Suara.com - “Negara yang besar bukan diukur dari seberapa keras rakyatnya bekerja, tetapi seberapa baik negara itu melindungi rakyat yang bekerja.”, parafrase kutipan dari Franklin D. Roosevelt, Presiden ke-32 Amerika Serikat, bagi saya sebagai Ketua Serikat Pekerja BPJS Ketenagakerjaan adalah pengingat bahwa kerja keras jutaan pekerja Indonesia seharusnya dibalas dengan kepastian perlindungan. Dan ketika negara sedang membahas amandemen Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pertanyaan itu menjadi sangat relevan: apakah sistem yang sedang kita bangun benar-benar melindungi pekerja, atau justru tertinggal dari perubahan zaman?
Momentum peringatan HUT ke-48 BPJS Ketenagakerjaan menambah bobot refleksi tersebut. Dari kantor pelayanan hingga ke tingkat lapangan, saya menyaksikan sendiri bagaimana para karyawan BPJS Ketenagakerjaan bekerja keras menjaga kepercayaan public dengan mengurus klaim keluarga yang kehilangan pencari nafkah, mendampingi korban kecelakaan kerja, hingga melayani pekerja yang tiba-tiba kehilangan pekerjaan. Semua itu hanya dapat berjalan jika sistem jaminan sosialnya kuat dan jika negara memilih untuk benar-benar berada di sisi pekerja.
Produktivitas dan Perlindungan Sosial: Kepentingan Nasional yang Tidak Terpisahkan
Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menempatkan peningkatan produktivitas nasional sebagai prioritas utama. Namun dari perspektif pekerja dan penyelenggara layanan, produktivitas hanya dapat tumbuh jika pekerja memiliki rasa aman. Pekerja yang takut jatuh miskin karena kecelakaan kerja, takut kehilangan penghasilan karena PHK, atau takut menua tanpa kepastian pensiun tidak mungkin berkinerja optimal.
Pengalaman internasional mendukung hal itu. Korea Selatan meningkatkan produktivitas lebih dari 25 persen setelah memperluas Employment Insurance ke pekerja lepas dan platform. Singapura menjadikan CPF sebagai pilar keamanan ekonomi warganya. Malaysia memasukkan pekerja gig dalam perlindungan SOCSO untuk menyesuaikan dengan pasar kerja baru.
Di Indonesia, tantangannya terlihat jelas. Dari 147 juta angkatan kerja, hanya sekitar 39 juta pekerja yang tercatat aktif dalam BPJS Ketenagakerjaan. Lebih dari 70 persen tidak memiliki perlindungan ketenagakerjaan dasar. Dari perspektif kami di internal BPJS Ketenagakerjaan, kondisi ini bukan sekadar statistic, ini adalah kenyataan yang setiap hari kami hadapi di lapangan. Sistem yang belum menjangkau sebagian besar pekerja tidak akan mampu menopang agenda produktivitas nasional.
Dua Dekade SJSN: Sistem Perlu Menyesuaikan dengan Realitas
Ketika UU SJSN disusun pada 2004, struktur ketenagakerjaan Indonesia masih didominasi pekerja formal. Dua puluh tahun kemudian, komposisinya berubah total. Lebih dari 60 persen pekerja berada di sektor informal dengan pekerja yang mobilitasnya tinggi, pendapatannya fluktuatif, dan risiko sosial ekonominya besar. Namun instrumen jaminan sosial kita belum sepenuhnya beradaptasi dengan perubahan ini.
Klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang meningkat dua kali lipat dalam satu tahun terakhir menunjukkan ketidakstabilan pasar kerja. Dari posisi saya sebagai ketua serikat, ini bukan lagi tanda peringatan, tapi ini adalah tekanan nyata yang menuntut reformasi struktural. Jika sistem tidak segera diperbarui, maka jaring pengaman sosial Indonesia akan semakin rapuh.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Gelar Diskusi Panel: Perkuat Transparansi Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Pembelajaran internasional memberi arah jelas. Thailand menjangkau lebih dari 3 juta pekerja informal melalui Section 40. Malaysia mengenali pekerja platform sebagai kategori yang harus dilindungi. Jepang dan Korea menempatkan penguatan institusi sebagai pusat reformasi jaminan sosial mereka. Kita perlu mengikuti arah ini bukan karena ingin meniru, tetapi karena risiko pekerja kita semakin sama kompleksnya.
