Suara.com - Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah mengatur penyelesaian perkebunan kelapa sawit yang masuk dalam klaim Kawasan hutan, khususnya sesuai ketentuan Pasal 110A.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Sadino menjelaskan, perkebunan kelapa sawit yang sudah terbangun dan memiliki perizinan berusaha di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya UU No. 11/2020 yang belum memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan dibidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak UU ini berlaku.
“Namun jika lewat 3 (tiga) tahun tidak menyelesaikan persyaratan, pelaku dikenai sanksi administratif, berupa pembayaran denda administratif atau pencabutan Perizinan Berusaha,” kata Sadino dikutip Kamis (26/1/2023).
Menurut Sadino, mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari denda administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif Bidang Kehutanan.
“Meski demikian kegiatan usaha perkebunan sawit yang telah terbangun harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang pada saat usaha pertama kali dibangun dan/atau dioperasikan,” kata Sadino.
Sadino mengakui, ketentuan rencana tata ruang juga tidak mudah diimplementasikan karena tata ruang telah mengalami banyak perubahan dan seringkali rencana tata ruang yang diajukan mudah disalahgunakan sesuai kepentingan dalam tindak lanjut proses perizinan.
Untuk itu, PP mengatur perlunya; inventarisasi data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di bidang kehutanan, tata cara penyelesaian terhadap kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang memiliki lzin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan yang tidak memiliki Perizinan di bidang kehutanan.
“Kemudian, tata cara pengenaan Sanksi Administratif terhadap kegiatan usaha di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di bidang kehutanan, selanjutnya tata cara perhitungan Denda Administratif dan PNBP yang berasal dari Denda Administratif, serta paksaan pemerintah,” jelasnya.
Sadino menambahkan, pembayaran PNBP berupa PSDH dan DR tidak terlepas dari tata cara penyelesaian terhadap kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam Kawasan Hutan yang memiliki lzin lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan , dilakukan melalui tahapan:
Baca Juga: Airlangga Sebut Pemerintah Tunggu Surpres Perppu Cipta Kerja Dibacakan di Sidang Paripurna DPR
Pertama, pemberitahuan pemenuhan persyaratan perizinan di bidang kehutanan; Kedua, pengajuan permohonan penyelesaian persyaratan Perizinan di bidang kehutanan.
Kemudian Ketiga, verifikasi permohonan; Keempat, penerbitan surat perintah tagihan pelunasan PSDH dan DR; Kelima, pelunasan PSDH dan DR.
Selanjutnya yang Keenam adalah penerbitan; 1. Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan di dalam kawasan Hutan Produksi; atau 2. Persetujuan Melanjutkan Tata cara penyelesaian terhadap kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam Kawasan Hutan yang memiliki lzin Iokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan.
Sadino menjelaskan, PP ini mengatur bagi perusahaan yang telah mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan, sesuai rencana tata ruang, telah dilakukan inventarisasi dan verifikasi, serta penerbitan surat perintah tagihan pelunasan PSDH dan DR dan pelunasan PSDH dan DR, maka kewajiban negara berupa PNBP telah terpenuhi dan tidak ada potensi kerugian atau kerugian keuangan negara.
“Bagi yang sudah mengajukan permohonan setelah dikeluarkannya PP ini, maka pelaku usaha tinggal menunggu proses penyelesaian yang tahapan prosesnya adalah menjadi otoritas pemerintah dalam hal ini KLHK” jelasnya.
Namun, tambah Sadino, bagi pelaku usaha yang tidak menyelesaikan dalam waktu 3 tahun diberikan Sanksi Administratif dikenakan kepada Setiap Orang yang tidak menyelesaikan persyaratan Perizinan di bidang kehutanan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak berlakunya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Pakar Ingatkan Risiko Harga Emas, Saham, hingga Kripto Anjlok Tahun Depan!
-
DPR Tegaskan RUU P2SK Penting untuk Mengatur Tata Kelola Perdagangan Aset Kripto
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina