan ini menciptakan sebuah preseden baru yang sangat kuat. Kini, setiap daerah yang merasa dirugikan oleh penetapan batas wilayah dari Kemendagri akan melihat ada "jalur cepat" penyelesaian: eskalasi isu hingga menarik perhatian langsung Presiden.
Pemerintahan Prabowo mungkin berhasil menjinakkan satu "naga" di Aceh, tetapi di luar sana, puluhan naga lain yang selama ini tertidur kini mungkin mulai terbangun, menuntut perlakuan dan keadilan yang sama.
Dosa Warisan Birokrasi: Arsip yang Berantakan
Baca Juga: Sempat Ramai Pengibaran Bendera Aceh, Anggota DPR: Masyarakat Sudah Lega Hari Ini
Akar masalah dari semua ini, seperti yang diakui Istana, adalah kekacauan arsip kewilayahan. Ini adalah "dosa warisan" birokrasi yang telah menumpuk selama puluhan tahun. Peta-peta dari zaman kolonial, peraturan daerah yang tumpang tindih, SK menteri dari era berbeda, dan data badan-badan sektoral seperti Badan Informasi Geospasial (BIG) dan TNI yang belum terintegrasi sempurna, semuanya menciptakan sebuah labirin administratif.
Dalam labirin inilah, sengketa lahir. Sebuah desa atau pulau bisa tercatat di dua kabupaten atau provinsi yang berbeda, tergantung arsip mana yang dijadikan acuan. Selama ini, banyak dari sengketa tersebut dibiarkan dalam status quo yang dingin. Namun, intervensi Prabowo telah menghangatkan kembali isu ini.
"Momentum untuk Berbenah" atau Misi yang Mustahil?
Prasetyo Hadi menyebut situasi ini sebagai "momentum yang baik untuk kita berbenah." Rencananya adalah merapikan seluruh arsip dan mendorong kesepakatan antar-daerah.
Secara teori, ini adalah langkah yang benar dan ideal. Namun dalam praktiknya, ini adalah sebuah misi raksasa yang penuh dengan ranjau politik. Merapikan arsip berarti akan ada pihak yang dikonfirmasi sebagai pemilik sah, dan pihak lain yang harus merelakan klaimnya.
Ini bukan sekadar pekerjaan teknis di atas peta, melainkan negosiasi politik yang sangat pelik dan emosional, menyangkut harga diri, potensi ekonomi, dan suara elektoral.
Berita Terkait
-
Sempat Ramai Pengibaran Bendera Aceh, Anggota DPR: Masyarakat Sudah Lega Hari Ini
-
Bola Panas Pemakzulan Gibran, Ujian Loyalitas Prabowo atau Sekadar Politik Sandera?
-
Kronologi Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut Hingga Presiden Prabowo Turun Tangan
-
Aktivis Kritik Fadli Zon soal Perkosaan Massal Lalu Diberondong Teror, Polisi Diminta Bergerak
-
Tuntut Permintaan Maaf Fadli Zon, Aliansi Organ '98 Minta Prabowo Pecat Menteri Kebudayaan
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Pemerintah Sebut UU Pers Beri Jaminan Perlindungan Hukum Wartawan, Iwakum Sebut Ini
-
Menpar Widiyanti Targetkan Industri MICE Indonesia Susul Vietnam di Peringkat Global
-
Puji Kepemimpinan Gubernur Ahmad Luthfi, BGN Puji Jateng Paling Siap Jalankan Program Gizi Nasional
-
Jokowi 'Dikepung' Politik? Rocky Gerung Bongkar Alasan di Balik Manuver Prabowo-Gibran 2029
-
'Mereka Ada Sebelum Negara Ini Ada,' Pembelaan Antropolg untuk 11 Warga Maba Sangaji di Persidangan
-
Terungkap! 'Orang Baik' yang Selamatkan PPP dari Perpecahan: Ini Peran Pentingnya
-
Dana Transfer Dipangkas Rp 15 Triliun, APBD DKI 2026 Anjlok dan Gubernur Perintahkan Efisiensi Total
-
Kelurahan Kapuk Dipecah Jadi 3: Lurah Klaim Warga Menanti Sejak Lama, Semua RW dan RT Setuju
-
Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Bui di Kasus Korupsi PT Taspen, Hukuman Uang Pengganti Fantastis!
-
Kapuk Over Populasi, Lurah Sebut Petugas Sampai Kerja di Akhir Pekan Urus Kependudukan