Suara.com - Keputusan Presiden Prabowo Subianto yang secara tiba-tiba memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, sontak memicu gelombang tanda tanya besar di ruang publik.
Salah satunya adalah, kenapa Prabowo memberikan abolisi kepada Tom Lembong, sementara Hasto mendapat amnesti.
Pemberian dua hak prerogatif ini dalam waktu yang bersamaan, meski untuk dua kasus dan dua figur yang berbeda, mengundang sorotan tajam dari kalangan akademisi hukum.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyoroti langkah hukum ini dari berbagai sisi.
Meskipun secara fundamental sah, ia mengidentifikasi beberapa kejanggalan yang patut menjadi diskursus publik.
Menurut Akbar, landasan konstitusional langkah Presiden Prabowo tidak perlu diragukan.
Hak untuk memberi amnesti dan abolisi merupakan kewenangan istimewa yang melekat pada jabatan presiden.
"Kalau amnesti dan abolisi kan memang hak prerogatif presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar," kata Akbar saat dihubungi pada Jumat (1/8/2025).
Ia memaparkan, mekanisme untuk kedua hak tersebut memang berbeda dengan grasi dan rehabilitasi.
Baca Juga: Hasto Dapat Karpet Merah Amnesti dari Prabowo, KPK: Perburuan Harun Masiku Tak Terhenti!
Amnesti dan abolisi, karena kental dengan nuansa politik, memerlukan pertimbangan dari DPR.
Sementara grasi dan rehabilitasi yang bersifat yuridis murni, harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
"Pasal 14 ayat 2, amnesti dan abolisi itu diajukan ke DPR karena dia bernuansa memang politik. Ada pertimbangan politik di dalamnya sehingga ke DPR," ucapnya.
Namun, sorotan utama Akbar tertuju pada substansi dan konteks kedua kasus tersebut.
Ia mempertanyakan alasan di balik penyatuan waktu pemberian hak istimewa ini untuk dua figur dengan latar belakang yang sangat berbeda.
"Dua kasus tersebut memiliki konten yang berbeda. Satunya itu adalah Pasal 2, Pasal 3 yang juga ramai diperbincangkan dengan Pasal suap. Satu yang ada murni memang aktif di partai politik, bahkan sebagai pejabat partai politik. Sedangkan Tom Lembong kan bukan orang partai politik," terangnya.
Kejanggalan lain yang lebih bersifat teknis-yuridis adalah penggunaan amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong.
Menurut Akbar, ada perbedaan mendasar antara keduanya yang membuat keputusan ini menarik untuk dicermati.
Seharusnya, jika proses hukum belum berkekuatan hukum tetap (inkrah), instrumen yang digunakan adalah abolisi.
"Jadi kalau dia belum inkrah, dia pakainya abolisi. Kalau amnesti itu menghapus eksekusi pidananya. Jadi kalau sudah inkrah lah. Nah, itu saya tak tau kenapa dibedakan," kata dia.
Pertanyaan ini semakin relevan mengingat momentumnya.
"Dan yang kedua adalah kenapa berbarengan juga, karena kan putusannya memang beda seminggu ya. Perbedaannya seminggu, tapi kemudian kenapa dibarengin juga, kan dua kasus tersebut memiliki konten yang berbeda," tambahnya.
Tidak Berarti Jaksa dan Hakim Keliru
Meskipun memicu pertanyaan, Akbar menegaskan keputusan abolisi dan amnesti ini tidak secara otomatis menandakan adanya kekeliruan dalam proses hukum yang dijalankan oleh jaksa maupun hakim.
"Saya rasa itu tidak ada hubungannya dengan konteks itu, karena proses penuntutan dan proses persidangan sudah dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi dari masing-masing," ungkapnya.
"Penghapusan proses hukum itu bukan berarti kita mengantarkan ke dalam pokok perkaranya apakah itu betul-betul terjadi atau tidak. Jadi dia hanya menghapus proses hukum terhadap orang ini."
Dengan keputusan ini, status hukum keduanya kini jelas.
