- Asfinawati menilai dalih Kejaksaan Agung soal bukti lemah tidak masuk akal.
- Ia menuding motif politik menjadi penghambat utama penuntasan kasus HAM.
- Komnas HAM juga didorong untuk lebih gencar mengedukasi publik mengenai perannya.
Suara.com - Praktik penolakan berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat oleh Kejaksaan Agung dengan alasan bukti yang tidak cukup kuat, menuai kritik tajam dari para pegiat hak asasi manusia.
Pengacara HAM, Asfinawati, menilai dalih tersebut merupakan kekeliruan persepsi yang fundamental, dan bahkan berpotensi didasari motif politik melanggengkan impunitas.
Menurut Asfinawati, kinerja penyelidikan yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) selama ini seringkali dipandang sebelah mata.
Padahal, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, peran dan wewenang antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung sudah terdefinisi dengan sangat jelas.
Komnas HAM, dalam mandatnya, hanya bertugas sebagai penyelidik.
Tugas ini secara spesifik bertujuan untuk menentukan apakah sebuah peristiwa dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana pelanggaran HAM berat atau tidak.
“Penyelidikan itu mencari dan menemukan suatu peristiwa untuk diduga apakah untuk dapat ditentukan ini bisa disidik atau tidak. Jadi menemukan sebuah tindak pidana itu adalah tugas penyelidikan,” kata Asfinawati, saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Setelah Komnas HAM merampungkan tugas penyelidikannya dan menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana, bola kemudian beralih ke Kejaksaan Agung yang berperan sebagai penyidik.
Di sinilah, menurut Asfinawati, letak kesalahpahaman yang terus-menerus terjadi.
Baca Juga: Jadi Lingkaran Setan Kekerasan, Kenapa Pelanggaran HAM di Indonesia Selalu Terulang?
Sebagai penyidik, Kejaksaan Agung seharusnya bertugas untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti yang kuat untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan, bukan sekadar menolak hasil penyelidikan Komnas HAM.
Ia mempertanyakan logika di balik sikap Kejaksaan Agung yang selama ini seolah melempar kembali tanggung jawab pembuktian kepada Komnas HAM.
“Jadi kalau Kejaksaan Agung selalu bilang bukti yang dikumpulkan Komnas HAM tidak baik, jadi dia sudah ngomong kepada siapa? Bukankah tugas Kejaksaan Agung sendiri mencari bukti? Apakah mereka tidak bisa baca? Tidak mungkin,” jelasnya dengan tegas.
Asfinawati menduga, sikap bolak-balik berkas ini bukanlah sekadar masalah teknis yuridis, melainkan sebuah manuver politis.
Ia menyoroti pola yang terus berulang dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya, di mana tidak ada satu pun kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang benar-benar dituntaskan secara adil.
“Ini pasti politik, karena dari presiden satu ke presiden lainnya tidak pernah ada kasus HAM yang betul-betul tuntas,” katanya.
Berita Terkait
-
Jadi Lingkaran Setan Kekerasan, Kenapa Pelanggaran HAM di Indonesia Selalu Terulang?
-
Fakta Kelam Demo Agustus: 3.337 Orang Ditangkap dan Ada yang Tewas, Rekor Baru Era Reformasi?
-
Asfinawati Sebut Penegakan HAM di Indonesia Penuh Paradoks, Negara Pelanggar Sekaligus Penegak!
-
Komnas HAM Dorong Revisi UU untuk Atasi Pelanggaran HAM, Diskriminasi, dan Kekerasan Berbasis Gender
-
Komnas HAM: Gelar Pahlawan Soeharto Cederai Sejarah Pelanggaran HAM Berat dan Semangat Reformasi
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- Terbongkar dari Tato! Polisi Tetapkan Pria Lawan Main Lisa Mariana Tersangka Kasus Video Porno
- Buntut Tragedi SMA 72 Jakarta, Pemerintah Ancam Blokir Game Online Seperti PUBG
Pilihan
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
-
Keuangan WIKA 'Berlumur Darah' Imbas Whoosh, Bosnya Pasrah Merugi
-
Respons Berkelas Dean James usai Bikin Gol Spektakuler ke Gawang Feyenoord
-
Pahitnya Niat Baik: Guru Dipecat Karena Kumpulkan Rp20 Ribu untuk Gaji Honorer
-
Pemerintah Mau 'Bebaskan' Reynhard Sinaga, Predator Seksual Terkejam di Sejarah Inggris
Terkini
-
Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Bareskrim, Organisasi Sayap PDIP Singgung Pembungkaman Suara Kritis
-
Dipolisikan Buntut Ucapan Soeharto Pembunuh Rakyat, Ribka PDIP Tak Gentar: Dihadapi Saja
-
Diprotes Dewan, Pramono Bantah Ada Pemangkasan Anggaran Subsidi Pangan di 2026
-
Prabowo Terima Kunjungan Mantan PM Australia di Hotel Tempat Menginap, Ini yang Dibahas
-
Angka Perkawinan Anak Turun Jadi 5,9 Persen, KemenPPPA Waspadai Perubahan ke Nikah Siri
-
Jadi Lingkaran Setan Kekerasan, Kenapa Pelanggaran HAM di Indonesia Selalu Terulang?
-
Tindak Setegas-tegasnya! Geram Gubernur Pramono Soal 3 Karyawan Transjakarta Dilecehkan
-
Panas di Senayan: Usulan BPIP Jadi Kementerian Ditolak Keras PDIP, Apa Masalahnya?
-
Ahmad Luthfi Komitmen Berikan Pemberdayaan Kepada Perempuan
-
Ribka Dilaporkan ke Bareskrim soal Ucapan Soeharto Pembunuh, Pelapor Ada Hubungan dengan Cendana?