Amandemen UU SJSN: Momentum Menentukan Masa Depan Perlindungan Pekerja
Amandemen terhadap UU 40/2004 adalah peluang besar untuk memperbaiki fondasi SJSN. Namun dari perspektif kami sebagai Serikat Pekerja BPJS Ketenagakerjaan, revisi ini tidak cukup jika hanya mengubah redaksi pasal. Reformasi harus memperkuat perlindungan pekerja dan sekaligus memperkuat institusi penyelenggaranya.
Kami melihat langsung bahwa BPJS Ketenagakerjaan membutuhkan ruang kebijakan yang lebih adaptif yaitu keleluasaan dalam inovasi layanan, integrasi data lintas lembaga, penguatan tata kelola pendanaan jangka panjang, dan pengembangan Talenta penyelenggara yang profesional. Tidak ada sistem jaminan sosial yang kuat tanpa lembaga yang kuat. Dan tidak ada lembaga yang kuat tanpa Talenta yang sejahtera, terlatih, dan didukung kebijakan yang visioner.
HUT ke-48 BPJS Ketenagakerjaan menjadi cermin perjalanan panjang lembaga ini. Namun sekaligus menjadi pengingat bahwa tantangan dua dekade ke depan akan jauh lebih besar dengan lebih banyak pekerja informal, lebih banyak jenis pekerjaan fleksibel, dan risiko ekonomi yang semakin fluktuatif. Amandemen SJSN harus menjadi strategi menghadapi masa depan itu, bukan pengulangan masa lalu.
Indonesia sedang menentukan arah sistem jaminan sosialnya. Pilihan kebijakan hari ini akan menentukan apakah pekerja kita memiliki perlindungan yang layak, apakah produktivitas dapat tumbuh berkelanjutan, dan apakah negara benar-benar hadir saat pekerja membutuhkan.
Berita Terkait
-
Cek SIPP BPJS Ketenagakerjaan untuk Pencairan BSU 2025
-
Jelang HUT ke-48, BPJS Ketenagakerjaan Gelar "Risk Governance Resilience" demi Perkuat Integritas
-
Saat Kurir Jatuh, Siapa yang Menolong? Ketika BPJS Ketenagakerjaan Jadi Penolong Pekerja Informal
-
Cara Cek Saldo BPJS Ketenagakerjaan, Mudah Bisa lewat HP
-
BPJS Ketenagakerjaan Raih Platinum Rank dalam Asia Sustainability Reporting Rating (ASRRAT) 2025
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
Satgas PKH Mulai Bergerak, Usut Misteri Kayu Gelondongan Banjir Sumatra
-
Rekaman CCTV hingga Buku Nikah Dikirim ke Labfor, Laporan Perzinahan Inara Rusli Masuk Babak Krusial
-
KPK Periksa Enam Saksi Kasus Dugaan Pemerasan Sertifikat K3 di Kemnaker
-
Rano Karno Minta Warga Jakarta Berbenah: Stop Buang Sampah ke Sungai!
-
Sempat Terdampak Banjir Rob, Kawasan Ancol dan Penjaringan Berangsur Normal
-
Perkuat Komunikasi Publik, Najib Hamas Minta ASN Pemkab Serang Aktif Bermedsos
-
Sawit Bikin Sewot: Kenapa Dibilang Bukan Pohon, Jadi Biang Kerok Banjir Sumatra?
-
Ammar Zoni Minta Jadi Justice Collaborator, LPSK Ajukan Syarat Berat
-
DPR Desak Pemerintah Cabut Izin Pengusaha Hutan yang Tutup Mata pada Bencana Sumatra
-
Calon Penumpang Super Air Jet Terlibat Cekcok dengan Petugas Buntut Penundaan 4 Jam di Bandara