News / Nasional
Kamis, 23 Oktober 2025 | 17:06 WIB
Mantan Calon Gubernur DKI Jakarta Dharma Pongrekun. (ANTARA/Lifia Mawaddah Putri).
Baca 10 detik
  • Dharma mengingatkan bahwa reformasi Polri merupakan bagian langsung dari gelombang reformasi nasional tahun 1998.
  • Ia juga menilai pola hubungan tersebut membuat Polri mudah dijadikan alat kekuasaan.
  • Menurutnya, reformasi tidak boleh berhenti di tataran simbolik, tetapi harus menjadi gerakan struktural dan substansial.

Suara.com - Mantan Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri, Dharma Pongrekun, menilai wacana reformasi Polri yang kini digaungkan kembali harus dilihat secara lebih luas dan mendalam.

Menurutnya, permasalahan dalam tubuh Polri tidak bisa diselesaikan secara parsial, melainkan harus dimulai dari perbaikan sistem politik dan pemerintahan nasional.

“Apakah reformasi hanya sebagai jargon atau menjadi solusi?,” tanya Dharma dalam Podcast Refly Harun, dikutip Kamis (23/10/2025).

Menurutnya, reformasi tidak boleh berhenti di tataran simbolik, tetapi harus menjadi gerakan struktural dan substansial.

Menjelaskan latar belakangnya, Dharma mengingatkan bahwa reformasi Polri merupakan bagian langsung dari gelombang reformasi nasional tahun 1998.

“Reformasi Polri disebut sebagai anak kandung reformasi. Karena memang agendanya, agenda global pada saat itu adalah bagaimana mereform masalah keamanan," kata dia.

Ia menambahkan, pemisahan Polri dari ABRI pada masa itu bukan semata kehendak rakyat, tetapi juga didorong oleh tekanan global.

“Namun seringkali kita tidak menyadari bahwa dorongan yang kuat ini juga ada kekuatan faktor asing yang mendorong. Contohnya krisis ekonomi pada saat itu,” kata Dharma.

World Bank mendorong supaya terjadinya kepastian hukum bagi investor asing, sehingga Polri harus keluar,” lanjutnya.

Baca Juga: Istana Bantah Kabar Sebut Listyo Sigit Setor Nama Komite Reformasi Polri ke Presiden Prabowo

Bahkan, menurutnya, terdapat organisasi internasional seperti International Crisis Group dan Security Sector Reform.

“Kita menjadi laboratorium bagi mereka untuk menjalankan reformasi di bidang keamanan,” ungkapnya.

Usai pemisahan dari ABRI, Polri kata dia ditempatkan langsung di bawah Presiden. Menurut Dharma, hal ini menimbulkan masalah baru karena menciptakan sistem yang sangat terpusat.

Centralized System of Policing itu terpusat, karena dikendalikan oleh pemerintah pusat,” ujarnya.

Padahal, katanya, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang menegaskan bahwa Polri adalah alat negara, bukan alat pemerintah.

Ia juga menilai pola hubungan tersebut membuat Polri mudah dijadikan alat kekuasaan.

Load More