News / Nasional
Kamis, 11 September 2025 | 08:47 WIB
Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito. [ist]
Baca 10 detik
  • Tim pencari fakta desak pengusutan pertanggungjawaban komando dalam kasus Affan
  • Petinggi polisi dinilai ikut bertanggung jawab atas keputusan teknis penggunaan rantis
  • Kompolnas dikritik karena dianggap membela polisi, bukan mengawasi secara independen
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Gugus Tugas Pencari Fakta Tim Advokasi untuk Demokrasi, mempertanyakan pertanggungjawaban komando dalam kasus meninggalnya Affan Kurniawan akibat dilindas kendaraan taktis atau rantis Brimob pada aksi unjuk rasa yang berlangsung di Jakarta pada 28 Agustus lalu.

Mereka memandang belum ada upaya untuk menagih pertanggungjawaban petinggi kepolisian dalam kasus Affan.

Sejauh ini, pihak yang baru dimintai pertanggungjawaban hanya menyasar pada aktor di lapangan.

"Tidak adanya terlihat inisiatif aparat penegak hukum untuk mengusut keterlibatan anggota kepolisian secara pidana serta menuntut pertanggungjawaban para pimpinan," kata Ketua IM57+Institute Lakso Anindito yang tergabung tim pencari fakta saat konferensi pers di Kantor KontraS, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Padahal, kata Lakso upaya untuk mengusut pertanggungjawaban komando sudah sangat terbuka lebar.

Dia merujuk pada pernyataan Kompol Cosmas Kaju Gae saat sidang etik yang secara tegas menyatakan dirinya hanya menjalankan perintah komandan.

"Nah, disinilah kita belum melihat adanya proses untuk mengusut pertanggungjawaban dalam konteks rantai komando terhadap atasan kepolisian yang bertanggung jawab di dalam proses tersebut," ujar Lakso.

Cosmas dalam peristiwa itu merupakan Danyon A Resimen IV Pasukan Pelopor Korbrimob Polri. Dia berada di dalam rantis yang melindas Affan.

Mobil rantis Brimob melindas ojol di Pejompongan, Jakarta Pusat saat aksi tolak DPR [Ist]

Dia duduk di samping Bripka Rohmad yang saat itu bertugas sebagai sopir.

Baca Juga: Kompolnas di Kasus Affan Dikritisi, Alih Lakukan Pengawasan, Malah jadi Jubir dan Pengacara Polisi!

Lakso menegaskan petinggi kepolisian harus bertanggung jawab, karena keputusan teknis dalam pengamanan unjuk rasa hingga penggunaan rantis diambil oleh petinggi kepolisian.

"Kita mengetahui bersama bahwa sebetulnya pimpinan kepolisian itu bertanggung jawab untuk memastikan juga sampai pada level teknis," kata Lakso.

"Harus sudah bagaimana rantis dikerahkan, bagaimana bagaimana rantis ditaruh di belakang? Bagaimana rantis ditetapkan di sebuah objek vital, tidak di depan. Ini semuanya bicara soal policy (kebijakan) yang diimplementasikan secara teknis."

Adapun pihak yang seharusnya menuntut pertanggungjawaban komando dalam kasus Affan adalah Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas.

Pasalnya, Kompolnas yang memiliki tugas dan wewenang mengawasi kepolisian.

Namun, sayangnya, kata Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana yang juga tergabung dalam tim pencari fakta, Kompolnas justru menjadi juru bicara atau pengacara polisi.

"Dan memang itu kritik yang bukan hal baru ya buat Kompolnas. Karena setiap kali memang Kompolnas ini jadi juru bicara, jadi advokatnya polisi dalam berbagai kasus," kata Arif.

Hal itu tergambar dari pernyataan-pernyataan Kompolnas menyebut Affan terjatuh terlebih dahulu sebelum dilindas rantis hingga menyebut adanya blind spot atau titik buta.

"Saya kira, ini lagi-lagi melenceng dari peran mereka," kata Arif.

Untuk diketahui, Gugus Tugas Pencari Fakta Tim Advokasi untuk Demokrasi terdiri dari sejumlah kelompok masyarakat sipil seperti YLBHI, LBH Jakarta, KontraS, IM57+Institute, hingga ICJR.

Load More