Suara.com - Pengusaha Indonesia keberatan dengan aturan mandatory (kewajiban) sertifikasi halal, untuk semua produk yang beredar di Indonesia pada 2019 mendatang.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, kewajiban yang memberatkan itu tertuang dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Sertifikat seperti itu, menurut Hariyadi, seharusnya bersifat voluntary. Artinya, produsen baru mengajukan sertifikasi halal kalau ingin produknya mendapat label halal.
Sertifikasi halal, seharusnya tidak berlaku bagi produsen yang tidak ingin mendapatkan label tersebut.
“Di undang-undang kita itu, pokoknya semua harus lapor, harus disertifikasi halal. Itu yang jadi masalah,” ujar Hariyadi seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (5/12/2017).
Hariyadi mengakui, sebenarnya tren produk halal kekinian sudah mulai menjadi gaya hidup masyarakat, sehingga sertifikat halal juga penting untuk mendukung hal tersebut.
Namun, masalahnya adalah, biaya sertifikasi yang mahal menjadi beban pengusaha. Rata-rata biayanya bisa mencapai Rp2,5 juta per produk. Biaya ini akan lebih tinggi jika memerlukan pemeriksaan lanjutan, misalnya hingga ke pabrik bahan baku.
Selain itu, sertifikat halal pada suatu produk hanya berlaku empat tahun dan harus selalu diperbaharui.
Baca Juga: YLKI: Penaikan Tol Dalam Kota Jasa Marga Tidak Adil!
Sertifikasi ini juga berpotensi menimbulkan kegaduhan, karena berkaitan dengan psikologi masyarakat. Bisa jadi, produsen yang tidak ikut sertifikasi ini dipojokkan oleh kelompok tertentu.
Sementara pada tingkat internasional, saat ini juga belum ada sertifikat halal yang bersifat universal. Misalnya, kalau sudah diakui halal di Malaysia atau di Australia, belum tentu akan mendapatkan pengakuan di Indonesia.
“Kami khawatir akan banyak muncul sertifikat palsu,” ujar Hariyadi.
Dalam UU JPH, sertifikat halal diterbitkan oleh Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang kini sudah terbentuk. Setelah lima tahun UU tersebut diundang, maka kemudian harus dioperasikan.
Menurut Hariyadi, semua industri mengeluh soal sertifikasi halal ini. Pada industri farmasi misalnya, ada satu perusahaan asal Amerika yang membutuhkan biaya sekitar USD 80 juta agar produknya bisa mendapat serfikat halal.
Demikian juga di sektor kosmetika. Bahkan ada yang sudah bersiap-siap kehilangan pasar Indonesia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Menkeu Purbaya Janji Hentikan Sisa Anggaran Menumpuk di Akhir Tahun
-
Bos SMGR Akui Persaingan Industri Semen RI Makin Ketat
-
Pertamina Mau Gabung 3 Anak Usaha, DPR: Sesuai Keinginan Danantara
-
Rusun Jadi Fokus Solusi Pemukiman yang Semakin Mahal di Jakarta
-
Tidak Gratis, Pindahkan Rp 200 Triliun ke 5 Bank Menkeu Purbaya Minta Bunga Segini!
-
BNI Sambut Penempatan Dana Pemerintah, Tapi Minta Beberapa Penjelasan
-
5 Perumahan di Bekasi Utara Cocok untuk Milenial, Harga Mulai Rp 300 Jutaan
-
Rp 70 Miliar Milik Nasabah Hilang Karena Dibobol? Ini Kata BCA
-
Pengamat: Reshuffle Prabowo Lebih Bernuansa Politis Ketimbang Respons Tuntutan Publik
-
Kisah Harjo Sutanto: Orang Terkaya Tertua, Pendiri Wings Group