- Peneliti politik dari Universitas Padjadjaran, Cusdiawan, menilai pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka perlu melakukan evaluasi besar, bukan hanya reshuffle kabinet.
- Ia menyoroti lemahnya kebijakan di sektor transisi energi dan kemandirian pangan, serta stagnasi ruang kebebasan sipil.
- Cus menekankan pentingnya visi pembangunan yang kuat, industrialisasi padat karya, dan pembatasan arus modal agar pertumbuhan ekonomi lebih berkualitas.
Suara.com - Satu tahun lebih usia pemerintahan, Presiden Prabowo Subianto dinilai perlu melakukan banyak evaluasi. Apakah evaluasi tersebut dalam bentuk perombakan kabinet (reshuffle) atau lainnya, Peneliti Pusat Studi Politik dan Demokrasi Universitas Padjadjaran, Cusdiawan memiliki pandangan.
Menurut Cus, memang masih banyak hal yang perlu untuk terus dievaluasi, baik oleh internal pemerintah sendiri maupun dari pihak eksternal. Ia berujar evaluasi bertujuan untuk membuat kinerja pemerintah lebih maksimal termasuk dalam menunaikan janji-janji politik Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang yang terafiliasi dengan International Political Science Association (IPSA) ini, mencatat beberapa isu yang dirasa perlu menjadi perhatian serius pemerintahan Prabowo, di antaranya permasalahan transisi energi dan kemandirian pangan.
Menurutnya, belum terlihat jelas keseriusan pemerintah terhadap dua sektor tersebut. Selain itu, ia menyoroti belum adanya inovasi kebijakan dari pemerintah di isu transisi energi dan kemandirian pangan.
"Misalnya saja, kegiatan ekstraktif masih menjadi salah satu tumpuan yang menopang perekonomian kita, dan langkah untuk menguatkan kemandirian pangan seperti food estate ataupun perluasan area persawahan justru menghadirkan ekslusi bagi masyarakat sekitar dan mengancam keseimbangan ekosistem," kata Cus kepada Suara.com, Kamis (13/11/2025).
Kendati demikian, dalam persoalan pangan, Cus menilai positif langkah Prabowo untuk menurunkan harga pupuk.
Selain dua sektor di atas, Cus turut menyoroti masalah ruang kebebasan sipil dan politik. Ia berujar ruang kebebasan sipil dan politik tidak mengalami perbaikan dibanding periode kepemimpinan sebelumnya. Hal itu, kata Cus, dibuktikan salah satunya dengan catatan tindakan represif aparat.
“Kita perlu menunggu komitmen pemerintah saat ini misalnya dalam keseriusan mendorong reformasi Polri dan tidak sekadar menjadi wacana dari waktu ke waktu yang tanpa perbaikan berarti," kata Cus.
Tak Sekadar Reshuffle
Baca Juga: Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, ICJR: KUHAP Lemah, Kriminalisasi Makin Ganas!
Sementara itu menjawab perlu tidaknya perombakan kabinet untuk memperbaiki sektor-sektor yang menjadi sorotan di pemerintahan Prabowo, Cus mengatakan yang diperlukan ke depan, bukan hanya pergantian menteri-menteri teknis ataupun pejabat yang kinerjanya kurang memuaskan.
Lebih dari itu, ia mengatakan hal yang paling utama yang harus dilakukan Istana adalah visi pembangunan yang solid dari pemimpin, mulai dari komitmen, serta kerja sama lintas sektor untuk mencapai visi tersebut.
“Saya rasa pemimpin yang memiliki visi pembangunan yang solid itu penting, termasuk komitmennya untuk mengatasi tantangan struktural yang ada. Dalam kedaulatan pangan, misalnya diperlukan cara pandang yang menghindari bias urban yang memang sudah menjadi masalah klasik. Pun masalah transisi energi yang berkaitan dengan cara pandang pemerintah dalam melihat pembangunan yang tidak sekadar sebagai bernilai ekonomis, tetapi juga harus memperhatikan keseimbangan ekosistem," tutur Cus.
"Juga kesadaran pemerintah bahwa kebebasan sipil dan politik adalah hal yang esensial dan prinsipil dalam sebuah negara hukum modern," sambungnya.
Ia menyarankan agar pemerintah dapat semakin memperkokoh industrialisasi, selain padat modal agar bangsa bisa memiliki daya saing tinggi dalam globalisasi, juga padat karya untuk memperluas akses terhadap lapangan kerja.
Ia berpandangan deindustrialisasi hanya akan membawa Indonesia kepada ilusi untuk menjadi negara maju.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Hendra Kurniawan Batal Dipecat Polri, Istrinya Pernah Bersyukur 'Lepas' dari Kepolisian
-
400 Tersangka 'Terlantar': Jerat Hukum Gantung Ratusan Warga, Termasuk Eks Jenderal!
-
Respons Pimpinan DPR Usai MK Larang Polisi Aktif di Jabatan Sipil, Apa Katanya?
-
Roy Suryo Cs Diperiksa Maraton: Dicecar Ratusan Pertanyaan Soal Fitnah Ijazah Jokowi!
-
Bivitri Susanti: Penetapan Soeharto Sebagai Pahlawan Bisa Digugat ke PTUN dan MK
-
Ini Alasan Polisi Tak Tahan Roy Suryo Cs Usai Diperiksa Tersangka Kasus Fitnah Ijazah Palsu Jokowi
-
Tidak Ada Kriteria Amnesti Bagi Koruptor, Menko Yusril Jelaskan Kewenangan Presiden
-
Putusan MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Yusril: Jadi Masukan Reformasi Polri
-
Prabowo Sudah Dengar Gerindra di Sejumlah Daerah Tolak Budi Arie Gabung, Suara Bakal Dipertimbangkan
-
Tok! DPR-Pemerintah Sepakati Bawa RUU KUHAP ke Paripurna untuk Disahkan, Ini Substansinya