Suara.com - Perang dagang yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat membuat China melakukan aksi balasannya. Terbaru, China dikabarkan menolak membeli pesawat dari Boeing. Apalagi, Beijing memerintahkan maskapai penerbangan untuk tidak menerima pengiriman jet perusahaan lebih lanjut.
Laporan itu juga mengatakan bahwa Beijing meminta maskapai penerbangan China untuk menghentikan pembelian peralatan dan suku cadang terkait pesawat dari perusahaan AS. Salah satunya Juneyao Airlines China menunda pengiriman pesawat berbadan lebar Boeing karena konflik perdagangan yang berkembang menaikkan biaya produk-produk mahal.
Situs web Boeing menunjukkan buku pesanannya pada akhir Maret berisi 130 pesawat yang akan dikirim ke pelanggan Tiongkok, termasuk maskapai penerbangan dan perusahaan penyewaan pesawat. Namun, rencana itu dibatalkan pemerintah China dikarenakan perang tarif Trump kepada negara tersebut.
Analis Bank of America (BofA) mencatat bahwa Boeing dijadwalkan untuk mengirimkan 29 pesawat tahun ini ke perusahaan Tiongkok yang teridentifikasi, tetapi menambahkan bahwa sebagian besar pelanggan yang tidak disebutkan namanya yang membeli pesawat sebenarnya adalah warga Tiongkok.
"Tiongkok mewakili sekitar 20 persen pasar untuk jet sipil besar selama 20 tahun ke depan," kata BofA Securities dalam sebuah catatan dilansir Japan Today, Rabu (15/4/2025).
Tidak hanya itu, penghentian pengiriman juga akan memengaruhi neraca perdagangan Amerika Serikat lebih jauh. Produksi Boeing melambat secara signifikan setelah masalah kualitas yang muncul akibat insiden dalam penerbangan pada Januari 2024, dan dua pabrik kemudian lumpuh akibat pemogokan pada musim gugur.
Menurut data resmi AS, ekspor pesawat komersial mencapai 4,2 miliar dollar AS pada Agustus tahun lalu tetapi turun menjadi 2,6 miliar dollar AS pada September. Jumlah tersebut merosot lebih jauh pada Oktober dan November. Pada Desember, ketika pengiriman Boeing secara bertahap dilanjutkan, jumlahnya naik menjadi 3,1 miliar dollar AS
CEO Boeing Kelly Ortberg sebelumnya menekankan bahwa perusahaan tersebut mendukung 1,8 juta pekerjaan di Amerika Serikat. Pembekuan pengiriman akan berdampak langsung pada grup tersebut, yang secara tradisional menerima 60 persen dari harga saat pengiriman.
Dengan kesulitan yang dialaminya pada tahun 2024, Boeing sudah sangat bergantung pada arus kas yang telah terkuras oleh pandemi Covid-19 dan berbagai masalah lainnya. Selain kekhawatiran seputar Beijing, Boeing kemungkinan juga akan terbebani oleh bea masuk yang lebih tinggi.
Baca Juga: Daftar 10 Bandara Tersibuk di Dunia, Indonesia Masuk?
Sementara itu, Pemerintah China saat ini tengah mempertimbangkan skema bantuan atau subsidi untuk maskapai nasional yang telah menyewa pesawat Boeing dan kemungkinan menghadapi kenaikan biaya operasional akibat kebijakan ini.
Langkah ini juga memperkuat sinyal bahwa China serius dalam menanggapi apa yang mereka sebut sebagai "perundungan" dari pihak Washington. Pemerintah Beijing menilai bahwa pendekatan Amerika Serikat tidak adil dan bersifat sepihak, dan karenanya membalas dengan strategi yang menargetkan sektor-sektor strategis AS, termasuk industri penerbangan.
Kebijakan tarif Trump telah mengguncang pasar global dan menimbulkan ketidakpastian dalam diplomasi, bahkan dengan negara-negara sekutu. Meski Trump sempat mengumumkan penghentian sementara atas kenaikan tarif tambahan pekan lalu, tidak ada kelonggaran langsung yang diberikan kepada China.
Pada Jumat lalu, pejabat AS mengumumkan pengecualian dari tarif terbaru untuk sejumlah barang teknologi canggih seperti smartphone, semikonduktor, dan komputer, sebagai upaya untuk menghindari gangguan terhadap sektor teknologi dalam negeri. Namun, pesawat dan komponen terkait tidak termasuk dalam daftar pengecualian tersebut. Hal ini akan berdampak pada keuangan dari Boeing yang terus alami penurunan.
Berita Terkait
-
Terjebak Delay, Dian Sastro Dihibur Kru Pesawat Pakai Pantun Gombal
-
Spesifikasi Shenyang J-35, Jet Tempur Gen 5 China yang Saingi F-35 Milik AS
-
Keras Kepala, Ibu Hamil Ini Bikin Emosi Penumpang Pesawat karena Tolak Diperiksa Kesehatan
-
Transportasi Baru di Danau Toba Sumut, Gubernur Bobby Nasution Jajal Pesawat Amfibi
-
Vietnam-AS Makin Mesra, Vietjet Pesan 200 Pesawat Boeing Senilai US$32 miliar
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Kampanye ESG Dimulai dari Lingkungan Kantor, Telkom Gelar Tenant Day
-
SPBU Swasta Kompak Naikkan Harga Per 1 Oktober
-
PPPK Paruh Waktu Berstatus ASN? Ini Skema Gaji, Tunjangan, dan Jenjang Karir
-
Permata Bank Rombak Jajaran Direksi: Eks CIO HSBC India Jadi Amunisi Baru!
-
Harga BBM Vivo, Shell, dan BP Naik: Update Harga BBM Semua SPBU Hari Ini
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Momen Menkeu Sindir Subsidi BBM Tidak Tepat: Sudah Ada DTSEN, Kenapa Tidak Dipakai?
-
Rupiah Anjlok Rp 16.800, Menko Airlangga Akui Belum Bertemu Gubernur BI! Ada Apa?
-
Aduh, Rupiah Sakit Lagi Lawan Dolar Amerika di Awal Bulan Oktober
-
IHSG Bangkit di Rabu Pagi, Tapi Diproyeksi Melemah