Suara.com - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada pada 13,6x dari nilai rasio harga saham per laba berdasarkan prediksi setahun penuh 2023 (23F P/E ratio).
Angka itu masih lebih murah dibanding indeks saham utama negeri tetangga, seperti; FTSE Bursa Malaysia dan SET Thailand yaitu 13,4x dan 16,3x.
“Terkait dengan optimisme tersebut, Mirae Asset memilih delapan saham yang menjadi pilihan utama, yaitu; AKRA, ASII, CPIN, ERAA, EXCL, MPMX, PRDA, dan TLKM,” ujar Kepala Informasi Invetasi Mirae Asset, Martha Christina dalam paparan media, Senin (10/7/2023).
Ia menerangkan, nilai investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang tinggi, makro-ekonomi (terutama neraca berjalan dan cadangan devisa valas), potensi kenaikan tingkat produktivitas masyarakat, potensi kenaikan harga komoditas pertanian (soft commodities), dan valuasi yang relatif murah, akan mendongkrak IHSG.
FDI, lanjut Martha, meroket setelah adanya larangan ekspor nikel.
Untuk produktivitas masyarakat, dia mengatakan, faktor yang memengaruhi adalah lebih sedikitnya hari libur yang dapat meningkatkan produktivitas minimal sebesar 10 persen.
Di sisi komoditas, harga soft commodities (salah satunya CPO) diprediksi akan naik jika El Nino (kemarau) datang lebih awal daripada prediksi.
“Kami memprediksi dapat menguat hingga 7.600 pada paruh kedua 2023 karena pencabutan status pandemi dan minimnya dampak kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Rate),” kata dia.
Lebih jauh dia meminta investor tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari kenaikan Fed Rate yang diprediksi akan naik hingga 5,75 persen dari posisi saat ini 5 persen - 5,25 persen, karena investasi asing di pasar saham dan obligasi Indonesia cukup terkendali.
Baca Juga: Bikin Rumit! Nasib Harga Saham Usai Pecahan Rp1.000 Menjadi Rp1
“Tren kenaikan Fed Rate memang dapat memicu arus dana investor asing keluar dari negara berkembang termasuk Indonesia, tetapi dampaknya tidak akan besar, karena saat ini porsi investor asing pada pasar saham dan pasar obligasi relatif rendah,” papar dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, porsi transaksi investor asing pada transaksi harian pasar saham hanya 35 persen dan porsi kepemilikan investor asing pada surat berharga negara (SBN) rupiah hanya 15 persen.
Angka itu terbilang rendah dibanding 45 persen dan 35 persen pada 10 tahun yang lalu ketika taper tantrum.
Taper tantrum terjadi setelah pengurangan stimulus (tapering off) bank sentral AS pada 2013, yang memicu kenaikan nilai tukar dolar AS.
Selain dicabutnya status pandemi dan minimnya dampak kenaikan suku bunga, dia mengatakan, optimisme terhadap IHSG tersebut juga ditambah beberapa faktor lain.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Berapa Harga Mobil Bekas Toyota Yaris 2011? Kini Sudah di Bawah 90 Juta, Segini Pajaknya
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
Pilihan
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
Terkini
-
Kekayaan Ridwan Kamil dan Atalia Praratya yang Dikabarkan Cerai
-
Merger BUMN Karya Tuntas Awal 2026, BP BUMN Ungkap Update Terkini
-
Target Harga BUMI di Tengah Aksi Jual Saham Jelang Tahun Baru
-
HET Beras Mau Dihapus
-
Dana Jaminan Reklamasi 2025 Tembus Rp35 Triliun, Syarat Wajib Sebelum Operasi!
-
Harga Beras Bakal Makin Murah, Stoknya Melimpah di 2026
-
DJP Blokir 33 Rekening Bank hingga Sita Tanah 10 Hektare ke Konglomerat Penunggak Pajak
-
Emiten TRON Perkuat Bisnis Kendaraan Listrik, Jajaki Pengadaan 2.000 Unit EV
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
DJP Kemenkeu Kantongi Rp 3,6 Triliun dari Konglomerat Penunggak Pajak