News / Nasional
Jum'at, 24 Oktober 2025 | 11:34 WIB
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan keterangan di Bandung. (ANTARA/Ricky Prayoga)
Baca 10 detik
  • Dedi mengatakan simpan APBD bentuk giro paling aman walau bunga rendah.
  • Dedi tak menampik adanya praktik penyimpanan dana daerah dalam bentuk "deposito on call" di beberapa daerah.
  • Dedi menekankan bahwa deposito jenis ini bersifat fleksibel, dapat dicairkan kapan pun untuk kebutuhan pembangunan mendesak.

Suara.com - Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut penyimpanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk giro merugikan, langsung ditanggapi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) menegaskan, bagi Pemprov Jabar, giro adalah pilihan paling aman dan transparan, meskipun suku bunganya tergolong rendah.

"Kalau hari ini juga nyimpan di giro juga dianggap rugi, ya barangkali tidak mungkin juga kan pemerintah daerah nyimpan uang di kasur atau di lemari besi kan. Itu justru lebih rugi lagi," tegas Dedi di Bandung, Jumat (24/10/2025).

Dedi tak menampik adanya praktik penyimpanan dana daerah dalam bentuk "deposito on call" di beberapa daerah. Ia menjelaskan, "Memang di provinsi, di kabupaten kota, ada yang disebut dengan penyimpanan deposito on call. Yaitu uang yang tersedia di kas daripada di giro sangat rendah bunganya, lebih baik disimpan di deposito."

Namun, Dedi menekankan bahwa deposito jenis ini bersifat fleksibel, dapat dicairkan kapan pun untuk kebutuhan pembangunan mendesak.

"Kemudian bunganya itu menjadi pendapatan lain-lain yang itu juga bisa menjadi modal pembangunan pemerintah daerah, tidak lari ke perorangan kembali lagi ke kas daerah," kata dia.

Secara khusus, Dedi memastikan dana kas daerah Jawa Barat dikelola di Bank Jabar Banten (BJB) dalam bentuk giro. Keputusan ini didasari prinsip kehati-hatian (prudent) dalam membiayai proyek. Ia mencontohkan proyek pembangunan jalan senilai Rp1 triliun yang dibayarkan secara bertahap melalui tiga termin.

"Yang Rp1 triliun itu tidak langsung dibayarkan begitu kontrak dibayarkan. Maka dibagi menjadi tiga termin. Ada termin pertama biasanya 20-30 persen, kemudian termin kedua, termin ketiga," jelasnya.

Sistem termin pembayaran ini, kata Dedi, esensial untuk mengendalikan pembangunan. "Kalau diberikan uang langsung, bagaimana kalau nanti uangnya diserap tapi pekerjaannya tidak ada? Ini akan menjadi masalah hukum bagi penyelenggara kegiatan seperti kepala PU," paparnya.

Baca Juga: KDM Sebut Dana Pemda Jabar di Giro, Menkeu Purbaya: Lebih Rugi, BPK Nanti Periksa!

Pemprov Jabar kata dia, berkomitmen penuh menggunakan anggaran untuk kegiatan pembangunan yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Dedi optimis saldo kas daerah Jawa Barat pada akhir tahun 2025 bisa turun signifikan seiring percepatan penyerapan anggaran.

"Kalau hari ini masih ada angka Rp2,5 triliun, nanti di tanggal 30 Desember jumlah itu akan menyusut. Saya berharap saldonya bisa di bawah angka Rp2,5 triliun. Tidak di bawah angka Rp50 miliar. 'Nuhun-nuhun' kalau saldonya 0," pungkasnya.

Upaya ini, menurut Dedi, sudah tepat, terbukti dari penilaian Kemendagri yang menempatkan Jabar sebagai provinsi dengan serapan belanja dan pendapatan tertinggi di Indonesia.

Polemik ini bermula dari pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Purbaya menyoroti bahwa sebagian dana APBD yang mengendap di daerah justru dalam bentuk giro, bukan deposito. Menurutnya, ini lebih merugikan bagi keuangan daerah.

"Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposito tapi di giro, malah lebih rugi lagi. Bunganya lebih rendah kan. Kenapa di giro? Pasti nanti akan diperiksa BPK itu," kata Purbaya di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kamis (23/10).

Load More