News / Nasional
Senin, 10 November 2025 | 11:06 WIB
Presiden Prabowo resmi memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. (Bidik layar kanal YouTube Sekretariat Presiden)
Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo Subianto secara resmi menetapkan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional pada Hari Pahlawan, 10 November 2025, melalui Keppres Nomor 116/TK Tahun 2025
  • Penganugerahan gelar diterima langsung oleh perwakilan keluarga Cendana, yaitu Titiek Soeharto dan Bambang Trihatmodjo, dalam sebuah upacara kenegaraan di Istana
  • Keputusan ini memicu polemik luas, di mana sebagian masyarakat mengapresiasi jasa pembangunan Soeharto, sementara aktivis HAM, korban Orde Baru, dan beberapa tokoh agama menolak keras karena catatan kelam pelanggaran HAM dan KKN selama 32 tahun kepemimpinannya

Suara.com - Momen bersejarah sekaligus kontroversial terjadi di Istana Negara hari ini, Senin (10/11/2025). Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan. Keputusan ini mengakhiri perdebatan panjang puluhan tahun mengenai status kepahlawanan sang 'Bapak Pembangunan'.

Dipantau dari siaran langsung kanal YouTube Sekretariat Presiden, prosesi penganugerahan berlangsung khidmat, di mana keluarga Cendana, termasuk Titiek Soeharto dan Bambang Trihatmodjo, hadir langsung untuk menerima penghargaan. Gelar ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Prabowo menyerahkan plakat penghargaan secara simbolis kepada Bambang Trihatmodjo, menandai pengakuan resmi negara atas jasa-jasa Soeharto.

Soeharto, yang berkuasa selama 32 tahun sejak era Surat Perintah 11 Maret 1966 hingga tumbang oleh gelombang reformasi pada 1998, menjadi satu dari sepuluh tokoh yang mendapat gelar pahlawanan tahun ini.

Tokoh lain yang juga ditetapkan sebagai pahlawan nasional antara lain Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), aktivis buruh Marsinah, dan tokoh NU Syaikhona Muhammad Kholil.

Namun, penetapan ini tak berjalan mulus dan mengundang gelombang pro dan kontra di tengah masyarakat. Kritik tajam datang dari berbagai kalangan yang menyoroti sisi kelam era Orde Baru, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta pemberangusan demokrasi.

Salah satu suara penolakan paling keras datang dari Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS).

"Hari ini Kemensos lewat menterinya juga sudah mengirimkan usulan nama yang diserahkan kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Tentu ini sebuah langkah yang mengecewakan tapi juga tidak mengagetkan," ujar Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya.

Kritik serupa juga dilontarkan oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, yang menolak keras usulan tersebut. Ia mengenang perlakuan tidak adil yang dialami banyak ulama pesantren dan warga NU selama rezim Soeharto berkuasa.

Baca Juga: Jenderal Soedirman Lebih dari Sekadar Panglima, Ini Teladan yang Generasi Muda Harus Tahu!

"Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional," tegas Gus Mus di kediamannya di Rembang, Jawa Tengah.

Load More