"Kalau hitungan kita sebelum dia jadi Hutan Tanaman Industri tingkat kepadatan hutan di sana sekitar 70% sampai 80%. Asumsinya bahwa setiap hektare itu bisa memberikan 100 batang pohon. Jadi kalau kemudian di kawasan Tesso Nilo itu ada 156 ribu hektare, dikali 100 batang pohon, itu berarti perusahaan pemegang HTI, HPH sebelumnya itu sudah menebang 15 juta pohon. Artinya kalau dari cerita itu, kayaknya yang gundulin bukan masyarakat deh, kayaknya yang gundulin itu pemegang HPH, kayaknya yang mengundulin itu pemegang HTI," kata Adian.
“Nah ini harus kita dudukkan agar rakyat tidak dianggap sebagai perambah yang mengundili hutan. Tidak. kenapa? Kalau tadi disampaikan juga data lainnya, kalau tidak salah itu ada 2,1 juta hektare pemegang HPH dan HTI di seluruh Riau, kalau rata-rata menebang 100 pohon berarti berapa tuh? 200 juta pohon sudah ditebang dari tahun awal 80-an sampai sekarang. Semua itu harus di bertanggung jawabkan. jangan kemudian ketika hutan gundul lalu masyarakat masuk, masyarakat dikambing hitamkan seolah-olah pengundulan itu karena mereka,” sambungnya.
Ia juga menyebut keberadaan masyarakat di kawasan itu didukung oleh kebijakan pemerintah daerah. Bahkan pada 1998-1999, Bupati Indragiri Hulu mengeluarkan surat resmi untuk membentuk koperasi dan membagikan lahan dua hektare per keluarga untuk ditanami sawit.
“Itu surat bupati, 4 surat kalau tidak salah, kalau saya salah dikoreksi, itu dikeluarkan tahun 1998-1999, jadi keberadaan masyarakat di dalam kawasan Tesso Nilo, daerah Indra Giri Hulu, itu salah satunya karena bupati ngajak ke sana," kata dia.
"Tanam pohon nih, kita bikin kooperasi rame-rame yok, kenapa ini tinggal semak doang, pohonnya udah habis. Pohonnya udah habis, tinggal semak, udahlah kita tanam pohon aja'. Ada suratnya, ada ya pak ya? Ada suratnya. Nah, kronologi peristiwa ini harus kita susun dengan baik, sehingga tidak mengkambing hitamkan pihak yang menurut saya hanya mengelola 40 ribu hektar. sementara ada perusahaan yang mengelola sampai 2,1 juta hektare, kok aman-aman aja, kira-kira begitulah,” jelasnya.
Untuk itu, Adian menegaskan bahwa penyelesaian konflik lahan harus dilakukan sesuai hukum.
“Kita minta, pertama, negara ini negara hukum, oke? Tidak ada aparatur negara yang bertindak di luar koridor hukum. Kalau kemudian ada langkah-langkah, misalnya penyitaan, kemudian langkah-langkah lain, maka semua harus berangkat dari keputusan pengadilan. Keputusan pengadilan itu akan menjadi dasar yang menunjukkan kita ini rehstat, bukan mahstat. Rehstat itu negara hukum, mahstat itu negara kekuasaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Adian juga kembali mengingatkan bahwa Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tidak menyebut opsi relokasi sebagai jalan keluar dalam konflik agraria. Menurutnya, relokasi tanpa dasar hukum yang jelas justru menyalahi prinsip negara hukum.
“Indonesia negara hukum, bukan negara kekuasaan. Semuanya harus berlandaskan hukum. Dan itu yang kita baca sama-sama tadi, amanat yang tertuang dalam perpres nomor 5 tahun 2025, melewati pidana, perdata atau administratif. Relokasi tidak disebutkan dalam Perpres tersebut. Begitu,” pungkasnya.
Baca Juga: Komisi II DPR RI Tanggapi Putusan Soal Pemilu: MK Tak Seharusnya Buat Norma Baru
Berita Terkait
-
Profil 2 Anggota DPR yang Nangis saat Fadli Zon Bahas Pemerkosaan 1998
-
Transformasi Digital vs Sinergi 'Avengers': Adu Strategi Calon Deputi Gubernur BI di DPR
-
Puan Maharani Ungkap Rencana DPR Sikapi Putusan MK Soal Pemilu: Bakal Ada Efek ke UU Pemilu?
-
Tantowi Yahya Bongkar Dilema Jadi Anggota DPR, Terjepit Antara Suara Rakyat dan Kepentingan Partai
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Ketimbang Berpolemik, Kubu Agus Diminta Terima SK Mardiono Ketum PPP: Digugat pun Bakal Sia-sia?
-
Bima Arya: PLBN Sebatik Harus Mampu Dongkrak Ekonomi Masyarakat Perbatasan
-
Jangan Lewatkan! HUT ke-80 TNI di Monas Ada Doorprize 200 Motor, Makanan Gratis dan Atraksi Militer
-
Menhan Bocorkan Isi Pertemuan Para Tokoh di Rumah Prabowo, Begini Katanya
-
Efek Revisi UU TNI? KontraS Ungkap Lonjakan Drastis Kekerasan Aparat, Papua Jadi Episentrum
-
Ajudan Ungkap Pertemuan 4 Mata Jokowi dan Prabowo di Kertanegara, Setelah Itu Pamit
-
SK Menkum Sahkan Mardiono Ketum, Muncul Seruan Rekonsiliasi: Jangan Ada Tarik-Menarik Kepentingan!
-
Jokowi Sambangi Prabowo di Kertanegara Siang Tadi Lakukan Pertemuan Hampir 2 Jam, Bahas Apa?
-
Catatan Hitam KontraS di HUT TNI: Profesionalisme Tergerus, Pelibatan di Urusan Sipil Kian Meluas!
-
SDA Jamin Jakarta Tak Berpotensi Banjir Rob pada Bulan Ini, Apa Alasannya?