- Pemerintah dan DPR dinilai tutup mata terkait sejarah kelam Soeharto pasca namanya diusulkan mendapat gelar pahlawan
- Indonesia pun diminta belajar dari Jerman yang tidak pernah memberikan gelar pahlawan kepada pemimpin Nazi, Adolf Hitler atas tindakan genosida.
- Menbud Fadli Zon pun ikut disindir atas ucapannya kontroversialnya.
Suara.com - Pemerintah dan DPR dinilai tutup mata terkait sejarah kelam Soeharto selama memimpin orde baru. Kritikan itu datang dari koalisi masyarakat sipil yang menyerukan penolakan terhadap usulan gelar pahlawan kepada Soeharto.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memberikan kritikan pedas kepada DPR dan pemerintah karena dianggap mengabaikan kejahatan Soeharto selama menjadi presiden termasuk adanya pembredelan kepada pers.
“DPR buta dan tuli karena sama seperti menteri. Bukti-buktinya banyak, kalau akal sehat sih kan dengan mudah sekali. Ini kami dari sektor kebebasan berekspresi dan pers. Ini mempermalukan dirinya sendiri,” kritik Sekretaris Jenderal AJI, Bayu Wardana dikutip pada Sabtu (8/11/2025).
Dia menganggap Soeharto tak layak mendapat gelar pahlawan karena memiliki setumpuk dosa selama berkuasa. Bahkan, nama Soeharto pun disamakan dengan pemimpin Nazi di Jerman, Adolf Hitler.
Menurutnya, Indonesia mestinya berkaca dengan Jerman karena tidak pernah memberikan ruang kepada Adolf Hitler atas kejahatannya, termasuk tindakan genosida.
“Jerman mana pernah ada usulan Hitler jadi pahlawan? Bahkan di sekolah-sekolah dibikin museum diajarkan bahwa bangsa Jerman pernah punya masa kegelapan dan jangan sampai itu terjadi lagi. Ini kalau Soeharto jadi pahlawan bahayanya kan pasti masuk buku pelajaran,” bebernya.
Lebih lanjut, Bayu pun mengungkit laporan 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui oleh Jokowi saat menjabat sebagai presiden.
“Jokowi kan sudah mengakui ada 12 pelanggaran HAM itu termasuk 1965. Mau bukti apa lagi?” ungkapnya.
Dia pun merasa khawatir jika Soeharto diberi gelar pahlawan, maka kejahatan masa lalunya akan terlupakan oleh generasi muda.
Baca Juga: Rezim Bredel Media, Usulan Gelar Pahlawan Soeharto Berbahaya Bagi Demokrasi dan Kebebasan Pers!
“Kalau sebuah masa gelap tidak pernah diakui, maka akan terulang lagi. Ini yang kami khawatirkan juga, jangan sampai ini kita kayak kembali ke belakang. Reformasi kemudian dibajak dan kita mundur ke belakang kembali ke masa 70an, 80an, 90an. Sangat bisa terjadi,” ucap Bayu.
Senada dengan AJI, peneliti ELSAM Octania Wynn turut menyerukan penolakan terkait wacana pemerintah memberi gelar pahlawan kepada Soeharto. Dia pun membeberkan dosa-dosa Soeharto selama 32 tahun berkuasa, dari mulai jejak pelanggaran ham berat di masa lalu, pembredelan kebebasan pres hingga menjamurnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Yang keempat, juga perlu disadari bahwa berdasarkan UU tahun 2020, tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Penghormatan, Soeharto tidak dapat mewakili beberapa persyaratan terkait nilai-nilai terutama dalam hal nilai kemanusiaan, nilai keadilan, kerakyatan, dan integritas moral serta keteladanan,” ujarnya.
Dia pun ikut menyindir Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon karena dianggap tutup mata atas fakta sejarah kelam Soeharto. Buntut dari pernyataannya itu, Fadli Zon pun diminta untuk memperbanyak literasi soal sejarah Indonesia.
"Kami menilai bahwa apa yang disampaikan Fadli Zon beberapa hari lalu merupakan bentuk tutup mata dan moral yang terus tidak berjalan. Karena kita dengan sangat mudah untuk bertemu dan melihat korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu, di tahun 1965 misalnya, di Aksi Kamisan,” bebernya.
Berita Terkait
-
Rezim Bredel Media, Usulan Gelar Pahlawan Soeharto Berbahaya Bagi Demokrasi dan Kebebasan Pers!
-
Legislator PDIP: Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan, Rekam Jejaknya Terlalu Kelam!
-
Justru Setuju, Jokowi Santai Usulan Gelar Pahlawan Soeharto Tuai Protes: Pro-Kontra Biasa
-
Muhammadiyah Tolak Keras Gelar Pahlawan, Gus Mus Ungkit 'Dosa' Soeharto ke Kiai Ponpes
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Banyak Siswa SMAN 72 Korban Bom Rakitan Alami Gangguan Pendengaran, 7 Dioperasi karena Luka Parah
-
OTT di Ponorogo, KPK Tangkap Bupati Sugiri Sancoko, Sekda, hingga Adiknya
-
Istana Buka Suara Soal Pro dan Kontra Usulan Soeharto Jadi Pahlawan
-
Tiba di KPK, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Bungkam Soal OTT Terkait Jual Beli Jabatan
-
Prabowo Siap Beri 1,4 Juta Hektare Hutan ke Masyarakat Adat, Menhut Raja Juli Ungkap Alasannya!
-
Rezim Bredel Media, Usulan Gelar Pahlawan Soeharto Berbahaya Bagi Demokrasi dan Kebebasan Pers!
-
OTT Bupati Ponorogo, PDIP Hormati Proses Hukum KPK, Bakal Ambil Keputusan Jika Sudah Tersangka
-
Indonesia Tegaskan Dukung Penuh Inisiatif Brasil untuk Konservasi Hutan Tropis
-
KPK Ngaku Amankan 13 Orang dalam OTT DI Jatim, Termasuk Bupati Ponorogo
-
Kapolri Ungkap Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta Jalani Operasi