News / Metropolitan
Selasa, 09 September 2025 | 14:14 WIB
Ilustrasi Wakil Rakyat Kabupaten Bogor [Gemini]
Baca 10 detik
  • Kualitas Perwakilan Rakyat yang Patut Dipertanyakan
  • Prioritas Anggaran yang Salah
  • Kesenjangan Sosial yang Sangat Jelas
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Di balik sorotan tajam terhadap gaya hidup mewah anggota DPRD Kabupaten Bogor, ada satu dokumen yang menjadi landasan hukumnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 44 Tahun 2023.

Aturan inilah yang menjadi karpet merah bagi para wakil rakyat untuk menerima pendapatan bulanan fantastis, bahkan dengan kenaikan drastis pada salah satu posnya, di saat jutaan warga berjuang dengan masalah ekonomi dan sosial.

Analisis mendalam terhadap Perbup ini menunjukkan bagaimana alokasi anggaran lebih memprioritaskan kenyamanan pejabat ketimbang kebutuhan mendesak masyarakat.

Pengamat Politik, Yusfitriadi, menyebut aturan ini sebagai cerminan dari kebijakan yang tidak peka terhadap realitas di lapangan.

"Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2023, ada banyak item tunjangan yang diterima oleh Wakil Rakyat Kabupaten Bogor, baik yang bersifat rutin, incidental maupun kondisional," kata Yusfitriadi, Selasa (9/9/2025), menyoroti dasar hukum dari pendapatan tersebut.

Perbup ini secara gamblang merinci setiap komponen yang masuk ke kantong para legislator setiap bulannya. Jika diakumulasikan, total pendapatan mereka menunjukkan angka yang sangat signifikan.

  • Total Pendapatan Bulanan (Take Home Pay):
  • Ketua DPRD: Mencapai Rp 91.510.000,-
  • Wakil Ketua DPRD: Mencapai Rp 86.756.250,-
  • Anggota DPRD: Mencapai Rp 74.706.750,-

Rincian Komponen Utama Tunjangan (per Anggota):

  • Tunjangan Perumahan: Berkisar antara Rp 38.500.000,- hingga Rp 44.500.000,-
  • Tunjangan Transportasi: Sebesar Rp 17.400.000,-
  • Tunjangan Komunikasi: Sebesar Rp 14.700.000,-

Angka-angka ini bukan sekadar nominal, melainkan representasi dari prioritas anggaran daerah yang diatur secara sah melalui Perbup tersebut.

Dari semua komponen, pos Tunjangan Perumahan menjadi yang paling kontroversial. Menurut Yusfitriadi, pos anggaran ini mengalami kenaikan yang sangat tidak wajar jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi masyarakat secara umum.

Baca Juga: Digaji Fantastis, Kinerja DPRD Kabupaten Bogor Dipertanyakan: Tak Terdengar dan Tak Terlihat?

"Tunjangan terbesar ada pada Tunjangan Perumahan bahkan kenaikan tunjangan perumahan tersebut kenaikannya mencapai 100 persen dari tahun sebelumnya," jelasnya.

Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bogor Dipenuhi Bendera Palestina [Egi Abdul Mugni/ Suarabogor]

Kenaikan dua kali lipat ini terjadi di tengah fakta bahwa:

1. Angka Kemiskinan Masih Tinggi: Data BPS 2024 menunjukkan 446,8 ribu jiwa di Kabupaten Bogor masih tergolong miskin.

2. Pendidikan Terabaikan: Sebanyak 59 ribu anak terancam putus sekolah dan banyak yang belajar di bangunan tidak layak.

3. Infrastruktur Memprihatinkan: Akses jalan raya di banyak titik masih dalam kondisi rusak.

Bagaimana mungkin sebuah pemerintah daerah menyetujui kenaikan 100 persen untuk fasilitas rumah pejabat, sementara fasilitas dasar untuk rakyatnya seperti sekolah dan jalan dibiarkan terbengkalai? Inilah pertanyaan kritis yang muncul dari analisis Perbup 44/2023.

"Masih terlihat bangunan sekolah yang sangat tidak layak di beberapa tempat," tambah Yusfitriadi, menggambarkan kontras yang menyakitkan antara kebijakan dalam Perbup dengan realitas di lapangan.

Peraturan Bupati ini pada akhirnya bukan hanya sekumpulan pasal, tetapi sebuah cerminan dari kebijakan yang dinilai memunggungi kepentingan publik yang lebih luas.

Ia melegalkan sebuah kemewahan yang ironisnya dibiayai dari pajak rakyat yang kehidupannya justru jauh dari sejahtera.

Load More