- Suku Anak Dalam (Orang Rimba) bukanlah pelaku dalam kasus penculikan Bilqis, melainkan korban yang dieksploitasi oleh sindikat perdagangan anak karena niat baik, kepolosan, dan keterbatasan mereka dalam memahami dunia luar
- Kerentanan masyarakat adat ini disebabkan oleh masalah yang lebih besar, yaitu kemiskinan struktural, kehilangan wilayah hidup akibat deforestasi, dan minimnya akses terhadap pendidikan serta layanan dasar
- Kasus ini menyoroti kegagalan sistem perlindungan anak secara umum dan lemahnya pengawasan terhadap kejahatan siber, di mana media sosial seperti Facebook menjadi platform bagi sindikat untuk beroperasi dengan leluasa
Suara.com - Di balik kabar bahagia ditemukannya Bilqis (BR), bocah korban penculikan asal Makassar, tersimpan sebuah ironi yang menyakitkan. Kasus ini menyeret nama Suku Anak Dalam atau Orang Rimba di pedalaman Jambi, memicu stigma dan pertanyaan besar, bagaimana sebuah kelompok adat yang hidup sederhana bisa terlibat dalam lingkaran setan perdagangan anak?
Jawabannya ternyata jauh lebih kompleks dari sekadar tuduhan. Para ahli sepakat, mereka bukanlah pelaku, melainkan korban dari sebuah sistem yang mengeksploitasi kerentanan mereka.
Narasi awal yang beredar sempat menyudutkan. Polisi menyebut proses negosiasi untuk mengambil Bilqis berjalan alot, bahkan muncul isu penukaran anak dengan sebuah mobil yang sontak viral di media sosial.
Namun, kesaksian dari dalam komunitas Orang Rimba melukiskan cerita yang sama sekali berbeda—sebuah kisah tentang niat baik yang dimanipulasi oleh sindikat kejahatan.
"Dari pada dibawa ke mana-mana lebih baik kami yang ganti rugi supaya kami rawat seperti anak sendiri. Itu pikiran kami, tidak ada yang lain. Untuk menyelamatkan jiwa anak itu, dari pada dilempar keluar," kata Tumenggung Sikar, ayah dari Begendang, anggota Orang Rimba yang merawat Bilqis sebagaimana dilansir dari BBC Indonesia, Senin (17/11/2025).
Begendang mengaku didatangi oleh pelaku yang membawa Bilqis dengan cerita pilu bahwa anak tersebut berasal dari keluarga tak mampu.
Merasa iba dan percaya pada selembar surat pernyataan palsu yang tak bisa ia baca, Begendang memberikan uang Rp85 juta sebagai pengganti biaya perawatan, uang hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun.
Masih menurut BBC Indonesia, kriminolog Universitas Indonesia (UI), Mamik Sri Supatmi, meminta publik dan aparat untuk tidak gegabah menghakimi. Menurutnya, kelompok rentan seperti masyarakat adat seringkali berada di posisi paling bawah dalam piramida kejahatan terorganisir.
"Mereka dimanfaatkan dan dieksploitasi. Para penjahat utamanya memanfaatkan situasi rentan mereka. Yang harus dikejar adalah otak dari kejahatan sebenarnya dan yang paling banyak mendapatkan keuntungan," ujar Mamik.
Baca Juga: Misteri Penculikan Bilqis: Pengacara Duga Suku Anak Dalam Hanya 'Kambing Hitam' Sindikat Besar
Mengapa Masyarakat Adat Begitu Rentan?
Akar masalahnya terletak pada kemiskinan struktural dan perampasan ruang hidup. Antropolog dari KKI Warsi, Robert Aritonang, menjelaskan bahwa Orang Rimba telah kehilangan hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka akibat ekspansi perkebunan dan konsesi lainnya.
Kondisi ini menciptakan "crash landing sosial," di mana mereka terpaksa berhadapan dengan dunia luar yang tak mereka pahami seluk-beluknya.
"Dalam kondisi semacam itu, Orang Rimba sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak luar yang memiliki kepentingan tertentu," ujar Robert.
"Dalam situasi yang tidak mereka mengerti, Orang Rimba bisa dengan mudah percaya pada cerita atau bujukan dari orang luar. Mereka tidak sepenuhnya memahami konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan," tambahnya.
Hilangnya hutan memaksa mereka beralih profesi menjadi pengumpul sisa sawit, membuat posisi tawar ekonomi mereka sangat lemah.
Berita Terkait
-
Pendamping Hukum Duga Suku Anak Dalam Jadi 'Kambing Hitam' Sindikat Penculikan Bilqis
-
Misteri Penculikan Bilqis: Pengacara Duga Suku Anak Dalam Hanya 'Kambing Hitam' Sindikat Besar
-
Cermin Kasus Bilqis: 5 Pelajaran Pahit di Balik Drama Penculikan yang Mengguncang Indonesia
-
Akhir Drama Penculikan Bilqis: Selamat Tanpa Luka, Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Terungkap! 7 Fakta Jaringan Sadis Penculikan Bilqis, Dijual Rp80 Juta ke Suku Anak Dalam
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
Terkini
-
Khawatir Komnas HAM Dihapus Lewat Revisi UU HAM, Anis Hidayah Catat 21 Pasal Krusial
-
Buah Durian Mau Diklaim Malaysia Jadi Buah Nasional, Indonesia Merespons: Kita Rajanya!
-
Panas Adu Argumen, Irjen Aryanto Sutadi Bentak Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Jangan Sok-sokan!
-
Ikut Duduk di Sekolah, Prabowo Minta Papan Interaktif yang Bikin Siswa Semangat Belajar Jangan Rusak
-
Profil Cucun Ahmad Syamsurijal, Anggota DPR yang Sebut MBG Tidak Perlu Ahli Gizi
-
Angka Kecelakaan di Jadetabek Meledak hingga 11 Ribu Kasus, Santunan Terkuras Rp100 Miliar Lebih
-
Kondisi Pelaku Ledakan SMAN 72 Membaik, Polisi Siapkan Pemeriksaan Libatkan KPAI
-
Usut Korupsi Bansos Beras, KPK Periksa Sejumlah Pendamping PKH di Jawa Tengah
-
Siswa SMP di Tangsel Tewas Diduga Akibat Perundungan, JPPI: Ini Kegagalan Negara
-
Bakal Jalani Fit And Proper Test, Pansel Serahkan 7 Nama Calon Anggota KY ke DPR, Termasuk Abhan