Suara.com - Transisi menuju ekonomi hijau tak sekadar berbicara soal teknologi dan investasi, tetapi juga soal kesiapan tenaga kerja. Laporan terbaru LinkedIn mengungkap kenyataan mendesak soal pertumbuhan lowongan pekerjaan ramah lingkungan melampaui ketersediaan tenaga kerja yang memiliki keterampilan relevan.
Tantangan ini, jika tak segera diatasi, dapat memperlambat upaya global dan nasional dalam mengatasi krisis iklim.
Melansir World Economic Forum, Rabu (25/6/2025), hanya satu dari delapan pekerja yang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung agenda mitigasi iklim (green skills). Kesenjangan ini semakin kentara ketika dilihat dari perspektif gender, hanya satu dari sepuluh perempuan yang memiliki minimal satu green skills, dibanding satu dari enam laki-laki.
Green skills tidak selalu berarti keahlian teknis tingkat tinggi. Istilah ini mencakup spektrum luas, mulai dari desain kemasan ramah lingkungan, pengelolaan limbah, efisiensi energi, hingga akuntansi karbon. Perusahaan kini dituntut untuk mempertanggungjawabkan emisi hingga ke rantai pasok mereka dan menciptakan kebutuhan akan profesi-profesi baru yang sebelumnya tidak ada.
Menurut Allen Blue, salah satu pendiri LinkedIn, situasi saat ini mirip dengan gelombang revolusi internet di awal 2000-an, ketika perusahaan berebut talenta langka di bidang digital. Bedanya, kini dunia berpacu dengan waktu untuk menekan laju pemanasan global.
Ketahanan di Tengah Perlambatan Ekonomi
Menariknya, pekerjaan ramah lingkungan terbukti lebih stabildi tengah ketidakpastian ekonomi. Saat perekrutan secara umum melambat pada 2022 hingga awal 2023, permintaan untuk peran yang membutuhkan green skills justru meningkat lebih dari 15%. Hal ini menunjukkan bahwa green skills bukan hanya "tren sementara", tetapi fondasi masa depan dunia kerja.
Bagi pencari kerja, kabar baiknya adalah mereka yang memiliki green skills memiliki kemungkinan 29% lebih tinggi untuk dipekerjakan dibanding rata-rata. Namun, peluang ini juga menyoroti tantangan besar: bagaimana menjangkau kelompok-kelompok yang terpinggirkan dari transisi ini?
Laporan LinkedIn menggarisbawahi bahwa perempuan masih tertinggal jauh dalam revolusi green skills. Selain minim keterwakilan dalam keterampilan teknis, mereka juga kurang terlibat dalam kepemimpinan perusahaan berbasis iklim.
Baca Juga: Berburu Pangan Lokal: Dari Pasar Tradisional ke Meja Makan Ramah Iklim
Kondisi ini bukan sekadar isu ketidakadilan, tetapi berpotensi memperlebar jurang sosial dalam menghadapi krisis lingkungan.
"Tantangan nyata bagi kita adalah memastikan transisi ini inklusif, tidak hanya untuk perempuan, tetapi untuk semua kalangan," ujar Blue.
Arah Strategis: Upskilling dan Reskilling
Menghadapi realitas ini, solusi konstruktif perlu segera dilakukan. Upskilling (peningkatan keterampilan) dan reskilling (pelatihan ulang) secara masif menjadi strategi utama. Pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan harus bersinergi merancang program pelatihan yang mudah diakses dan relevan dengan kebutuhan industri hijau.
Data LinkedIn menunjukkan bahwa delapan dari sepuluh pekerja yang berhasil beralih ke pekerjaan hijau sudah memiliki beberapa keterampilan dasar atau pengalaman serupa sebelumnya. Ini membuka peluang bagi profesi dari bidang STEM, administrasi publik, hingga layanan profesional untuk melakukan transisi karier.
Bagi Indonesia, yang telah menyatakan komitmen mencapai emisi nol bersih (net-zero emission) pada 2060, laporan ini menjadi cermin sekaligus peluang. Investasi dalam sektor energi terbarukan, kendaraan listrik, hingga pertanian berkelanjutan akan sia-sia tanpa dukungan sumber daya manusia yang mumpuni.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 7 Parfum Wangi Bayi untuk Orang Dewasa: Segar Tahan Lama, Mulai Rp35 Ribuan Saja
- 3 Pelatih Kelas Dunia yang Tolak Pinangan Timnas Indonesia
Pilihan
-
Gagal Total di Timnas Indonesia, Kluivert Diincar Juara Liga Champions 4 Kali
-
Rupiah Tembus Rp 16.700 tapi Ada Kabar Baik dari Dalam Negeri
-
Harga Emas Hari Ini di Pegadaian Kompak Naik!
-
IHSG Berpeluang Menguat Hari Ini, Harga Saham INET dan BUVA Kembali Naik?
-
Zahaby Gholy Starter! Ini Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Honduras
Terkini
-
MUI DKI Mau Standarisasi Guru Ngaji, Ketua DPRD Bilang Begini
-
Usai Rumah Dinas Abdul Wahid dan 2 Anak Buahnya, KPK Geledah Kantor Gubernur Riau, Ini yang Disita
-
Pelaku Ledakan SMAN 72 Belajar Rakit Bom dari Internet, Kerap Akses Konten Kekerasan di Situs Gelap
-
Atasi Keluhan Pengemudi Ugal-ugalan, Gubernur Pramono Setujui Pelatihan 1.000 Sopir Baru Mikrotrans
-
Antisipasi Cuaca Ekstrem, Pemprov DKI Lanjutkan Operasi Modifikasi Cuaca di Langit Banten
-
Bikin Warga Resah! Polisi Ungkap Pemicu Bentrokan Ormas dan Matel di Cengkareng
-
Genjot Investasi, Pemprov Jateng Raih Penghargaan Pioneer of Economic Empowerment
-
Ini Jawaban Istana soal Rencana Ubah Rp1.000 jadi Rp1 dalam Waktu Dekat
-
Eks Direktur Bongkar Rahasia Terminal BBM Merak: Kenapa Harus Sewa Padahal Bisa Hemat Biaya Impor?
-
Viral! Detik-Detik Bentrok Ormas BPPKB Banten vs Debt Collector di Cengkareng, Bawa Bambu dan Batu