Suara.com - Keputusan strategis Presiden terpilih Prabowo Subianto terkait pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristianto menjadi sinyal politik kuat yang menandai awal pemerintahannya.
Langkah ini, menurut analis politik Syahganda Nainggolan, bukan sekadar pengampunan hukum, melainkan sebuah "pintu masuk" atau titik awal bagi Prabowo untuk menghadapi tantangan fundamental bangsa: krisis kepercayaan publik.
Dalam sebuah diskusi mendalam di Podcast Forum Keadilan TV, Ketua Dewan Direktur Great Institute ini mengurai bahwa langkah rekonsiliasi tersebut adalah fondasi untuk mengembalikan Indonesia ke jalur yang benar.
"Pemberian amnesti dan abolisi ini diharapkan menjadi pintu masuk untuk Indonesia kembali ke jalur yang benar," ungkap Syahganda dikutip dari YouTube.
Namun, jalan di depan pemerintahan baru diprediksi tidak akan mulus. Berbagai pengamat menyoroti tantangan kompleks yang menanti, mulai dari tekanan geopolitik, perlambatan ekonomi global, hingga persoalan internal seperti korupsi dan potensi PHK.
Menghadapi Tembok 'Low Trust Society'
Tantangan terbesar yang digarisbawahi Syahganda adalah kondisi masyarakat yang ia sebut sebagai low trust society, atau krisis kepercayaan.
Fenomena ini merupakan masalah kronis di mana tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara, termasuk pemerintah dan partai politik, berada di titik rendah.
Rendahnya kepercayaan ini, jika tidak segera diatasi, akan menghambat efektivitas program pemerintah sebagus apapun.
Baca Juga: Prabowo Kumpulkan Menteri di Hambalang, Perintahkan Antisipasi Total Karhutla di Puncak Kemarau
Menurut berbagai kajian, low trust society lahir dari berbagai faktor, termasuk korupsi yang merajalela dan kegagalan negara dalam menjalankan fungsinya secara optimal.
Memulihkan kepercayaan publik (public trust) menjadi pekerjaan rumah mahapenting bagi Prabowo untuk membangun legitimasi dan dukungan rakyat yang solid.
Keberhasilan memulihkan kepercayaan bahkan diyakini dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.
Prabowo Tak Bisa Sendiri: Butuh Konsolidasi Ideologis
Syahganda menegaskan, untuk menaklukkan tantangan tersebut, Presiden Prabowo tidak bisa bekerja sendirian.
Ia memerlukan dukungan dari lingkaran yang solid secara ideologis dan memiliki visi kebangsaan yang sama. Konsolidasi dengan berbagai elemen politik menjadi sebuah keniscayaan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 5 Rekomendasi Cushion Lokal dengan Coverage Terbaik Untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp50 Ribuan
Pilihan
-
4 HP Memori 512 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer dan Konten Kreator
-
3 Rekomendasi HP Infinix 1 Jutaan, Speknya Setara Rp3 Jutaan
-
5 HP Layar AMOLED Paling Murah, Selalu Terang di Bawah Terik Matahari mulai Rp1 Jutaan
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
-
Cerita Danantara: Krakatau Steel Banyak Utang dan Tak Pernah Untung
Terkini
-
PLN Electric Run 2025 Siap Start Besok, Ribuan Pelari Dukung Gerakan Transisi Energi Bersih
-
Merapat ke Prabowo, Budi Arie Bicara Kemungkinan Jokowi Tak Lagi Jadi Dewan Penasihat Projo!
-
Hujan Lebat Iringi Megawati Ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar, Begini Momennya
-
Usai Budi Arie Kasih Sinyal Gabung Gerindra, Projo Siap Lepas Wajah Jokowi dari Logo!
-
Beri Sinyal Kuat Gabung ke Gerindra, Budi Arie: Saya Satu-satunya yang Diminta Presiden
-
Cuma Hadir di Kongres Projo Lewat Video, Budi Arie Ungkap Kondisi Jokowi: Sudah Pulih, tapi...
-
Dari Blitar, Megawati Inisiasi Gagasan 'KAA Plus', Bangun Blok Baru Negara Global Selatan
-
Berenang Jelang Magrib, Remaja 16 Tahun Sudah 4 Hari Hilang usai Loncat dari Jembatan Kali Mampang
-
8 Miliar Dolar AS Melayang Setiap Tahun, Prabowo Sebut Judol Biang Kerok!
-
Megawati Tawarkan Pancasila Jadi Etika Global Baru: Dunia Butuh Moralitas, Bukan Dominasi Baru