"Ya keduanya kita katakan yang mendapatkan hak tersebut sehingga diselesaikan proses hukumnya. Tidak ada, tidak dapat lagi menjalani semua konsekuensi hukum tersebut," ujarnya.
Pada akhirnya, Akbar menggarisbawahi isu yang lebih besar: urgensi pembaruan perangkat hukum yang mengatur hak prerogatif ini. Menurutnya, regulasi yang ada saat ini sudah tidak relevan dengan zaman.
"Amnesti dan abolisi itu diatur dalam undang-undang 54, sudah ketinggalan zaman. Sehingga tidak ada batasannya. Nah, makanya harusnya diatur lebih rinci lagi batasan dan parameternya, sehingga tidak serta-merta dapat digunakan kapanpun," paparnya.
"Ini pembaruan yang perlu dilakukan, memang seharusnya sudah ada undang-undang baru. Ini sudah masuk rancangan undang-undang grasi, abolisi, amnesti itu di dalam satu undang-undang."
Walaupun keputusan Presiden bersifat final, Akbar menekankan hak publik untuk mendapatkan transparansi.
"Sebenarnya kalau misalnya kita komentari ya, hanya kenapa hal itu pertimbangan apa, apakah bisa di-publish juga surat abolisi dan amnestinya itu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan apa," tegas dia.
Tag
Berita Terkait
-
Hasto Dapat Karpet Merah Amnesti dari Prabowo, KPK: Perburuan Harun Masiku Tak Terhenti!
-
Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Jadi Jurus Prabowo Redam Panas Politik?
-
Hasto Dapat Amnesti, KPK: Kami Telah Melaksanakan Proses Hukum dengan Sehormat-Hormatnya!
-
Judi Politik Prabowo: Rangkul Lawan Lewat Amnesti, tapi Pertaruhkan Komitmen Anti-Korupsi
-
Jokowi Akui Tak Diajak Bicara Presiden Prabowo soal Pengampunan 2 Musuh Politiknya
Terpopuler
- Profil 3 Pelatih yang Dirumorkan Disodorkan ke PSSI sebagai Pengganti Kluivert
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 5 Rekomendasi Mobil Sunroof Bekas 100 Jutaan, Elegan dan Paling Nyaman
- Warna Lipstik Apa yang Bagus untuk Usia 40-an? Ini 5 Rekomendasi Terbaik dan Elegan
- 5 Day Cream Mengandung Vitamin C agar Wajah Cerah Bebas Flek Hitam
Pilihan
-
5 HP Layar AMOLED Paling Murah, Selalu Terang di Bawah Terik Matahari mulai Rp1 Jutaan
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
-
Cerita Danantara: Krakatau Steel Banyak Utang dan Tak Pernah Untung
-
Harga Emas Turun Empat Hari Beruntun! Galeri 24 dan UBS Hanya 2,3 Jutaan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
Terkini
-
Terapkan Rekayasa Lalin di Konser BLACKPINK, Polisi Minta Pengunjung Naik Angkot Cegah Kemacetan!
-
Jelang Konser BLACKPINK: GBK Disisir Tim Jibom, 1.500 Personel Dikerahkan Amankan Konser Spektakuler
-
Proyek Whoosh Diacak-acak, Pakar Ungkap Hubungan Prabowo-Jokowi: Sudah Retak tapi Belum Terbelah
-
Di Sela Kesibukan, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Terekam Baca Alquran di Dalam Mobil
-
Soal Whoosh Disebut Investasi Sosial, Anggota Komisi VI DPR: Rugi Ini Siapa Yang Akan Talangi?
-
Prediksi Cuaca Hari Ini 1 November 2025: Waspada Hujan Lebat di Awal Bulan
-
Pohon Tumbang di Jakarta Makan Korban Jiwa, Begini Ultimatum DPRD ke Distamhut DKI
-
Megawati Bakal Pidato di Acara Peringatan KAA ke-70 di Blitar, Ini yang Akan Disampaikan
-
Langkah Polri di Era Prabowo-Gibran: Mengawal Asta Cita, Menjaga Stabilitas Nasional
-
Ketua DPD RI Dianugerahi CNN Award: Komitmen Dukung dan Kawal Program Asta Cita di Daerah