Suara.com - Pemerintah didesak untuk segera mengukur ulang secara cermat tingkat polusi udara yang tinggi di DKI Jakarta. Monitoring dengan low cost sensor diragukan akurasinya karena teknik ini tidak diketahui sumber atau penyebab utama munculnya polusi tersebut, apakah dari pembakaran sampah, transportasi, industri, PLTU atau lainnya.
“Perlu tindakan kuratif dan preventif yang tepat (research based policy) sehingga masyarakat Jakarta dan sekitarnya dapat segera menghirup udara segar,” ujar Mulyanto, Anggota Komisi Energi DPR ditulis Jumat (18/8/2023).
Menurut Mulyanto, pemerintah dapat menugaskan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk melakukan penelitian ini agar hasilnya akurat dan yang utama dapat diketahui sumber-sumber polutan yang menyebabkan polusi tersebut.
“Saya sendiri menduga PLTU berperan bagi polusi udara, namun seberapa besar kontribusi itu? Apalagi untuk yang memiliki absorber debu. Hal ini harus diteliti dengan cermat sehingga solusi yang akan diambil dalam rangka menyediakan udara yang segar bagi masyarakat dapat benar-benar tercapai dan tidak mengorbankan sisi pembangunan di sektor lain,” katanya.
Dalam kajian IQAir, perusahaan asal Swiss yang mencatat kualitas udara di setiap negara, Selasa (8/8/2023), Jakarta sebenarnya bukan kota yang paling polutif di Tanah Air.
Kajian IQAir menunjukkan bahwa Jakarta berada di peringkat 10 indeks kualitas udara nasional. Berdasarkan data IQAir, Kota Serang, Banten malah menjadi wilayah dengan kualitas udara terburuk di level 167 AQI US dengan kategori "Tidak Sehat".
AQI US adalah indeks kualitas udara berstandar Amerika Serikat yang mengukur kandungan polusi di udara dan risiko kesehatan yang akan muncul, Setelah Kota Serang, kota terpolusi berikutnya adalah Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta: 163 (status tidak sehat), Tangerang, Banten: 163 (status tidak sehat) Tangerang Selatan, Banten: 161 (status tidak sehat) Bogor, Jawa Barat: 156 (status tidak sehat) Malang, Jawa Timur: 133 (status sedang) Medan, Sumatera Utara: 124 (status sedang) Banjarbaru, Kalimantan Selatan: 122 (status sedang) Semarang, Jawa Tengah: 117 (status sedang). Jakarta hanya 114 atau status sedang.
Menurut Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), jika dilihat rerata posisinya terhadap kota-kota besar dunia, Jakarta rerata di posisi ke-7 (rerata : 155) setelah New Delhi - India (rerata : 217), Beijing - China (rerata : 210), New York - USA (rerata : 191), Karachi - Pakistan (rerata : 170), Doha - Qatar (rerata : 164) dan Johannesburg - Afrika Selatan (rerata : 162).
Kondisi tersebut (AQI - IQAir) juga terus berubah seiring pergantian musim dan upaya pemerintah di setiap negara untuk mengatasi polusi di wilayahnya.
Baca Juga: Bakal Tangani Polusi di Jabodetabek, KLHK bentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara
“Posisi Jakarta juga berubah-ubah dari waktu ke waktu menyesuaikan kondisi alam dan lingkungan di sekitarnya. Itu lumrah,” ujarnya.
Menurut Ali, kondisi sebulan terakhir ini polusi udara di Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia memburuk (rerata AQI > 150). Hal ini harus segera dilakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.
“Salah satunya dengan pengaturan industri, pengendalian konsumsi BBM dan pengkajian kembali energi alternatif untuk mengurangi konsumsi batubara di PLTU,” katanya.
Menurut dia, pengkajian lingkungan (termasuk polusi udara) tidak bisa parsial, harus spasial, komprehensif dan berbasis multiregional. Termasuk jika ingin mengetahui penyebab polusi di suatu wilayah harus dilakukan riset terlebih dahulu.
Ali menyarankan merekomendasikan tiga hal. Pertama, menguji material udara untuk mengetahui material polutan yang ada di dalamnya sehingga bisa ditetapkan dari sumber apa polutan tersebut.
Kedua, prgerakan udara itu sangat volatile sehingga untuk menentukan darimana sumber polutan yang terbawa harus memperhatikan aspek geografis, meteorologis dan klimatologis.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Program MBG: Bukan Pemicu Inflasi, Justru Jadi Mesin Ekonomi Rakyat
-
Pertamina Bawa Pulang Minyak Mentah Hasil Ngebor di Aljazair
-
OJK Beberkan Update Kasus Gagal Bayar P2P Akseleran
-
Relokasi Rampung, PLTG Tanjung Selor Berkapasitas 20 Mw Mulai Beroperasi
-
Pusing! Pedagang Lapor Harga Pangan Melonjak di Nataru, Cabai Rawit Tembus Rp 80.000/Kg
-
Support Pembiayaan, BSI Dukung Program Makan Bergizi Gratis
-
Apresiasi Ferry Irwandi, IKAPPI Usul Skema Distribusi Masif untuk Tekan Harga Pangan
-
Awas! Ada 4 Bakteri Berbahaya di Bawang Bombai Ilegal
-
Danantara Guyur Pinjaman Rp 2 Triliun ke BTN, Buat Apa?
-
Maknai Natal 2025, BRI Peduli Wujudkan Kepedulian Melalui Penyaluran Puluhan Ribu Paket Sembako