News / Nasional
Senin, 08 Desember 2025 | 17:19 WIB
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin sidang paripurna mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana menjadi Undang-Undang, Senin (8/12/2025). [Suara.com/Bagaskara Isdiansyah]
Baca 10 detik
  • DPR RI resmi mengesahkan RUU Penyesuaian Pidana menjadi undang-undang pada Senin, 8 Desember 2025.
  • Pengesahan ini penting sebagai jembatan menjelang penuhnya implementasi KUHP Nasional awal tahun 2026.
  • Regulasi ini bertujuan harmonisasi hukum, konversi pidana kurungan, dan penyempurnaan redaksi KUHP Nasional.

Suara.com - DPR RI secara resmi menyetujui dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana menjadi Undang-Undang, Senin (8/12/2025).

Pengesahan ini menjadi tonggak sejarah baru dalam sistem hukum Indonesia, mengingat regulasi ini merupakan jembatan vital menjelang berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional secara penuh pada awal tahun 2026 mendatang.

Keputusan strategis tersebut diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-10 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Sidang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

Suasana sidang berjalan kondusif saat pimpinan rapat meminta persetujuan dari seluruh fraksi yang hadir.

Pengesahan ini dinilai mendesak mengingat waktu transisi menuju implementasi KUHP baru yang semakin sempit.

“Kini saatnya kami meminta persetujuan seluruh fraksi tentang Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana. Apakah bisadisetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Dasco kepada para peserta sidang.

Pertanyaan tersebut langsung disambut dengan jawaban bulat dari seluruh Anggota Dewan yang hadir di ruang rapat.

“Setuju,” jawab anggota dewan secara serentak, yang kemudian disusul dengan ketukan palu pengesahan oleh Dasco, menandai resminya payung hukum baru tersebut.

Baca Juga: Pengamat: Dasco Tampilkan Gaya Politik Baru DPR yang Responsif dan Kerakyatan

Poin Krusial Perubahan Hukum Pidana

Sebelum palu pengesahan diketuk, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dede Indra Permana, terlebih dahulu menyampaikan laporan hasil pembahasan RUU tersebut di hadapan pimpinan dan anggota dewan.

Ia menjelaskan, proses pembahasan telah dilalui dengan lancar di tingkat komisi.

"Dalam rapat kerja tingkat I, seluruh fraksi menyampaikan pandangan dan menyetujui RUU Penyesuaian Pidana untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II," ujar Dede dalam laporannya.

Lebih lanjut, Dede memaparkan lima pertimbangan utama yang menjadi dasar penyusunan dan urgensi pengesahan RUU Penyesuaian Pidana ini:

  1. Harmonisasi Hukum: Adanya kebutuhan harmonisasi hukum pidana agar konsisten, adaptif, dan responsif terhadap perkembangan sosial serta menghindari disharmoni pengaturan pidana lintas undang-undang dan peraturan daerah.
  2. Mandat KUHP Baru: Merupakan mandat Pasal 613 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang mewajibkan penyesuaian seluruh ketentuan pidana di luar KUHP dengan sistem kategori pidana denda baru.
  3. Konversi Pidana Kurungan: Penghapusan pidana kurungan sebagai pidana pokok dalam KUHP Nasional, sehingga seluruh pidana kurungan dalam berbagai undang-undang dan Perda harus dikonversi.
  4. Penyempurnaan Redaksi: Penyempurnaan beberapa ketentuan KUHP Nasional akibat kesalahan redaksi, kebutuhan penjelasan, dan penyelesaian terhadap pola perumusan baru yang tidak lagi menggunakan minimum khusus dan pemidanaan kumulatif.
  5. Mencegah Ketidakpastian Hukum: Urgensi penyesuaian berlakunya KUHP Nasional pada 2 Januari 2026 untuk mencegah ketidakpastian hukum, tumpang tindih aturan, dan disparitas pidana.

Load More