Suara.com - Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia menilai ekspor produk dan kerajinan saat ini mengalami kelesuan. Hal tersebut disebabkan karena menguatnya dolar secara global dan menurunnya daya beli masyarakat.
"Kedua faktor itu yang menyebabkan ekspor produk dan kerajinan kita menurun. Penurunannya ini cukup signifikan, yakni antara 10-15 persen," kata Pengurus DPP Asmindo Muhammad David R. Wijaya ketika dihubungi Suara.com, Rabu (26/8/2015).
Guna meningkatkan daya beli tersebut, lanjut David, perlu adanya inovasi, kreasi, dan pembaharuan produk yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Di samping itu, pelaku usaha ini harus mampu menciptakan produk baru yang tidak terpengaruh dengan naiknya dolar.
"Pasar ekspor kita ada Eropa, Amerika, Jepang, dan lainnya. Kalau pelaku usaha kita bisa melakukan inovasi-inovasi, kita yakin ekspor produk ini akan banyak diterima pasar. Namun itu tidak bisa kita lakukan sendiri perlu adanya keterlibatan pemerintah juga," kata lelaki yang juga sebagai penasihat Asmindo Solo.
David menambahkan pemerintah harus mampu menggerakkan perekonomian dalam negeri. Pasalnya, anggaran pendapatan belanja negara saat ini belum sepenuhnya dibelanjakan. Padahal, 80 persen anggaran ini adalah proyek pemerintah. Jika hal itu dapat dibelanjakan, maka akan dapat membantu pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Misalnya anggaran belanja pemerintah ini dibelanjakan produk lokal, dengan begitu akan dapat membantu pelaku usaha kita. Kurangi produk impor," katanya.
Dia menambahkan secara global ekspor produk dan kerajinan Indonesia masih kalah jauh dibanding Vietnam dan Malaysia. Yakni baru dua persen pasar dunia. Hal tersebut karena kebijakan yang dibuat pemerintah selama ini belum sepenuhnya memihak kepada para pelaku usaha.
Selama ini tingkat suku bunga bank di Indonesia berkisar antara 14-15 persen. Padahal di negara lain tingkat suku bunga ini hanya lima persen. Sehingga membuat pelaku usaha kesulitan meningkatkan modalnya.
"Ini harus menjadi bahan evaluasi pemerintah ke depan. Karena menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar ini sangat dirasakan sekali oleh pelaku usaha di sektor industri. Entah permebelan, kerajinan maupun lainnya," paparnya. (Labib Zamani)
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Prabowo Kirim Surat ke Eks Menteri Termasuk Sri Mulyani, Ini Isinya...
Pilihan
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
Terkini
-
Pekerjaan M. Qodari Sebelum Jabat KSP, Hartanya Tembus Rp 260 Miliar
-
Kabar Gembira untuk UMKM! Pajak Final 0,5 Persen Diperpanjang Hingga 2029, Beban Usaha Makin Ringan!
-
Bos BI Senang Pemerintah Guyur Dana Rp 200 Triliun ke Bank, Likuiditas Luber
-
Penyaluran Kredit Meski Gacor Demi Pertumbuhan Ekonomi Konsisten di 5 Persen
-
Bos Danantara Bakal Guyur Lagi KUR Perumahan Hingga Rp 250 Triliun
-
Bukan Reshuffle Kabinet, Ini Pendorong IHSG Bisa Tembus Level 8.000
-
Rosan Roeslani Disebut Bakal Jadi Menteri BUMN, Dilebur dengan Danantara?
-
Salah Paham Produk Vape Bikin Industri Tembakau Alternatif Terancam
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Pahitnya Ekonomi RI: Lesunya Konsumsi Rumah Tangga Imbas Cari Pekerjaan Sulit