Senin, 06 Oktober 2025 | 11:09 WIB
Ilustrasi Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi. (Suara.com/Dwi Bowo)
Baca 10 detik
  • Tulus Abadi mengatakan kejadian kekosongan stok BBM Swasta seperti berulang.
  • Seharusnya SPBU swasta mampu memprediksi berapa demand yang ada, dengan stok BBM yang mereka punya.
  • Pemerintah sebaiknya tidak menambah kuota impor BBM; baik untuk SPBU swasta atau Pertamina dengan tujuan penghematan devisa negara.

Jangan malah mendramatisasi kasus, dan membenturkan pemerintah/Kementrian ESDM dengan masyarakat konsumen. Jangan pula merengek untuk meminta tambahan kuota impor. Toh selama ini pemerintah sudah memberikan keleluasaan sebesar 10 persen, dari jatah 100 persen dari kuota impor tersebut.

Fenomena ini juga memunculkan tudingan/klaim adanya praktik kebijakan yang monopolistik terhadap kebijakan inpor BBM.

Tudingan seperti ini sejatinya malah terbalik, tersebab praktik dan regulasinya di sektor minyak dan gas ini sangat liberalistik, yang dilegalisasi oleh Undang Undang Minyak dan Gas, baik dari hulu hingga hilir. Kalau pun itu monopolistik, hal ini tidak melanggar UU Persaingan Usaha Tidak Sehat, sebab sifatnya adalah state monopoly, alias monopoli oleh negara.

Sedangkan yang dilarang adalah praktik monopoli oleh korporasi. Fenomena SPBU swasta (asing) adalah dampak atau bahkan mandat dari UU Migas yang memang sangat liberalistik itu.

Oleh sebab itu, justru ke depan UU Migas ini harus diamandemen secara total, sebab migas itu produk esensial yang harus dikendalikan dan dikuasai oleh negara. Apalagi saat ini tren adanya krisis energi di level dunia, negara harus mengutamakan untuk kebutuhan dalam negeri (nasional).

Terakhir, kita dorong agar SPBU swasta juga mau berkiprah di area terpencil, atau minimal di kota kecil.

SPBU swasta yang jumlahnya 280 buah itu jangan hanya bermain di kota kota besar saja, jangan hanya bermain di area gemuk demi mengejar cuan. Tersebab, SPBU Pertamina di remote area secara operasional hampir semuanya merugi, dan hal inilah yang dibebankan pada SPBU Pertamina sebagai representasi negara.

Namun di sisi lain, SPBU Pertamina yang jumlahnya lebih dari 3500 juga harus banyak berbenah diri, dengan standar pelayanan yang lebih ramah terhadap kebutuhan konsumen.

Salah satu SPBU swasta terlihat sepi karena kelangkaan distribusi bbm. [Suara.com/Yaumal]

Hal mendasar dari sisi pelayanan yang muati dibenahi adalah penataan antrian kendaraan, toilet dan mushala yang bersih dan manusiawi, dan konsisten menjadikan area SPBU sebagai area tanpa asap rokok. Masih sering kita temukan aktivitas merokok di area SPBU, yang seharusnya dilarang, demi keamanan dan keselamatan.

Baca Juga: Heran SPBU Swasta Batal Beli BBM Pertamina, Kementerian ESDM: Bensin Shell Juga Mengandung Etanol

Dinas Metrologi Legal seharusnya melakukan pemeriksaan/kalibrasi minimal setahun 2 (dua) kali untuk memastikan keakuratan ukuran di semua SPBU.

Dari sisi marketing, SPBU Pertamina bahkan harus mampu melakukan “rebranding” standar pelayanannya, untuk mengembalikan kepercayaan publik sebagai konsumen yang sempat oleng, paska kasus isu oplosan BBM yang salah kaprah itu.

Tulus Abadi

Pegiat Perlindungan Konsumen dan pengamat kebijakan publik
Ketua FKBI (Forum Konsumen Berdaya Indonesia)

Load More