Suara.com - Gejolak pasar-pasar keuangan telah mempersuram prospek ekonomi Amerika Serikat dan akan menjadi faktor kunci dalam keputusan menaikkan suku bunga. Kesimpulan ini terdapat dalam risalah pertemuan Federal Reserve Januari yang dipublikasikan pada Rabu (17/2/2016).
Para peserta pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) 26-27 Januari, risalah tersebut menyatakan "menekankan bahwa waktu dan kecepatan penyesuaian (suku bunga) akan bergantung pada perkembangan ekonomi dan pasar keuangan mendatang dan implikasinya terhadap prospek ekonomi jangka menengah."
Para pembuat kebijakan FOMC mencatat kondisi-kondisi keuangan "lebih ketat" di Amerika Serikat, termasuk kenaikan volatilitas pasar baru-baru ini dan dolar yang lebih kuat.
Setelah menaikkan suku bunga acuan federal fund seperempat poin pada Desember, setelah mempertahankannya tetap dipatok mendekati nol selama tujuh tahun, FOMC mempertahankan suku bunga tidak berubah pada pertemuan Januari, mencatat pelambatan ekonomi AS di kuartal keempat dan gejolak pasar.
Para peserta membahas panjang lebar volatilitas pasar yang mendorong harga saham turun tajam dan mengirim dolar lebih tinggi, menurut risalah.
Beberapa menyatakan pandangan bahwa "dampak dari perkembangan keuangan ini, jika mereka bertahan, mungkin kira-kira setara bagi mereka dengan penguatan lebih jauh dalam kebijakan moneter." Para pejabat juga menyuarakan kekhawatiran bahwa perubahan struktural dan ketidakseimbangan keuangan terbaru di Tiongkok "mungkin menyebabkan pelambatan tajam dalam pertumbuhan ekonomi di negara itu daripada yang diantisipasi secara umum." "Pergeseran turun semacam itu, jika terjadi, dapat meningkatkan tekanan ekonomi dan keuangan pada negara-negara berkembang lainnya serta produsen komoditas, termasuk Kanada dan Meksiko," di antara mitra perdagangan utama AS.
"Selain itu, pasar keuangan global dapat terus dipengaruhi oleh ketidakpastian tentang rezim nilai tukar Tiongkok. Beberapa peserta khawatir tentang hambatan potensial dalam ekonomi AS dari dampak lebih luas dari pelambatan yang lebih besar dari perkiraan di Tiongkok dan negara berkembang lainnya." (Antara)
Berita Terkait
-
The Fed Pangkas Suku Bunga, Apa Dampaknya Terhadap Perbankan Indonesia?
-
Alasan BI Turunkan Suku Bunga Acuan 4,75 Persen
-
Harga Emas Antam Pecah Rekor Lagi Tembus Lebih dari Rp2,1 Juta, Ini Penyebabnya
-
Bos Uniqlo Ramal Dunia Bakal Bangkrut, Ini Faktornya
-
IHSG Berbalik Rebound di Sesi I, Apa Pemicunya?
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Fakta-fakta Demo Timor Leste: Tekanan Ekonomi, Terinspirasi Gerakan Warga Indonesia?
-
Alasan Eks Menteri Sebut DJP 'Berburu Pajak di Kebun Binatang': Masalah Administrasi Serius
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Spesifikasi E6900H dan Wheel Loader L980HEV SDLG Indonesia
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina