Suara.com - Bank Indonesia mengimbau industri perbankan untuk mewaspadai potensi peningkatan kredit bermasalah (non performing loan/NPL) seiring dengan pernyataan Bank Sentral AS The Fed yang membuka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan akhir tahun ini.
"Saya lihat bahwa NPL (gross) masih jauh di bawah 5 persen. Tapi perlu diwaspadai kondisi di luar negeri, apalagi jika Fed Fund Rate naik," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui di Kantor Pusat BI, Jakarta, Jumat.
Menurut Agus, kenaikan suku bunga acuan AS dapat berdampak menguatnya dolar terhadap mata uang lain di seluruh dunia dan kemudian bisa memengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang memiliki pinjaman valas dalam dolar.
"Dolar menguat itu bisa berdampak ke perusahaan kita yang punya pinjaman di luar negeri saat jatuh tempo. Kalau mau perpanjang pinjamannya akan ada risiko kesulitan untuk dapat pinjaman perpanjangan. Hal-hal seperti ini musti kita antisipasi pada kredit bermasalah," ujar Agus.
Stabilitas sistem keuangan domestik sendiri tetap solid, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Bank sentral menilai, ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko-risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga.
Pada Agustus 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen, yaitu sebesar 20,5 persen. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,8 persen (gross) atau 1,4 persen (net).
Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 10,9 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada Agustus 2015 tercatat sebesar 13,2 persen (yoy).
Ke depan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia, pertumbuhan kredit diperkirakan akan terus meningkat. "Oke, kita tetap harus waspada, tapi yang paling utama kalau pertumbuhan ekonomi meningkat 4,85 persen (triwulan III) atau yang kami yakini 4,7-5,1 persen, itu bagus bagi pergerakan ekonomi, usaha, dan membuat ekspansi kredit menjadi baik, dan potensi NPL bisa dikendalikan," kata Agus. (ANTARA)
Berita Terkait
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
Terkini
-
Kebutuhan Asuransi Makin Penting, Allianz Life Syariah Raup 120 Ribu Nasabah
-
Stockbit Error Sejak Pagi, Publik Ancam Pindah Platform Hingga Lapor YLKI
-
HIPMI Soroti Dugaan Tekanan Kelompok Kepentingan di Industri Tekstil
-
Rupiah Loyo di Tengah Kuatnya Dolar AS, RUU Redenominasi Jadi Sorotan
-
IHSG Masih Menghijau Pagi Ini di Awal Sesi, Rawan Aksi Profit Taking
-
Ratusan Eksportir Sawit Diduga Nakal, Kibuli Negara Dengan Modus Pintar
-
Ekonom Sebut Moratorium Cukai Rokok Lebih Untung Bagi Negara Dibanding Kenaikan
-
Waduh, Kesadaran Masyarakat Indonesia Melek Keuangan Syariah, Masih Kecil!
-
Bursa Kripto Domestik Siapkan Solusi untuk Transaksi Jumbo
-
Emas Antam Lompat Tinggi Lagi, Harganya Tembus Rp 2.296.000 per Gram.