Suara.com - Niat baik program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk menyejahterakan masyarakat diduga diselewengkan secara brutal untuk kepentingan pribadi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar skandal korupsi besar yang melibatkan dana sosial dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan nilai fantastis mencapai Rp28,38 miliar.
Ironisnya, otak di balik dugaan korupsi ini adalah dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang seharusnya mengawasi jalannya pemerintahan.
Lembaga antirasuah secara resmi telah menetapkan dua legislator dari Komisi XI DPR RI periode 2019-2024, Heri Gunawan (HG) dan Satori (ST), sebagai tersangka.
Keduanya diduga tidak hanya menerima gratifikasi, tetapi juga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menyamarkan asal-usul uang haram tersebut.
Penetapan ini menjadi puncak dari penyidikan panjang yang telah dimulai sejak akhir 2024.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi bahwa surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk kedua tersangka telah diterbitkan.
"CSR BI apakah Sprindik untuk dua tersangka ini sudah ada? Jawabannya sudah," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, dikutip Minggu (10/8/2025).
Modus Proyek Fiktif dan Aliran ke Rekening Pribadi
Baca Juga: Satori dan Hergun Tersangka KPK, Komisi XI DPR: Dana CSR Tak Dipegang Anggota, buat Bantu Masjid
Bagaimana dana yang seharusnya untuk rakyat bisa masuk ke kantong pribadi wakil rakyat?
Asep Guntur membeberkan modus operandi yang terbilang klasik namun efektif.
Para tersangka diduga menggunakan pengaruhnya di Komisi XI untuk mengarahkan alokasi dana program sosial BI (dikenal sebagai PSBI) dan program penyuluhan keuangan OJK ke yayasan-yayasan yang telah mereka siapkan.
Namun, implementasi di lapangan jauh dari proposal yang diajukan.
"Misalkan ada sepuluh rumah (yang diajukan dibangun), tetapi yang dibuat ya hanya dua rumah. Kemudian difoto-foto, dibuat pertanggungjawaban seolah-olah untuk sepuluh rumah, sementara yang delapan rumahnya ya masuk ke rekeningnya sendiri," jelas Asep, memberikan gambaran konkret mengenai praktik lancung tersebut.
Penyidik KPK menemukan pola yang lebih dalam: setelah dana cair dan masuk ke rekening yayasan, uang tersebut tidak berhenti di sana.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Lihat Permainan Rizky Ridho, Bintang Arsenal Jurrien Timber: Dia Bagus!
- Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
- Jadwal Big 4 Tim ASEAN di Oktober, Timnas Indonesia Beda Sendiri
Pilihan
Terkini
-
Bela Aksi Walk Out Rocky Gerung, Mahfud MD Kritik Talkshow TV: Forum Brutal, Pertontonkan Kekerasan!
-
Bukan Barak Militer, Orang Tua di Jakarta Boleh Bawa Anak Hobi Tawuran ke Panti Sosial untuk Dibina
-
Menyerahkan Diri, Penyesalan Wisman usai Renggut Nyawa Istri: Emosi Sesaat saat Ribut di Rumah!
-
Masalah Patok Kasus Sengketa Lahan Disoal di Sidang, Begini Pengakuan Saksi
-
5 Fakta Polemik Pembangunan Holyland di Karanganyar, Rumah Ibadah Jadi Sengketa?
-
Presiden Prabowo akan Fungsikan IKN Jadi Ibu Kota Politik, Apa Artinya?
-
Bacok Pedagang Sayur saat Pagi Buta, Aksi Komplotan Begal Sadis di Cakung Jaktim Viral!
-
Pramono Sebut Pengemis hingga Manusia Silver Betah di Panti Sosial: Seperti Rumah
-
KPK Berencana Terbitkan Sprindik Umum dalam Kasus Korupsi PMT untuk Hindari Praperadilan
-
Sentra Fauna Lenteng Agung Pengganti Barito, Bakal Beroperasi Awal Oktober