News / Nasional
Rabu, 12 November 2025 | 18:28 WIB
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu. [Suara.com/Lilis]
Baca 10 detik
  • Pribudiarta mengingatkan perlunya perhatian serius agar penurunan ini tidak semata-mata karena pergeseran bentuk perkawinan
  • Perkawinan anak diketahui masuk pada daftar 15 masalah yang dihadapi anak-anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
  • Pribudiarta mengungkapkan kalau penanganan satu kasus kekerasan anak di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) memakan banyak biaya

Suara.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat penurunan signifikan angka perkawinan anak di Indonesia.

Deputi Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, menyebutkan bahwa sebelumnya jumlah perkawinan anak mencapai lebih dari 10 persen pada perempuan usia di bawah 18 tahun.

"Kini terjadi penurunan cukup signifikan pada tahun 2024 sekitar 5,9 persen. Jadi sebenarnya perkembangannya cukup baik," kata Pribudiarta dalam acara Diseminasi Perempuan dan Perkawinan Anak di Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Meski begitu, Pribudiarta mengingatkan perlunya perhatian serius agar penurunan ini tidak semata-mata karena pergeseran bentuk perkawinan dari yang tercatat secara resmi menjadi perkawinan siri yang tidak diakui negara.

"Tapi memang kita perlu diskusi yang lebih mendalam terutama terkait untuk memastikan bahwa perkawinan itu kemudian tidak berubah dari perkawinan yang formal jadi perkawinan siri misalnya," ujarnya.

Perkawinan anak diketahui masuk pada daftar 15 masalah yang dihadapi anak-anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

Lainnya, kata Pribudiarta, masalah pada anak juga meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga masalah sosial.

Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 oleh Kementerian PPPA menunjukan kalau 1 dari 2 anak-anak berpotensi alami kekerasan.

Sementara itu, Pribudiarta mengungkapkan kalau penanganan satu kasus kekerasan anak di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) memakan banyak biaya.

Baca Juga: Di DPR, Menteri Agama Ungkap Angka Perceraian di Indonesia Turun

"Bandingan dengan survei 1 dari 2 anak yang berpotensi alami kekerasan. Anak kita ada 80 jutaan, gak cukup tuh berarti anggaran kalau semua menuntut hak. Makanya tindakan pencegahan adalah paling efektif, efisien. Agar mereka tidak jadi korban," kata Pribudiarta.

Menurutnya juga menangani kasus kekerasan pada anak tidak cukup hanya dari sisi penegakan hukum.

Karena pada saat itu anak telah menjadi korban. Melainkan yang harus dilakukan negara juga masyarakat ialah dengan mencegah anak tidak sampai menjadi korban kekerasan dari siapa pun.

"Makanya penting edukasi keluarga, masyarakat untuk membangun kesadaran bersama melindungi anak-anak," pungkasnya.

Load More