News / Nasional
Senin, 22 Desember 2025 | 21:47 WIB
Bagan perkiraan tenaga kerja berdasarkan sektor dan kemampuan WFA. (Grafis: Suara.com/Aldie)
Baca 10 detik
  • Pemerintah mewacanakan penerapan WFA pada 29-31 Desember 2025 untuk mengurangi kepadatan arus mudik Nataru.
  • Kebijakan WFA menawarkan fleksibilitas bagi pegawai tetapi berpotensi merugikan sektor non-digital dan logistik.
  • Wacana ini memicu perdebatan mengenai efektivitas penguraian macet dan tantangan pengawasan produktivitas ASN.

Kebijakan ini juga dianggap humanis, karena dapat mengurangi tingkat stres akibat perjalanan mudik yang melelahkan untuk liburan yang singkat.

Dari sisi perusahaan, WFA di akhir tahun juga bisa menguntungkan. Biaya operasional kantor dapat ditekan saat intensitas pekerjaan fisik cenderung menurun karena banyak mitra bisnis yang juga sudah dalam mode liburan.

Namun, optimisme ini tidak dirasakan oleh semua pihak. Kalangan pengusaha, khususnya yang bergerak di sektor non-digital, melihat potensi masalah serius.

"Kalau yang di pabrik, ya nggak mungkin," ucap Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani.

Sektor manufaktur, logistik, dan ritel jelas tidak bisa menerapkan WFA, katanya.

Bahkan untuk sektor yang bisa WFA, pengamat transportasi Djoko Setijowarno meragukan efektivitasnya dalam mengurai kemacetan.

Menurutnya, masalah utama kemacetan di Indonesia adalah kultur kendaraan pribadi. WFA mungkin hanya akan memindahkan hari kemacetan, bukan menghilangkannya.

"Pariwisata kita itu cenderungnya di orang naik kendaraan pribadi, bukan menggunakan angkutan umum," ujar Djoko kepada Suara.com, Senin (22/12/2025).

Jika semua orang WFA dari Puncak atau Lembang, maka kemacetan parah tetap akan terjadi di sana setiap hari.

Baca Juga: Arus Mudik Nataru, Truk Logistik Dialihkan ke Pelabuhan Ciwandan

Lebih jauh, kebijakan ini bisa menjadi mimpi buruk bagi pengusaha transportasi barang. Arus logistik bisa terhambat, padahal cicilan kendaraan harus terus berjalan.

"Kayak pengusaha angkutan barang itu, rugi mereka. Mereka kan angsuran mobilnya bayar setahun 12 kali. Dengan kayak gini, tetep bayar 12 kali, pemasukan bisa nggak ada," terang Djoko.

Tantangan Klasik

Kritik tajam juga datang dari sisi kebijakan publik. Pelayanan esensial seperti administrasi kependudukan, rumah sakit, pemadam kebakaran, dan kepolisian tidak mungkin ditinggal.

"Nggak bisa diwakilkan dengan WFA kalau yang seperti itu," kata Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.

Artinya, kebijakan ini hanya akan dinikmati oleh segelintir pekerja.

Load More