Suara.com - Pemerintah menyebut langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong sebagai bagian dari agenda besar rekonsiliasi nasional.
Namun, di balik narasi persatuan yang diusung Istana, muncul kekhawatiran soal melemahnya integritas sistem hukum dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa keputusan tersebut tidak sekadar kebijakan politik biasa, melainkan bentuk respons Presiden terhadap aspirasi publik.
Ia menegaskan bahwa semangat rekonsiliasi telah lama menjadi prinsip yang dipegang Prabowo, bahkan sebelum ia menjabat sebagai presiden.
Hal itu disampaikan Supratman ketika jumpa pers, Jumat, 1 Agustus 2025.
“Presiden sudah berkali-kali, bukan hanya setelah beliau menjadi presiden, kami mendampingi beliau sudah sekian lama ya dan itu tidak pernah berubah," ungkap Supratman.
"Jadi untuk yang sekarang sekali lagi adalah ini bentuk presiden ingin ada rekonsiliasi nasional, rekonsiliasi nasional,” katanya.
Langkah ini menghapus seluruh proses hukum yang masih berjalan, termasuk banding yang tengah diajukan oleh kedua tokoh tersebut—Hasto atas vonis 3,5 tahun dalam kasus suap, dan Tom Lembong atas vonis 4,5 tahun dalam perkara korupsi impor gula.
Supratman menampik bahwa pengampunan ini melemahkan institusi hukum.
Baca Juga: Pilihan Prabowo, Rekonsiliasi Nasional 'Jadi Panglima' di Saat Penegakan Hukum Dipertanyakan
“Kalau kemudian ada yang seperti ini, teman-teman bisa nanti bisa membandingkan. Artinya presiden mendengar apa yang menjadi suara publik. Itu intinya,” ucap Supratman.
Ia juga menjamin bahwa komitmen pemerintahan terhadap agenda pemberantasan korupsi tetap utuh, meski ada pengampunan dalam dua kasus ini.
Namun, tak semua pihak sependapat. Feri Amsari, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, menilai bahwa keputusan Prabowo mengandung potensi mengganggu integritas sistem hukum dan membahayakan agenda pemberantasan korupsi.
Menurut Feri, kendati kewenangan presiden dalam memberikan amnesti dan abolisi dijamin konstitusi, penggunaannya harus tetap selaras dengan prinsip keadilan dan bukan alat politik.
“Dalam konteks kasus Hasto dan Tom Lembong, sedari awal saya mengatakan perkara ini sangat politis. Punya kepentingan dan background politik," ujar Feri kepada wartawan, Jumat itu.
"Maka tentu saja langkah-langkah berikutnya akan penuh dengan drama politik tingkat tinggi yang pada dasarnya merugikan upaya pemberantasan korupsi," tuturnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
Pilihan
-
Jokowi Takziah Wafatnya PB XIII, Ungkap Pesan Ini untuk Keluarga
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
Terkini
-
Sopir Angkot Cegat Mikrotrans JAK41 di Velodrome, Dishub DKI Janji Evaluasi Rute
-
Ratusan Warga Prasejahtera di Banten Sambut Bahagia Sambungan Listrik Gratis dari PLN
-
Hasto PDIP: Ibu Megawati Lebih Pilih Bendungan dan Pupuk Daripada Kereta Cepat Whoosh
-
Putri Zulkifli Hasan Sambut Putusan MK: Saatnya Suara Perempuan Lebih Kuat di Pimpinan DPR
-
Projo Tetapkan 5 Resolusi, Siap Kawal Prabowo hingga 2029 dan Dukung Indonesia Emas 2045
-
Budi Arie Bawa Gerbong Projo ke Gerindra? Sinyal Kuat Usai Lepas Logo Jokowi
-
Cinta Terlarang Berujung Maut, Polisi Tega Habisi Nyawa Dosen di Bungo
-
Dua Tahun Lalu Sakit Berat, Kini Adies Kadir Didoakan Kembali di Majelis Habib Usman Bin Yahya
-
Makna Arahan Mendagri Tito Karnavian Soal Dukungan Pemda Terhadap PSN
-
Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII Wafat, Akhir Perjalanan Sang Pemersatu Takhta Mataram