Suara.com - Biaya bertani di Indonesia disebut lebih mahal dibandingkan negara lain. Kepala Peneliti Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta mengatakan, mahalnya ongkos produksi sektor pertanian di Indonesia karena sejumlah faktor.
"Yang saya lihat yang pertama ongkos produksi Indonesia masih cukup mahal sebenarnya kalau dibandingkan dengan ongkos produksi di negara lain," kata Felippa dalam diskusi G20 sektor pertanian mengenai ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (17/2/2022).
Selain itu, berdasarkan hasil riset CIPS, sejumlah faktor penyebab tingginya biaya produksi pertanian Indonesia diantaranya keterbatasan lahan, serta keterbatasan benih berkualitas dan keterbatasan akses pupuk.
Rata-rata petani di Indonesia memiliki lahan sebesar 0,6 hektare sehingga menyebabkan biaya produksi yang tinggi dan tidak efisien jika dibandingkan dengan menggarap lahan pertanian dalam skala yang lebih besar.
Sedangkan petani Indonesia juga mengalami keterbatasan akses pada benih berkualitas dan akses terhadap pupuk. Pupuk subsidi tidak bisa memenuhi kebutuhan petani, sementara harga pupuk nonsubsidi sangat tinggi dibanding pupuk bersubsidi.
Selain ongkos produksi yang mahal, produktivitas pertanian Indonesia juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
Felippa mencontohkan salah satu komoditas unggulan Indonesia yaitu kopi yang masih kalah saing dengan Brasil dan Vietnam sebagai produsen kopi nomor satu dan kedua di dunia.
Produktivitas yang rendah dan biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga jual kopi Indonesia lebih mahal dan menjadi kalah saing dengan negara lain.
"Kalau kita lihat dari hubungan antara produktivitas dan struktur ongkos ini akhirnya hasil pertanian kita lebih mahal dibandingkan harga internasional, makanya kita kalah saing di sana, dari kuantitas dan harga saja kurang," kata Felippa.
Baca Juga: Mahasiswa dan Petani Sawit Sulawesi Barat Berunjuk Rasa Tolak Permendag Nomor 6 Tahun 2022
Hasil penelitian CIPS mengungkapkan sektor pertanian Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Hal itu terlihat dari dampak krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang tak mempengaruhi sektor pertanian sementara sektor lain mengalami kontraksi.
Berita Terkait
-
Kesejahteraan Petani Naik Signifikan, Suharso Manoarfa: Kita Harus Terus Tingkatkan
-
Kembangkan Potensi Pertanian, Bupati Sleman Kukuhkan 20 Pengurus Jaringan Petani Milenial
-
Pupuk Indonesia Permudah Petani Penuhi Kebutuhan Pupuk Lewat Program Retail Management
-
Dokter Ini Sarankan Warga Agar Tidak Melakukan Tes PCR Berulang Kali di Laboratorium Berbeda
-
Mahasiswa dan Petani Sawit Sulawesi Barat Berunjuk Rasa Tolak Permendag Nomor 6 Tahun 2022
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Jelang Akhir Tahun Realisasi Penyaluran KUR Tembus Rp240 Triliun
-
Jabar Incar PDRB Rp4.000 Triliun dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
-
BRI Insurance Bidik Potensi Pasar yang Belum Tersentuh Asuransi
-
Cara SIG Lindungi Infrastruktur Vital Perusahaan dari Serangan Hacker
-
Dukung Implementasi SEOJK No. 7/SEOJK.05/2025, AdMedika Perkuat Peran Dewan Penasihat Medis
-
Fakta-fakta RPP Demutualisasi BEI yang Disiapkan Kemenkeu
-
Rincian Pajak UMKM dan Penghapusan Batas Waktu Tarif 0,5 Persen
-
Tips Efisiensi Bisnis dengan Switchgear Digital, Tekan OPEX Hingga 30 Persen
-
Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur
-
Permata Bank Targetkan Raup Rp 100 Miliar dari GJAW 2025