-
Mahfud MD menegaskan dugaan mark up proyek kereta cepat Whoosh harus diselidiki secara hukum.
-
Ia mengungkap klausul pinjaman China berpotensi menjerat Indonesia dalam risiko gagal bayar.
-
Mahfud menyerukan agar kontrak internasional diawasi ketat demi mencegah penyalahgunaan kekuasaan berulang.
Suara.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa dugaan mark up dalam proyek pengadaan kereta cepat Jakarta–Bandung Whoosh harus ditangani melalui jalur hukum.
Menurut Mahfud, membengkaknya biaya proyek serta meningkatnya utang kepada China tidak bisa sepenuhnya disalahkan pada Beijing.
Sebab, kerja sama pendanaan antara Indonesia dan China sudah diatur dalam kontrak pinjaman yang disepakati kedua negara.
Mahfud mengutip hasil penelitian Deutsche Welle bertajuk 'China’s Secret Loans to Developing Nations Problems' (31 Maret 2021) yang menyebut bahwa banyak kontrak pinjaman China dengan negara berkembang memiliki klausul kerahasiaan tinggi.
“Pemberi pinjaman dalam hal ini bank-bank China mempengaruhi kebijakan ekonomi dan luar negeri negara-negara peminjam. Tiga, dari 90 persen kontrak yang diteliti, ternyata berisi ketentuan bahwa China dapat mengakhiri kontrak dan menuntut pengembalian jika terjadi perubahan kebijakan atau perubahan hukum yang signifikan di negara-negara peminjam,” kata Mahfud dalam video yang diunggah di kanal YouTube miliknya, dikutip Sabtu (25/10/2025).
Ia menjelaskan, terdapat pula ketentuan yang mewajibkan negara peminjam memberi prioritas kepada bank China atas kreditur lain jika terjadi pailit atau restrukturisasi.
Selain itu, pemutusan hubungan diplomatik dapat membuat negara peminjam dianggap wanprestasi.
“Yang keenam, dari dokumen kontrak yang diteliti, itu ada sebanyak 30 persen yang memuat ketentuan bahwa negara peminjaman atau debitur wajib menyetor agunan di tempat khusus yang dipegang oleh pemerintah China. Jika terjadi kebangkrutan, maka pihak China bisa menyita aset yang diagunkan itu,” tutur Mahfud.
Mahfud menilai klausul tersebut berpotensi menempatkan Indonesia pada posisi berisiko seperti Sri Lanka, yang kehilangan kendali atas pelabuhannya akibat gagal bayar pinjaman ke China.
Baca Juga: Awal Mula Whoosh Masuk Indonesia: Gegara Jokowi Terpukau Xi Jinping, Berujung Utang Triliunan
“Terakhir, rahasia adalah paling penting dalam kontrak-kontrak dengan China. Hutang pemerintah dianggap hutang rakyat dan sepertinya rakyat tidak boleh meminta pertanggungjawaban pemerintahnya terlebih dahulu untuk menyelesaikan kontrak sesuai dengan isi perjanjian dan semua yang dijaminkan,” ungkap Mahfud.
Kendati demikian, Mahfud menilai tidak adil jika seluruh kesalahan dibebankan kepada China.
Menurutnya, Beijing memiliki hak untuk menyusun kontrak berdasarkan kepentingan nasionalnya, sebagaimana diatur dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan ketentuan World Trade Organization (WTO).
“Oleh sebab itu, jika kita kalah dalam pembuatan kontrak yang kemudian mencekak, tentu kita tidak dapat hanya menyalahkan China, melainkan bisa menganggap bahwa pihak kita tidak becus memegang kebebasan setara dalam berkontrak dan abai terhadap kepentingan nasional sendiri. Bahkan, mungkin saja koruptif seperti yang didugakan sampai saat ini. Inilah perlunya penyelidikan atas kasus ini,” tegas Mahfud.
Ia menekankan, penyelesaian dugaan mark up proyek Whoosh harus dilakukan tidak hanya secara politik, tetapi juga melalui jalur hukum, agar praktik penyalahgunaan kekuasaan tidak terus berulang lintas pemerintahan.
“Kasus ini harus diselesaikan bukan hanya secara politik, tetapi juga hukum. Tujuannya adalah agar ke depannya tidak terjadi lagi hal yang seperti ini, agar tidak ada penggunaan kewenangan yang bergeser menjadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power yang diwariskan dari periode pemerintahan ke periode pemerintahan berikutnya,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tragedi Prada Lucky: Sidang 22 Seniornya Digelar, Sang Ibu Tuntut Keterbukaan
-
Terbang ke Kualalumpur, Selain Gaza, Isu 'Nuklir' Jadi Bahasan Panas Prabowo di KTT ASEAN
-
'Cuma Omon-omon?' Refly Harun Skeptis Prabowo Bisa Lepas dari Pengaruh Jokowi
-
Siap-siap, Sidang Dimulai: KPK Limpahkan Berkas Eks Kadis PUPR Sumut ke Jaksa
-
PDIP Gagas Sumpah Pemuda Baru, Ini Kata Hasto Kristiyanto
-
Airbus A400M Milik TNI AU Akan Bermarkas di Halim
-
BNI Lepas 27.300 Pelari di Wondr JRF 2025 untuk Dorong Ekonomi Hijau dan Gaya Hidup Sehat
-
Hasto Kristiyanto: Dorong Kebangkitan Ekonomi Maritim dan Desa Wisata Indonesia
-
Indonesia Sambut Timor Leste, Anggota Paling Bungsu ASEAN
-
Warga Susah Tidur Gegara Suara Musik, Satpol PP Angkut Belasan Speaker Milik PKL di Danau Sunter