Suara.com - Ketika Bank Sentral Amerika alias The Fed menghentikan program quantitative easing, investor khawatir dengan semakin sedikitnya dolar Amerika yang berada di pasar uang internasional.
Kini, investor menghadapi kekhawatiran baru yaitu harga minyak dunia yang terus anjlok. Rendahnya permintaan menjadi faktor utama turunnya harga minyak mentah dunia.
Biasanya, ketika permintaan turun dan mempengaruhi harga minyak, negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC langsung mengurangi produksinya. Dimulai dengan Arab Saudi yang secara de facto adalah pemimpin kartel minyak.
Arab Saudi akan langsung mengurangi produksi minyaknya agar harga minyak tidak terus anjlok. Namun, kali ini hal tersebut tidak terjadi. Arab Saudi tidak mau kehilangan pangsa pasarnya dari negara non-OPEC yang juga memproduksi minyak seperti Amerika Serikat.
Akibatnya, supply minyak di pasar berlebih sementara permintaan rendah dan membuat harga terjun bebas. Di sepanjang tahun ini, harga minyak mentah sudah turun 38 persen. Dari 100 dolar Amerika per barel, kini harga minyak sudah di bawah 60 dolar Amerika per barel.
Padahal, negara-negara OPEC perlu harga minyak minimal 100 dolar Amerika per barel agar bisa menutup biaya produksi dan meraih keuntungan. Namun, sepertinya mereka tidak terlalu peduli dengan harga minyak yang turun karena masih mempunyai cadangan devisa yang besar.
Seberapa jauh harga minyak akan terus turun? Dalam perang harga yang terjadi saat ini, harga pasar global yang diperlukan untuk mendukung anggaran pemerintah bukan lagi menjadi isu utama. Bukan juga biaya total yang diperlukan untuk eksplorasi dan juga transportasi.
Yang penting adalah biaya marginal yaitu pengeluaran dari mendapatkan minyak setelah lubang digali dan pipa dipasang. Nominalnya antara 10-20 dolar Amerika per barel di Teluk Persia dan hampir sama dengan biaya ynag dikeluarkan di Amerika. Perkiraan angka 50 hingga 69 dolar Amerika untuk mencapai titik impas bagi ladang minyak di Amerika tidak lagi relevan.
Apabila produsen minyak besar belum juga mengurangi produksinya, maka harga minyak mentah akan terus turun. Bukan tidak mungkin, harga minyak akan jatuh hingga lebih dari 50 persen dari harga sekarang. Artinya, siap-siap untuk melihat harga minyak mentah dunia berada di level 20 dolar Amerika atau sekitar Rp250.000 per barel. (Bloomberg)
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Prediksi IHSG Hari Ini di Tengah Pelemahan Bursa Asia Imbas Tekanan Tarif Trump
-
Anggaran MBG Rp 1,2 Triliun per Hari, Begini Kata Menteri Keuangan
-
Berapa Gaji Pejabat BGN yang Urusi MBG? Ini Penjelasannya
-
INET Umumkan Rights Issue Jumbo Rp1,78 Triliun, Untuk Apa Saja Dananya?
-
Tukad Badung Bebas Sampah: BRI Gandeng Milenial Wujudkan Sungai Bersih Demi Masa Depan
-
Lowongan Kerja KAI Properti untuk 11 Posisi: Tersedia untuk Semua Jurusan
-
Cukai Tembakau Tidak Naik, Ini Daftar Saham yang Diprediksi Bakal Meroket!
-
BRI Peduli Salurkan Ambulance untuk Masyarakat Kuningan, Siap Layani Kebutuhan Darurat!
-
IHSG Cetak Rekor Pekan Ini, Investor Asing Banjiri Pasar Modal Indonesia
-
Cara Hemat Rp 10 Juta dalam 3 Bulan untuk Persiapan Bonus Natal dan Tahun Baru!