Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengetuk palu yang akan mengubah lanskap demokrasi Indonesia. Terhitung mulai tahun 2029, pemilu serentak dengan lima kotak suara yang selama ini dikenal rumit, melelahkan, dan memakan korban, resmi dihapuskan.
Sebagai gantinya, Mahkamah Konstitusi menetapkan model pemilu serentak yang dipisah menjadi dua gelombang besar yakni Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah.
Dalam putusan atas gugatan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), MK secara tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu harus dirombak demi kualitas dan kemanusiaan. Nantinya, Pemilu Nasional akan digelar untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden. Sementara Pemilu Daerah, yang akan dilaksanakan dengan jeda waktu signifikan, dikhususkan untuk memilih anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta seluruh kepala daerah.
Dikutip dari situs resmi MK, keputusan historis ini, yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025), didasari oleh serangkaian masalah kronis yang dianggap telah mencederai kualitas demokrasi Indonesia.
Berikut adalah alasan-alasan utama di balik putusan MK:
Pemilih Jenuh dan Kehilangan Fokus
Salah satu pertimbangan utama Mahkamah adalah kondisi pemilih yang kewalahan. Model lima kotak suara dinilai telah menciptakan kejenuhan massal dan memecah fokus rakyat.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyoroti bagaimana pemilih dipaksa menentukan banyak pilihan dalam waktu yang sangat terbatas.
“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.
Baca Juga: UU TNI Digeruduk ke MK, Proses Legislasi di Ruang Gelap Picu Amarah Publik?
Beban Kerja Penyelenggara yang Tak Manusiawi
MK juga menyoroti dampak buruk pemilu serentak lima kotak terhadap para penyelenggara di lapangan. Tumpukan beban kerja akibat tahapan yang berimpitan telah mengancam kualitas penyelenggaraan dan bahkan keselamatan para petugas.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa model ini membuat masa jabatan penyelenggara menjadi tidak efisien.
“Masa jabatan penyelenggara pemilihan umum menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena hanya melaksanakan ‘tugas inti’ penyelenggaraan pemilihan umum hanya sekitar 2 (dua) tahun,” jelas Arief.
Kekosongan waktu yang panjang setelahnya dianggap sebagai pemborosan sumber daya.
Isu Daerah yang Tenggelam dan Politik Transaksional
Berita Terkait
-
UU TNI Digeruduk ke MK, Proses Legislasi di Ruang Gelap Picu Amarah Publik?
-
UU TNI Digugat: Ketika Kekuasaan Meremehkan Suara Mahasiswa Hingga Ibu Rumah Tangga
-
PSI Umumkan 3 Calon Ketum untuk Pemilu Raya, Nama Jokowi Menghilang
-
Soal Jokowi Daftar atau Tidaknya Jadi Caketum PSI, Ternyata Ada 'Kode' Posisi
-
Jubir PSI Daftar Calon Ketum, Ngaku Tak Cuma Sekedar Bawa Embel-embel Nama Mulyono
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Mafindo Ungkap Potensi Tantangan Pemilu 2029, dari AI hingga Isu SARA
-
Bilateral di Istana Merdeka, Prabowo dan Raja Abdullah II Kenang Masa Persahabatan di Yordania
-
August Curhat Kena Serangan Personal Imbas Keputusan KPU soal Dokumen Persyaratan yang Dikecualikan
-
Di Hadapan Prabowo, Raja Yordania Kutuk Ledakan di SMAN 72 Jakarta, Sebut Serangan Mengerikan
-
Usai Disanksi DKPP, Anggota KPU Curhat Soal Beredarnya Gambar AI Lagi Naik Private Jet
-
Dua Resep Kunci Masa Depan Media Lokal dari BMS 2025: Inovasi Bisnis dan Relevansi Konten
-
Soal Penentuan UMP Jakarta 2026, Pemprov DKI Tunggu Pedoman Kemnaker
-
20 Warga Masih Hilang, Pemprov Jateng Fokuskan Pencarian Korban Longsor Cilacap
-
Gagasan Green Democracy Ketua DPD RI Jadi Perhatian Delegasi Negara Asing di COP30 Brasil
-
Mensos Ungkap Alasan Rencana Digitalisasi Bansos: Kurangi Interaksi Manusia Agar Bantuan Tak Disunat