Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, mengkritik cara pemerintah yang selalu mengandalkan tekanan pajak untuk mengatur segala sesuatu. Menurutnya, aturan pajak akan bersifat sementara dan hanya mengakibatkan tekanan dan trauma khususnya bagi para pengusaha dan tidak menjamin kepastian hukum dalam berbisnis di tanah air.
"Karena tanpa ada fundamental yang jelas, maka permasalahan tidak akan terselesaikan," kata Ali dalam keterangan tertulis, Selasa (7/2/2017).
Hal ini juga terkait wacana pemerintah yang akan menetapkan pajak progresif untuk tanah terlantar. Apa definisi tanah terlantar? Sebenarnya melalui PP No. 11 tahun 2011 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar sudah ada. Namun memang masih banyak ‘abu-abu’. Dalam beberapa pasal juga ada penyebutan ‘tanah terlantar yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai ketentuan karena keterbatasan ekonomi...’.
"Dengan demikian maka alasan untuk menghindari tanah terlantar akan sangat mudah," ujar Ali.
IPW menyoroti wacana ini dengan memberikan masukan bahwa pendekatan tanah terlantar tidak dapat diselesaikan dengan pajak, melainkan harus dibentuk fundamental pasar perumahan yang kuat. Dengan fundamental pasar yang solid maka secara otomatis harga tanah akan terkendali.
IPW mengkritik keras kepada pihak yang mengatakan bahwa penguasaan lahan untuk investasi akan menjadikan harga naik. “Tidak ada yang salah dalam investasi di sektor properti termasuk tanah sebatas untuk dikembangkan sebagai tanah produktif. Di negara lain pun tidak ada menghalangi ketika kita mau investasi tanah. Yang salah ketika tanah dijadikan ajang spekulasi. Kenaikan harga properti bukan disebabkan oleh investasi tanah melainkan karena pergerakan ekonomi yang membuat tanah bertumbuh. Jangan dibolak balik. Jadi yang bahaya itu motif spekulasi bukan investasi,” tegas Ali.
Ali mencontohkan ada yang menjual lahan Rp 90.000/m2 di suatu lokasi. Bulan berikutnya tanah sudah menjadi Rp 120.000/m2. Apakah harga tanah sudah langsung naik sebegitu cepat? Penambahan harga tersebut merupakan titipan dari beberapa calo/spekulan tanah. Jadi rangkaian rantai calo/spekulannya sudah panjang.
Belum lagi banyak oknum yang menawarkan tanah-tanah yang nantinya sudah direncanakan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Ditawarkan untuk dijanjikan bila rencana pemerintah jadi maka harga tanah akan naik.
Baca Juga: IPW Prediksi Program Sejuta Rumah Tak Berlanjut di Tahun Ketiga
Jadi ketika pengembang memiliki land bank yang besar tidak serta merta dikategorikan sebagai tanah terlantar, karena land bank yang ada semata-mata untuk memberikan sustainabilitas perusahaannya. Tidak mungkin pengembang akan membeli tanah setelah tanah yang ada habis. Harga tanah pastinya akan naik dan harga akan makin mahal.
"Melihat kondisi lapangan seperti itu maka ketika menetapkan tanah terlantar harus jelas pengertian, batasannya, dan jangka waktunya," tutur Ali.
Jika tujuannya agar harga tanah dapat terkendali, maka pendekatan pajak tidak akan berhasil, malahan harga tanah akan terdongrak naik. Bila pajak diterapkan, maka biaya pajak nantinya akan dibebankan ke konsumen dan harga akan melonjak. Untuk memberikan kestabilan harga termasuk untuk tanah-tanah yang akan dibangun infrastruktur dan fasilitas umum termasuk penyediaan rumah murah, pendekatan bank tanah menjadi salah satu alternatif terbaik saat ini. Dengan konsep bank tanah maka pemerintah akan dapat mengendalikan harga tanah.
"Pemerintah tidak usah membuat para pengembang menjadi khawatir. Dalam kondisi pasar properti yang masih belum sepenuhnya pulih jangan bebani para pelaku pasar dengan hal-hal yang tidak perlu," tutup Ali.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Kemenperin Mau Stop Impor, Dana Belanja Pemerintah Hanya untuk TKDN Tinggi
-
Rendahnya Utilitas vs Banjir Impor: Menperin Ungkap Tantangan Industri Keramik Nasional
-
Kerugian Akibat Bencana di Aceh Timur Capai Rp5,39 Triliun, Berpotensi Bertambah
-
Apa Itu De-Fi atau Decentralized Finance? Ini Penjelasan Lengkapnya
-
IPO SpaceX Ditargetkan 2026, Valuasinya 28 Kali Lebih Besar dari BBCA
-
Di Balik Aksi Borong Saham Direktur TPIA, Berapa Duit yang Dihabiskan?
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen