Suara.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif timbal balik (reciprocal tariff) pada barang-barang dari berbagai negara yang ke AS.
Tarif Trump ini meliputi peralatan elektronik, makanan, kopi, minuman keras, pakaian, sepatu, kendaraan, hingga suku cadang, tetapi dikecualikan bagi farmasi, mineral penting, semikonduktor, dan lain-lain.
Tarif timbal balik atau tarif Trump merupakan kebijakan AS berupa pengenaan bea ad valorem tambahan pada semua impor dari semua mitra dagang (berbagai negara), kecuali yang ditentukan lain.
Bea ad valorem sendiri adalah bea masuk atau pajak yang dikenakan pada impor, ditetapkan dalam bentuk persentase tetap dari nilainya, sebagaimana dikutip dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Glossary of Statistical Terms.
Pada tarif Trump, bea ad valorem tambahan pada semua impor dari semua mitra dagang adalah sebesar 10 persen. Besarannya bisa bertambah dan berbeda-beda per negara mitra pengekspor sesuai ketentuan AS. Indonesia sendiri dikenakan tarif Trump sebesar 32 persen.
Menanggapi hal tersebut, Institusi Perkapalan dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) menyatakan kebijakan Amerika Serikat tersebut akan memberikan dampak terhadap keberlangsungan industri maritim Indonesia, khususnya industri galangan kapal.
"Sebab, industri galangan kapal Indonesia masih membutuhkan dukungan kebijakan impor yang friendly terhadap bahan baku komponen maupun material kapal," kata Ketua Umum Iperindo Anita Puji Utami ditulis Minggu (6/4/2025).
Dia menjelaskan sebagai asosiasi tempat tempat berkumpulnya pelaku industri kapal di Indonesia, pihaknya meminta perlindungan pasar terhadap kemungkinan gempuran barang- barang impor pasca diumumkannya kebijakan tarif bea masuk impor ke Amerika Serikat yang tinggi tersebut.
Menurut dia, setelah adanya kebijakan tersebut, banyak negara di dunia yang akan mencari pasar baru selain Amerika Serikat.
Baca Juga: Said Iqbal Imbau DPR dan Pemerintah Bentuk Satgas PHK, Antisipasi Badai PHK Buruh Imbas Tarif Trump
"Indonesia diyakini akan menjadi negara yang menarik karena populasi yang besar dan daya beli yang cukup kuat," katanya.
Iperindo juga meminta Pemerintah agar kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tetap dipertahankan, karena ekspor ke Amerika Serikat tidak ada kaitannya dengan aturan impor dan TKDN yang saat ini berlaku.
Pemerintah juga perlu merespon kebijakan tarif bea masuk tinggi Amerika Serikat tersebut dengan kebijakan sejenis. "Jangan terpancing pada isu Non-Tariff Barrier (NTB) atau Non-Tariff Measure (NTM)," tegasnya.
Iperindo juga mengusulkan kepada Pemerintah untuk menaikkan tarif bea masuk barang impor dari Amerika Serikat sebagai balasan sehingga produk dari negeri Paman Sam yang masuk ke Indonesia menjadi tidak kompetitif karena harganya akan jauh lebih mahal.
Perang dagang adalah konflik ekonomi antara dua negara atau lebih yang terjadi ketika satu negara memberlakukan tarif atau hambatan perdagangan lainnya terhadap impor dari negara lain, yang kemudian dibalas dengan tindakan serupa. Perang dagang dapat memicu eskalasi ketegangan dan merugikan ekonomi global.
Salah satu contoh perang dagang yang paling menonjol adalah antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Dimulai pada tahun 2018, kedua negara saling mengenakan tarif impor pada berbagai produk, mulai dari baja hingga teknologi.
Perang dagang ini dipicu oleh kekhawatiran AS tentang praktik perdagangan Tiongkok yang dianggap tidak adil, seperti pencurian kekayaan intelektual dan subsidi negara yang besar untuk industri domestik.
Dampak dari perang dagang bisa sangat luas. Perusahaan dan konsumen merasakan dampaknya melalui kenaikan harga barang impor, gangguan rantai pasokan, dan ketidakpastian investasi. Pertumbuhan ekonomi global juga dapat terhambat karena penurunan volume perdagangan dan investasi.
Meskipun perang dagang seringkali bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri atau memaksa negara lain untuk mengubah kebijakan perdagangan, dampaknya seringkali kontraproduktif.
Negosiasi dan kerja sama multilateral seringkali menjadi solusi yang lebih efektif untuk mengatasi masalah perdagangan global. Perang dagang mengingatkan kita akan pentingnya sistem perdagangan internasional yang terbuka dan adil.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
- Patrick Kluivert Senyum Nih, 3 Sosok Kuat Calon Menpora, Ada Bos Eks Klub Liga 1
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Rusun Jadi Fokus Solusi Pemukiman yang Semakin Mahal di Jakarta
-
Tidak Gratis, Pindahkan Rp 200 Triliun ke 5 Bank Menkeu Purbaya Minta Bunga Segini!
-
BNI Sambut Penempatan Dana Pemerintah, Tapi Minta Beberapa Penjelasan
-
5 Perumahan di Bekasi Utara Cocok untuk Milenial, Harga Mulai Rp 300 Jutaan
-
Rp 70 Miliar Milik Nasabah Hilang Karena Dibobol? Ini Kata BCA
-
Pengamat: Reshuffle Prabowo Lebih Bernuansa Politis Ketimbang Respons Tuntutan Publik
-
Kisah Harjo Sutanto: Orang Terkaya Tertua, Pendiri Wings Group
-
Syarat Impor iPhone 17 Dibongkar Mendag, Apple Harus Lakukan Ini Dulu
-
Setelah Sawit, BPDP Sasar Hilirisasi Kelapa dan Kakao
-
5 Fakta Sopir Bank Jateng Bawa Kabur Rp 10 M, Momen Ditinggal ke Toilet Jadi Kunci