- Seperti tertuang dalam Asta Cita, reforma agraria juga menjadi jalan yang ditawarkan Prabowo-Gibran untuk menyejahterakan petani.
- Secara gradual, Prabowo membenahi berbagai aspek usahatani, termasuk membentuk institusi mirip Catur Sarana Desa.
- Menurutnya swasembada pangan yang dimaksud Prabowo mengacu pada definisi di UU Pangan, mustahil Indonesia bisa meraih swasembada pangan.
Keempat, menarik penyuluh ke pusat agar lebih efektif. Penyuluh tetap di daerah masing-masing, sebagai pegawai pusat yang bertugas di daerah.
Tentu belum semua pembenahan itu bisa dilihat apa dampak dan hasilnya. Karena sebagian besar masih berproses.
Satu hal yang patut dicatat, keberhasilan Orde Baru mencapai swasembada beras karena ada sentralisasi politik, momentum Revolusi Hijau, dan investasi publik di sektor pertanian yang naik. Seperti pembangunan irigasi, jalan desa dan pertanian, pabrik pupuk, industri benih, riset hingga penyuluhan.
Saat ini, lingkungan strategis sudah jauh berubah. Sejak otonomi daerah pada 2001, pusat harus berbagai kewenangan dengan daerah.
Meski ada gejala resentralisasi dalam beberapa tahun terakhir, sulit membayangkan akan terjadi sentralisme seperti di era Orde Baru.
Sampai saat ini, juga belum ada lompatan inovasi dan terobosan teknologi. Yang mengenaskan, investasi publik pada sektor pertanian terus menurun.
Catatan lain, sejak dilantik, Prabowo dan para pembantunya di Kabinet Merah Putih belum pernah menjelaskan apa yang dimaksud dengan swasembada pangan.
Apakah swasembada pangan diterjemahkan dalam swasembada komoditas, seperti era Presiden Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Jadi, ada sekian komoditas yang ditargetkan swasembada. Atau swasembada berbasis gizi: swasembada karbohidrat, swasembada protein, swasembada lemak. Sumber karbohidrat bisa dari pangan apa saja.
Baca Juga: Karena Faktor Ini, Ray Rangkuti Sebut Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran Semrawut
Lalu, apa definisi swasembada? Apakah swasembada dimaksudkan ketika 90% kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi dari produksi domestik? Jadi ada ruang impor 90%. Atau harus tidak ada impor alias 100% kebutuhan domestik harus dipenuhi dari produksi sendiri.
Tanpa kejelasan maksud swasembada pangan dan definisi swasembada, akan sulit bagi publik untuk menilai capaian. Karena tidak ada patokan/rujukan yang pasti.
Menurut UU Pangan Nomor 18/2012, pangan dimaknai "segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman."
Jadi, pengertian pangan amat luas. Kalau swasembada pangan yang dimaksud Prabowo mengacu pada definisi di UU Pangan, mustahil Indonesia bisa meraih swasembada pangan.
Namun, seperti era presiden sebelumnya, reforma agraria selalu jadi janji politik, tapi tidak benar-benar dieksekusi secara serius tatkala menjabat. Itulah sebabnya konflik agraria terus meruyak.
Meskipun Indonesia kaya sumber daya alam dan plasma nutfah, tidak mungkin semua kebutuhan pangan bisa dipenuhi dari produksi sendiri.
Apalagi, kalau menggunakan definisi swasembada manakala tidak ada impor alias 100% kebutuhan konsumsi dipenuhi dari produksi sendiri.
Berita Terkait
-
Amankan Demo 1 Tahun Prabowo-Gibran, 1.743 Personel Gabungan Dikerahkan
-
Setahun Prabowo-Gibran, Ray Rangkuti Soroti MBG yang Dipaksakan
-
Ray Rangkuti: Serbuan Massa ke DPR Bukti Gagalnya Politik Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran
-
Karena Faktor Ini, Ray Rangkuti Sebut Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran Semrawut
-
Ditanya Siapa Menteri Kena Tegur Prabowo, Bahlil: Saya Setiap Dipanggil Pasti Ditegur...
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
Terkini
-
Menakar Masa Depan PPP Pasca Dualisme
-
Teori 'Menumpang Hidup' dan Alasan Mengapa Profesi Polisi Tetap 'Seksi'
-
Menolak Pasien Adalah Pelanggaran Kemanusian dan Hak Asasi Pasien
-
Inovasi Urban Farming Keluarga, Agar Peternak Kecil Tidak Tergilas 'Oligarki Ayam'
-
Daya Beli Lesu Hantam Industri Elektronik, Jurus 'Inovasi Hemat Energi' Jadi Andalan
-
Soeharto: Pahlawan dari Luka yang Belum Pulih
-
Menimbang Arah Baru Partai Berbasis Islam, Dari Ideologi ke Pragmatisme Kekuasaan
-
Marsinah: Buruh, Perlawanan, dan Jejak Keadilan yang Tertunda
-
Membangun Proyeksi Demokrasi Indonesia, Mungkinkah?
-
Quo Vadis Komite Otsus Papua?