Suara.com - Pemerintah diminta menaikkan harga BBM untuk menjaga stabilitas fiskal APBN yang kini terbebani tingginya subsidi akibat gejolak harga migas dunia. Namun kebijakan ini harus berdasarkan kalkulasi yang tepat dan valid, berapa sejatinya persentasi kenaikan harga BBM dan gas yang cukup bisa diterima.
Solusi ini disampaikan Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD), Dr Mukhaer Pakkana, agar Pemerintah bisa mengambil langkah yang tepat menghadapi kemungkinan devisit APBN yang terlalu jauh dari batas normal menurut undang-undang, yaitu 3%.
“Kenaikan harga BBM menjadi solusi. Tentu harus dilakukan berdasarkan kalkulasi persentasi kenaikan harga yang tepat dan valid dalam satu dua hari ini, berikut simulasi implikasi serta dampak ekonomi dan sosial lainnya,” ujar Mukhaer Pakkana di Jakarta, Senin (29/8/2022).
Sebelumnya, solusi kenaikan harga BBM ini juga disampaikan Rektor Universitas Indonesia, Prof. Ari Kuncoro. Berbicara dalam sebuah webinar “Kenaikan Harga BBM, Apakah Suatu Keharusan” di Jakarta. Prof. Ari mengatakan subsidi BBM harus dikurangi sampai pada level di mana dampaknya tidak terlalu drastis.
“Kita berada pada situasi trade-off antara pertumbuhan dan ketahanan anggaran. Pertanyaannya subsidi BBM harus dikurangi sampai berapa sehingga dampaknya tidak terlalu drastis pada sektor-sektor yang berbasis mobilitas sehingga pertumbuhan ekonomi tidak tergerus terlalu banyak,” papar Ari Kuncoro.
Dalam hitungan Ari Kuncoro, Pemerintah bisa menaikkan harga BBM sebesar 30%-40%. Kemudian, pada saat yang bersamaan, juga bisa dilakukan kebijakan separating equilibrium dengan hanya membolehkan konsumsi BBM subsidi berdasarkan jenis kendaraan roda dua, angkutan umum dan logistik.
Menurut Ari Kuncoro, ini merupakan ‘strategic sequential waiting game’ serupa dengan strategi yang digunakan Presiden Jokowi saat menghadapi wabah pandemi. Yaitu, tidak sepenuhnya lackdown, tetapi mengelola situasi agar pandemi terkendali sementara ekonomi tetap berjalan.
“Dengan kata lain, ini strategi golden middle road yang selalu diambil Pemerintahan Jokowi, yang secara diam-diam dikagumi juga oleh berbagai institusi dunia, bagaimana Indonesia mengambil keputusan dengan cerdik, tanpa terburu-buru,” lanjut Prof. Ari Kuncoro.
Menurut Dr Mukhaer Pakkana yang juga merupakan Wakil Sekretaris Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah, tanpa mengurangi subsidi, Pemerintah memang akan menghadapi dilema yang berat.
Asumsi pemerintah, jika subsidi bahan bakar minyak (BBM) dipertahankan seperti saat ini hingga Desember 2022, maka subsidi APBN 2022 akan mencapai lebih Rp700 triliun, sementara alokasi subsidi hanya berkisar Rp500 triliun.
Sementara, jika subsidi dilepas atau harga BBM dan gas subsidi dinaikan, pasti muncul spiral effect yang sangat liar. Inflasi meroket, daya beli tergerus, kemiskinan bertambah, penggangguran melejit, dan seterusnya.
Untuk itu, selain menaikkan harga BBM, Pemerintah juga bisa menggunakan otoritasnya untuk memanfaatkan dana-dana devisa ekspor yang berasal dari windfall profit dari komoditas ekstraktif, seperti hasil ekspor batubara, CPO, nikel, dan lainnya.
“Windfall profit hasil komoditas ekstraktif ini diperkirakan jumlahnya melebihi angka Rp500 triliun. Jangan sampai hasil devisa ekspor itu hanya diparkir di luar, terutama di negara-negara tax heaven. Di sini Pemerintah harus tegas kepada pelaku eksportir itu,” tegas Mukhaer Pakkana.
Solusi ketiga yang bisa ditempuh Pemerintah adalah dengan fleksibilitas kebijakan. Jika kondisi harga BBM dan gas global kembali pulih atau normal sesuai asumsi ABPN, maka harga BBM dan gas harus dikembalikan ke tingkat normal atau sesuai harga keekonomiannya.
“Pemerintah bisa membuat klausul itu dalam kebijakan menaikkan harga BBM subsidi saat ini.” pungkasnya.
Berita Terkait
-
Viral Video Anak Gunakan Sepeda Ikut Antre Isi BBM, Sikap Petugas SPBU dan Pengendara Motor Dipuji Warganet
-
Wacana Harga BBM Naik Jangan Memicu Aksi Spekulan, Pemerintah Diminta Tetap Awas
-
Viral, Bergaya Isi BBM Rp100 Ribu, Pemotor Kabur Usai Tanki Terisi Penuh, Publik: Gaya Hedon tapi Nggak Sesuai Kantong
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya