Suara.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus memperbaiki kinerja perdagangan di Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan dampak tarif Presiden Trump yang cukup memberatkan Indonesia.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengakui bahwa perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat masih kalah dengan negara tetangga. Salah satunya Thailand dan Vietnam yang banyak menjalin kerjasama perdagangan dengan Amerika." Kita nih negara yang dari sisi perbandingan di ASEAN kita trade open lebih rendah dibandingkan Vietnam dan Thailand," kata Anggito di acara Kagama, Gedung RRI, Rabu (14/5/2025).
Dia menekankan bahwa Indonesia terus melakukan negoisasi dengan Amerika agar tidak memberatkan perdagangan. Lantaran. Perang tarif ini sangat memukul bisnis dan industri di Indonesia. Salah satunya makanan dan minuman yang terpukul imbas tarif balasan Trump.
" Industri food yang terpukul 90 hari negoisiasi kita sangat komprenhensif pertama kali tanggal 9 april mengirim surat ke US Trade dan diterima langsung. Mudahan kita mendapatkan agrrement," bebernya.
Untuk itu, Pemerintah pun terus menggenjot permintaan dalam negeri agar Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tidak terbebani. Sebab, tarif trump ini sangat merugikan para industri di setiap negara.
"Saya tahu penusaha sekarang sedang teriak ini mengenai kondisi daya beli masyarakat. Mudah-mudahan kita bisa perkuat dengan domestic demand," jelasnya.
Ia berharap dengan langkah awal Indonesia yang cepat dalam melakukan negosiasi dibandingan negara lainnya, yakni mulai 9 April 2025, diharapkan membuahkan hasil yang positif.
Setidaknya terdapat tujuh tindakan yang dilakukan, baik dalam negosiasi tarif maupun non tarif, serta pembaruan yang ditawarkan sesuai dengan apa yang diharapkan pemerintah AS.
"Dari sisi itu kita bisa manage cukup prudent dari sisi tampak impact kita kepada ekonomi. Dan efek ini juga berpengaruh positif kepada kepentingan kita untuk melakukan reform trade," ungkapnya.
Baca Juga: Pasca Pelonggaran Tarif: Minat Risiko di Wall Street Meningkat, Pasar Asia Menguat?
Sebagai informasi, perjanjian baru Amerika Serikat (AS)-China untuk menghentikan sementara perang dagang satu sama lain memakan korban. "Perdamaian" keduanya menekan pusat-pusat manufaktur seperti di Asia Tenggara dan Meksiko.
Sebelumnya Washington dan Beijing menunda penggenaan tarif bagi masing-masing negara selama 90 hari mulai Rabu (14/5/2025) ini, setelah pertemuan di Jenewa, Swiss, akhir pekan. AS setuju untuk menurunkan tarifnya atas barang-barang China hingga 30% sementara China akan menurunkan tarifnya sendiri hingga 10%, turun lebih dari 100 poin persentase.
Hal ini membuat Vietnam dan Thailand misalnya, serta Meksiko harus melakukan kesepakatan yang lebih baik dengan AS untuk terus mendapatkan keuntungan dari strategi "China Plus One" produsen global. China Plus One adalah strategi yang digunakan perusahaan China untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar domestik dan memperluas operasi mereka ke negara-negara lain sebagai alternatif atau tambahan produktivitas dalam berbagai kegiatan ekonomi.
Pasalnya kini tarif impor barang China ke AS lebih rendah dari tarif resiprokal (timbal balik) yang diumumkan Trump April lalu ke Vietnam (46%) dan Thailand (36%).
Beberapa ahli mengatakan kesepakatan itu dapat menghentikan sebagian momentum mendorong perusahaan-perusahaan multinasional untuk lebih jauh mengalihkan rantai pasokan ke luar China.
Sun Chenghao, seorang peneliti di Pusat Keamanan dan Strategi Internasional Universitas Tsinghua, mengatakan ketidakpastian pembuatan kebijakan Trump sangat menyakitkan bagi perusahaan yang mencoba memutuskan apakah atau seberapa jauh akan melepaskan diri dari China. Menurunnya ketegangan saat ini, ujarnya, tidak berarti bahwa perusahaan-perusahaan AS berani terlibat dalam kegiatan bisnis di China.
Berita Terkait
-
Viral di Medsos, Kemenkeu Bantah Purbaya Jadi Otak Penyitaan Duit Korupsi Konglomerat
-
DJP Blokir 33 Rekening Bank hingga Sita Tanah 10 Hektare ke Konglomerat Penunggak Pajak
-
DJP Kemenkeu Kantongi Rp 3,6 Triliun dari Konglomerat Penunggak Pajak
-
Kemenkeu Ungkap Setoran Pajak Digital Tembus Rp 44,55 Triliun per November 2025
-
Purbaya Resmi Tarik Pajak dari Pelanggan ChatGPT RI
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
Terkini
-
Alasan ASN Wajib Laporkan Aktivitas Kerja Harian via E-Kinerja BKN
-
Hindari Kepadatan Lalu Lintas, KAI Tambah Akses Naik-Turun di Jatinegara dan Lempuyangan
-
Investor Pasar Modal Banyak di Dominasi Umur 30-40 Tahun, Gajinya Ada yang Rp100 Juta
-
Pakar Ungkap Dampak Jika Insentif Mobil Listrik Dicabut
-
Jelang Tahun Baru, Harga Bawang Merah Anjlok Lebih dari 5 Persen
-
Batas Aktivasi Coretax DJP untuk Lapor Pajak, Benarkah Hanya 31 Desember 2025?
-
Bahlil Sebut Lifting Minyak 2025 Penuhi Target: 605 Ribu Barel per Hari
-
Cara Aktivasi Coretax Lebih Awal, Cegah Error saat Lapor SPT 2025
-
Akhir Tahun, OJK Laporkan Dana Kapitalisasi Pasar Tembus Rp15.810 Triliun
-
5 Alasan Mengapa Harga Emas Cenderung Naik Terus Setiap Tahun