Suara.com - Pemerintah sedang menyiapkan landasan hukum guna memberhentikan implementasi Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) di Tanah Air karena skema tersebut dinilai amat merugikan petani kelapa sawit.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Gamal Nasir di Jakarta, Kamis (24/3/2016) mengatakan, Pemerintah bertekad untuk membubarkan IPOP sehingga landasan hukum diperlukan karena meskipun telah diberikan surat peringatan, IPOP masih melanjutkan operasionalnya di Indonesia.
Gamal menegaskan bahwa yang akan dibubarkan adalah manajemen IPOP, bukan perusahaan penandatanganan IPOP, selain itu pemerintah juga akan mencari landasan hukum pembubaran LSM berkedok advokasi kelapa sawit berkelanjutan tersebut.
"Mereka dilarang beroperasi di Indonesia, kami akan mencari dasar hukumnya. Sekarang sedang didiskusikan dengan instansi terkait soal apakah akan dibuat peraturan baru atau mencari dari aturan yang sudah ada," katanya.
Pihaknya menginginkan ada penerbitan sejenis surat keputusan menteri untuk dapat segera membubarkan IPOP, namun, saat ini masih dilakukan diskusi soal landasan hukum ini dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Dirjen Perkebunan menyatakan, Kementan juga merasa dilangkahi oleh IPOP dengan sikap mereka menggandeng beberapa Pemda (Dinas Pertanian) tanpa berkoordinasi dengan kementerian tersebut. "Pembinaan perkebunan sawit itu di bawah Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian. Jadi semua kebijakan soal sawit ada di kami," tegas Gamal.
Menurut dia, Indonesia telah memiliki Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO) sebagai sistem sertifikasi industri sawit dan petani dalam mengelola perkebunan sawit secara berkelanjutan, sehingga IPOP tidak perlu beroperasi lagi di Indonesia.
Pemerintah menyatakan sikap menentang implementasi IPOP sejak pertengahan tahun lalu, karena sejak skema tersebut diimplementasikan, banyak petani mengeluhkan hasil produksinya yang tidak lagi diserap perusahaan karena dinilai berasal dari praktik yang tidak berkelanjutan (sustainable).
Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) merupakan komitmen para pelaku usaha di sektor kelapa sawit untuk melakukan praktik-praktik yang ramah lingkungan dalam aktivitas produksi, yang mana para anggota dilarang menerapkan penanaman sawit di wilayah High Carbon Stock (HCS) dan lahan gambut.
IPOP merupakan salah satu kesepakatan yang dilahirkan dalam diskusi bertajuk Sustainable Development : The Indonesian Way of Doing Business in The New Millenium pada ajang UN 2014 Climate Summit, yang diinisiasi Kadin Indonesia di New York, 24 September 2014.
Dalam penandatanganan tersebut, empat perusahaan yang terlibat yaitu Golden Agri Resources Ltd, Wilmar International Ltd, Cargill, dan Asian Agri.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mengatakan petani menunggu langkah pemerintah untuk dapat segera membubarkan IPOP, arena perusahaan besar yang menandatangani kesepakatan tersebut mengurangi pembelian TBS petani.
Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Mangga Barani mendukung Kementerian Pertanian yang mengambil langkah tegas terhadap keberadaan IPOP.
"Pemerintah harus ambil langkah tegas. Kalau perlu, panggil penandatanganan IPOP untuk mencari penyelesaiannya, sehingga tidak semakin besar dan akan merugikan petani kelapa sawit," ujarnya.
Menurutnya, standar dan aturan yang dibuat IPOP jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia.
"Terjadi perbedaan persepsi yang mendasar terkait dengan standar atau kriteria IPOP dengan peraturan yang berlaku di Indonesia," katanya.
Mantan Dirjen Perkebunan itu mencontohkan, dalam IPOP dilarang menampung tandan buah segar (TBS) atau CPO dari kebun sawit hasil deforestasi ataupun dari lahan gambut.
"Tapi tidak mungkin Indonesia mengembangkan sawit tanpa mengkonversi hutan, karena hutan konversi legal untuk ditanami komoditi non hutan termasuk sawit," katanya.
Selain itu, kelapa sawit dari lahan gambut diperbolehkan aturan di Indonesia jika batas ketebalannya tiga meter sementara di IPOP hal itu dilarang.
Sementara itu kriteria dan persyaratan di dalam IPOP terkait nol deforestasi, perlindungan lahan gambut, dan perlindungan HCS, dinilai kontraproduktif dengan upaya pemerataan pembangunan ekonomi nasional. (Antara)
Berita Terkait
-
Dari Duren Sawit ke Padalarang: Polda Metro Ungkap Penyelundupan Pakaian Bekas Impor 207 Ballpress!
-
Skandal Sawit Rp45,9 Triliun: DJP Ungkap Kecurangan Ekspor
-
Ratusan Eksportir Sawit Diduga Nakal, Kibuli Negara Dengan Modus Pintar
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
Geger Ekspor Ilegal CPO: 87 Kontainer Disita, Negara Terancam Rugi Ratusan Miliar
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
Neo Pinjam: Bunga, Biaya Admin, Syarat, Tenor, Kelebihan dan Kekurangan
-
Sertifikat Tanah Ganda Paling Banyak Keluaran 1961 Hingga 1997, Apa Solusinya?
-
Optimalkan Nilai Tambah dan Manfaat, MIND ID Perkuat Tata Kelola Produksi serta Penjualan
-
Kasus Sertifikat Tanah Ganda Merajalela, Menteri Nusron Ungkap Penyebabnya
-
3 Altcoin Diprediksi Bakal Meroket Pasca Penguatan Harga Bitcoin US$ 105.000
-
MEDC Mau Ekspor Listrik ke Singapura
-
BRI Peduli Salurkan 637 Ambulans Lewat Program TJSL
-
Tidak Semua Honorer, Hanya Tiga Kriteria Ini Berhak Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu
-
Prediksi Harga Emas Pekan Depan: Was-was RUU Trump, Emas Lokal Bakal Ikut Melemah?
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal