News / Nasional
Kamis, 27 November 2025 | 13:41 WIB
Eks Dirut ASDP, Ira Puspadewi usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Ist)
Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada mantan Dirut ASDP Ira Puspadewi dan dua direksi lain lima hari setelah divonis bersalah.
  • Pemberian rehabilitasi ini didasarkan pada Pasal 14 UUD 1945, meskipun ahli hukum menyoroti ketidaksesuaian dengan KUHAP.
  • Keputusan tersebut memicu kritik keras karena dianggap intervensi terhadap proses hukum dan berpotensi melemahkan KPK.

Versi Pemerintah: Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa keputusan presiden sah secara konstitusional.

Menurutnya, langkah ini telah sesuai dengan Pasal 14 UUD 1945 dan telah melalui pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Yusril berargumen, karena baik jaksa KPK maupun pihak terpidana tidak langsung mengajukan banding, putusan pengadilan dianggap telah inkrah.

"Karena putusan telah inkracht... maka Presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan rehabilitasi,” ucap Yusril.

Versi Pakar Hukum: Namun, pandangan berbeda datang dari Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto. Menurutnya, rehabilitasi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memiliki syarat ketat.

Pasal 97 KUHAP menyatakan rehabilitasi diberikan kepada seseorang yang diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan, dan putusannya sudah inkrah. Sementara dalam kasus ASDP, para terdakwa divonis bersalah dengan hukuman penjara.

“Saya sendiri lebih cenderung seharusnya yang dilakukan bukan rehabilitasi ya, tapi yang seharusnya dilakukan oleh Presiden adalah dalam bentuk abolisi,” kata Aan. Hal itu merujuk pada ketentuan dalam Pasal 97 ayat (1) dan (2) KUHAP.

Abolisi, menurutnya, akan lebih tepat karena secara jelas menyatakan perbuatan pidana terdakwa ditiadakan, sejalan dengan niat presiden untuk memulihkan nama baik mereka tanpa menimbulkan perdebatan hukum.

Dari Akuisisi Kapal Tua Hingga Perang Narasi

Baca Juga: Senyum Semringah Suami Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Saat Kunjungi Rutan KPK

Penampakan kapal PT Jembatan Nusantara yang diakuisisi ASDP. (Dok. Ist)

Sebelum Keppres rehabilitasi turun, kasus ini sudah ramai diperbincangkan, terutama di media sosial. Muncul narasi yang membela Ira Puspadewi, mempertanyakan di mana aliran dana korupsi yang ia terima.

Penggiat media sosial seperti Ferry Irwandi dan Guru Besar FEB UI Rhenald Kasali turut bersuara. Mereka menyoroti beberapa poin, seperti kegagalan pengadilan membuktikan Ira menerima uang, hingga metode perhitungan kerugian negara oleh KPK yang dinilai janggal.

Salah satu yang paling disorot adalah penilaian 53 kapal tua milik PT Jembatan Nusantara yang diakuisisi. Ahli dari jaksa KPK dituding menghitung nilai kapal tersebut setara dengan harga besi tua.

“Kalau besi tua itu sudah jadi kapal, kan beda dong... sama saksi ahlinya, yang ahli besi dihitung, ‘ini sudah 30 tahunan jadi saya hitungnya sebagai besi tua’,” tutur Rhenald.

Sementara itu, KPK tak tinggal diam. Lembaga antirasuah ini membeberkan bukti-bukti yang menjadi dasar dakwaan mereka.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan, kerugian negara mencapai Rp 1,25 triliun akibat proses akuisisi yang penuh rekayasa dan pengkondisian.

Load More