News / Nasional
Senin, 10 November 2025 | 14:23 WIB
Ilustarsi tus perusahaan tambang melintas. (ist/freepik)
Baca 10 detik
  • Melky mengatakan, pola operasi perusahaan di wilayah itu tidak berdiri sendiri.
  • Menurutnya, ada jaringan yang didesain secara sistematis oleh korporasi dengan melibatkan berbagai aktor kekuasaan di daerah.
  • Ia mengatakan apa yang terjadi di Maba Sangaji bukan sekadar persoalan lokal.

Suara.com - Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar, menyoroti adanya dugaan kolusi antara perusahaan tambang, birokrasi lokal, hingga politisi dalam konflik yang terjadi di Halmahera Timur.

Ia menyebut praktik tersebut menjadi salah satu penyebab utama kesulitan warga di sekitar wilayah pertambangan, khususnya di Mabasya Ngaji dan sekitarnya.

Melky mengatakan, pola operasi perusahaan di wilayah itu tidak berdiri sendiri.

Menurutnya, ada jaringan yang didesain secara sistematis oleh korporasi dengan melibatkan berbagai aktor kekuasaan di daerah.

“Soal aktor-aktor yang sangat berpengaruh di balik kedua perusahaan, tapi soal jajaring operasi yang didesain secara sistematis oleh korporasi, yang kemudian bersekongkol dengan birokrasi lokal tadi, termasuk politisi sampai kemudian ormas. Ini memang yang menyulitkan warga Maba Sangaji dan sekitarnya,” ujar Melky dalam salam webinar, Senin (10/11/2025).

Ia menilai, situasi tersebut membuat warga di wilayah terdampak harus memperkuat solidaritas internal. Salah satu caranya, kata Melky, dengan memperkuat lembaga adat agar tidak mudah dipecah oleh kepentingan perusahaan dan politik lokal.

“Dengan situasi itu, mungkin kemudian kerja-kerja memperkuat solidaritas internal, termasuk memperkuat lembaga adat itu sendiri di Maba Sangaji dan sekitarnya, itu tetap mesti dilakukan,” lanjutnya.

Ia menjelaskan, mayoritas warga di dua desa terdampak menggantungkan hidupnya pada tanah, hutan, dan air.

Sementara sektor tambang, menurutnya, tidak memberikan jaminan kesejahteraan jangka panjang bagi masyarakat setempat.

Baca Juga: OC Kaligis Sebut Sidang Sengketa PT WKM dan PT Position Penuh Rekayasa, Ini Alasannya

“Mayoritas warga yang ada di dua desa itu dan sekitarnya, itu mata pencariannya sangat bergantung terhadap tanah dan hutan serta air. Jadi alat produksi utamanya di sana bukan justru di tambang yang dia tidak menjanjikan kesejahteraan di masa depan,” kata Melky.

Melky juga menyoroti bagaimana pemerintah dan perusahaan seringkali menggunakan pendekatan keamanan yang represif ketika warga menunjukkan penolakan atau perlawanan terhadap aktivitas tambang.

Ia menyebut, tindakan itu memperparah kerentanan sosial di masyarakat.

“Ketika terjadi resistensi, ketika terjadi ada keluhan dan segala macarnya, upaya kolektif perlawanan di level tapak justru dipecah-pecah begitu oleh si negara dan korporasi. Kemudian justru pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan keamanan yang cenderung represif,” tegasnya.

Ia menutup dengan menyoroti pentingnya membangun solidaritas lintas komunitas dan wilayah di Halmahera, agar masyarakat tidak terus-menerus dipaksa berhadap-hadapan akibat kepentingan tambang.

Menurutnya, apa yang terjadi di Maba Sangaji bukan sekadar persoalan lokal, melainkan gambaran persoalan yang lebih besar di Maluku Utara.

Load More