Suara.com - Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Spudnik Sujono menyatakan produksi cabai di dalam negeri saat ini mengalami surplus, namun volumenya masih perlu ditingkatkan sehingga mampu mengimbangi stok di pedagang.
Saat melakukan peninjauan operasi pasar yang dilakukan Perum Bulog di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, Rabu (15/7/2015), dia mengungkapkan, pada Juni 2015 produksi cabai besar mencapai 99.685 ton sedangkan kebutuhan hanya 98.900 ton.
Sedangkan pada Juli 2015, tambahnya, produksi komoditas sayur tersebut sebanyak 97.668 ton dengan kebutuhan di Tanah Air mencapai 97.000 ton.
"Jadi sebenarnya selama ini untuk cabai mengalami surplus, namun volumenya masih 'membahayakan' sehingga (harga di pasar) mudah dipermainkan pedagang," tukasnya.
Oleh karena itu, menurut dia, pihaknya akan mengatur manajemen tanam, guna menjaga produktivitas pertanian agar mampu mengendalikan harga kebutuhan pokok ketika permintaan melonjak.
"Kita akan atur manajemen tanam dengan menganalisis kebutuhan bahan pokok setiap bulannya, sehingga kita dapat mengetahui kebutuhan dan pasokan bulanan. Kita atur agar terjadi kebutuhan dan suplai. Ini agar produksi jangan terlalu tipis surplusnya, karena surplus tipis ini dimainkan pedagang," ujarnya.
Menurut dia, komoditas cabai pernah surplus sebanyak 500 ribu ton dalam setahun, namun pada bulan-bulan tertentu tingkat surplus tersebut hanya sedikit, sehingga pedagang memainkan harganya hingga ke tingkat yang tak wajar.
"Seperti tahun lalu harga cabai sampai menembus Rp100 ribu per kilogram. Ini karena produksi cabai surplus sedikit, sehingga harga dimainkan pedagang," tuturnya.
Spudnik menyatakan Kementerian Pertanian sedang mengkaji bersama Perum Bulog untuk membuka toko tani di setiap titik seluruh pasar Indonesia untuk menjaga harga kebutuhan bahan-bahan pokok agar tak terjadi lonjakan secara drastis.
"Kita akan buka lapak yakni toko tani untuk mengamankan suplai di pasar seperti di Pasar Bekasi dan Pasar Induk Kramat Jati. Setiap tahun selalu terjadi (lonjakan harga), maka itu suplai kita atur jangan sampai produksinya surplus tipis, kita akan atur dari hulu hingga hilir," ucapnya.
Sementara itu terkait operasi pasar yang salah satunya menyediakan cabe, Spudnik menyatakan, khusus di Jakarta dilakukan di 21 titik distribusi yang ada di pasar-pasar tradisional di lima wilayah DKI.
Dia menyatakan, kegiatan operasi pasar yang menjual cabe dengan harga Rp29.000 itu mampu menekan harga komoditas tersebut yang di pasaran menjadi Rp40.000 per kilogram dari sebelumnya hampir Rp45.500 hingga Rp48.000 per kilogram. (Antara)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Berapa Harga Mobil Bekas Toyota Yaris 2011? Kini Sudah di Bawah 90 Juta, Segini Pajaknya
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
Pilihan
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
Terkini
-
Kekayaan Ridwan Kamil dan Atalia Praratya yang Dikabarkan Cerai
-
Merger BUMN Karya Tuntas Awal 2026, BP BUMN Ungkap Update Terkini
-
Target Harga BUMI di Tengah Aksi Jual Saham Jelang Tahun Baru
-
HET Beras Mau Dihapus
-
Dana Jaminan Reklamasi 2025 Tembus Rp35 Triliun, Syarat Wajib Sebelum Operasi!
-
Harga Beras Bakal Makin Murah, Stoknya Melimpah di 2026
-
DJP Blokir 33 Rekening Bank hingga Sita Tanah 10 Hektare ke Konglomerat Penunggak Pajak
-
Emiten TRON Perkuat Bisnis Kendaraan Listrik, Jajaki Pengadaan 2.000 Unit EV
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
DJP Kemenkeu Kantongi Rp 3,6 Triliun dari Konglomerat Penunggak Pajak