News / Nasional
Senin, 08 Desember 2025 | 15:23 WIB
Anggota Komisi I DPR RI, Endipat Wijaya. (bidik layar video)
Baca 10 detik
  • Anggota Komisi I DPR, Endipat Wijaya, mendesak Komdigi memenangkan narasi publik dari isu perorangan.
  • Kinerja masif negara, termasuk bantuan triliunan saat bencana, sering tertutupi narasi viral bantuan kecil.
  • Endipat meminta Komdigi proaktif mengomunikasikan kehadiran negara sejak awal penanganan bencana Sumatera dan Aceh.

Suara.com - Kritik dilayangkan dari parlemen terkait cara pemerintah mengkomunikasikan kinerjanya. Anggota Komisi I DPR RI, Endipat Wijaya, mendesak Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk tidak lagi "kalah viral" dari aksi-aksi perorangan, terutama dalam penanganan bencana nasional.

Menurutnya, kerja masif negara yang menggelontorkan bantuan hingga triliunan rupiah seringkali tenggelam oleh narasi viral yang dibangun oleh individu atau kelompok yang bantuannya jauh lebih kecil, sehingga memunculkan persepsi keliru seolah "negara tidak hadir".

Pernyataan keras ini disampaikan Endipat langsung kepada Menkomdigi Meutya Hafid dalam Rapat Kerja Komisi I DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Ia menyoroti bagaimana informasi strategis mengenai kehadiran negara sejak hari pertama bencana seringkali gagal mendominasi percakapan di ruang publik.

"Mohon menjadi atensi dan dikembangkan sama Komdigi untuk menjadi informasi publik, sehingga publik tahu kinerja pemerintah itu sudah ada dan memang sudah hebat," kata Endipat dalam rapat.

Politisi dari Partai Gerindra ini mengambil contoh konkret dari penanganan bencana banjir dan longsor di wilayah Sumatera dan Aceh.

Ia menyayangkan bagaimana pihak-pihak yang baru datang belakangan dengan bantuan terbatas justru lebih banyak mendapat sorotan media sosial, seolah menafikan upaya besar yang telah dilakukan pemerintah sejak awal.

"Ada orang yang cuma datang sekali seolah-olah paling bekerja di Aceh, padahal negara sudah hadir dari awal. Ada orang baru datang, baru bikin satu posko ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah sudah bikin ratusan posko di sana," ujarnya.

Endipat membuat perbandingan yang mencolok antara skala bantuan yang diberikan. Ia menyebut bantuan negara yang nilainya mencapai triliunan rupiah seakan tak terlihat jika dibandingkan dengan sumbangan perorangan yang mungkin hanya miliaran, namun lebih berhasil mencuri perhatian publik.

Baca Juga: Momen Prabowo Cicipi Masakan Dapur Umum Saat Tinjau Pengungsian Aceh

"Orang per orang cuma nyumbang Rp10 miliar, negara sudah triliunan ke Aceh itu. Jadi yang kayak gitu mohon dijadikan perhatian, sehingga ke depan tidak ada lagi informasi seolah-olah negara tidak hadir di mana-mana," tambahnya.

Fakta lain yang diungkap adalah pengerahan kekuatan militer sejak awal bencana yang juga luput dari pemberitaan masif.

Menurutnya, TNI Angkatan Udara (AU) adalah salah satu yang pertama tiba di lokasi, namun pergerakan cepat mereka seakan tidak dianggap ada.

"Kami tahu persis Komisi I mendorong Angkatan Udara hari pertama langsung ada 4-5 pesawat datang ke sana, tapi dibilang enggak pernah hadir," keluhnya.

Persoalan "kalah viral" ini, menurut Endipat, tidak hanya terjadi pada isu bencana. Kinerja positif kementerian lain seperti Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang gencar melakukan reboisasi atau Kepolisian yang melakukan perbaikan hutan di Sumatera juga gagal teramplifikasi dengan baik.

"Selalu saja Kemenhut itu dikuliti dan dimacam-macamin, padahal mereka sudah melakukan banyak hal. Teman-teman polisi dari awal juga sudah melaksanakan tindakan yang dibutuhkan untuk perbaikan hutan, tetapi tidak pernah juga terdengar secara masif," katanya.

Load More