Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa semua pihak sepakat untuk mengakhiri perang dagang, namun hingga saat ini belum ada kesepakatan bagaimana caranya.
"Semua sepakat perlu upaya mengurangi ketegangan perdagangan internasional, namun belum ada kesepakatan bagaimana caranya," kata Sri Mulyani ketika bersama Menlu Retno Marsudi menjelaskan hasil KTT G20 hari pertama di Osaka Jepang, Jumat (29/6/2019) kemarin.
Ia menyebutkan belum adanya kesepakatan mengenai cara mengatasinya menimbulkan ketidakpastian dalam hasil KTT G20 Osaka itu.
Sri Mulyani menjelaskan perlunya upaya mengurangi ketegangan perdagangan internasional dibahas dalam sesi pertama KTT G20.
"Menyangkut ekonomi global, perdagangan, dan investasi, memang merupakan isu yang sekarang menjadi paling mengemuka dalam pertemuan G20 ini," katanya.
Ia menyebutkan sudah disampaikan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 ini menjadi lebih rendah karena risiko-risiko yang sifatnya negatif telah terjadi yaitu eskalasi dari ketegangan perdagangan terutama antara AS dan China.
"Namun sebetulnya secara menyeluruh penyebabnya adalah munculnya sikap proteksionisme," katanya.
Menurut Menkeu, Direkrur Pelaksana IMF Christine Lagarde menyampaikan dengan risiko ketegangan perang dagang itu, pertumbuhan ekonomi dunia akan turun 0,5 persen.
Dengan demikian tahun 2019 ini yang diprediksi 3,5 persen dan diharapkan bisa naik menjadi 3,6 persen, namun kalau perang dagang terus berjalan maka pertumbuhan hanya akan mencapai 3,1 persen.
Baca Juga: Seru! Trump dan Xi Jinping Bakal Bertemu di Jepang Bahas Perang Dagang
"0,5 persen dari GDP dunia itu lebih besar dari satu ekonomi seperti Afrika Selatan. Jadi ini risikonya sangat besar," kata Sri Mulyani.
Ia menyebutkan dari pernyataan para pimpinan seperti Presiden AS Donald Trump, Presiden China Xi Jinping dan beberapa pimpinan mengenai situasi saat ini, masih ada jarak terutama antara Trump dengan pimpinan lain.
Dalam opening statement-nya di KTT G20, Trump menyampaikan bahwa mereka menginginkan adanya perdagangan yang adil, dan adanya resiprokal yang saling berlaku adil.
Trump juga menyampaikan pentingnya memunculkan level playing field dan tidak ada kebijakan yang tidak fair. Dalam hal ini muncul istilah predatory nation yang bisa memanfaatkan perekonomian AS.
"Ini menggambarkan bahwa dalam konsep Trump masih ada negara-negara yang dianggap melakukan praktik-praktik yang merugikan AS. Oleh karena itu Trump mengajak kita menghapuskan berbagai macam distorsi itu untuk bisa menciptakan kesejahteraan bersama," kata Sri Mulyani.
Di sisi lain Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa situasi saat ini adalah karena kebijakan yang dibuat oleh suatu negara, sehingga keinginan menciptakan kondisi win-win solution adalah fungsi dari keinginan untuk memperbaiki atau menciptakan solusi itu sendiri atau tidak.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
-
Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
-
Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
-
Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
-
Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
-
Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
-
IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing
-
Riset: Penundaan Suntik Mati PLTU Justru Bahayakan 156 Ribu Jiwa dan Rugikan Negara Rp 1,822 T