Suara.com - Data inflasi Mei 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (2/6/2025) kemarin menunjukkan gambaran ekonomi Indonesia yang perlu diwaspadai.
Meskipun inflasi year-on-year (y-on-y) nasional tercatat sebesar 1,60 persen, angka ini menjadi alarm peringatan akan potensi deflasi yang mengintai dan dapat menyeret perlambatan ekonomi lebih dalam.
Kondisi ini diperparah dengan adanya deflasi signifikan di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota, menandakan lesunya daya beli masyarakat dan aktivitas ekonomi di daerah tersebut.
Angka inflasi y-on-y sebesar 1,60 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 108,07 memang masih positif. Namun, jika kita menelaah lebih dalam, tingkat inflasi yang relatif rendah ini, ditambah dengan deflasi month-to-month (m-to-m) sebesar 0,37 persen pada Mei 2025, mengindikasikan adanya tekanan penurunan harga secara umum.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan IHK menurun dari 108,47 pada April 2025 menjadi 108,07 pada Mei 2025.
Penurunan IHK bulanan ini menunjukkan bahwa harga-harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Pudji menjelaskan lebih lanjut bahwa posisi IHK Mei 2025 secara bulanan memang mengalami penurunan signifikan sebesar 1,17 persen dibandingkan April.
"Secara YoY terjadi inflasi sebesar 1,60 persen dan secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 1,19 persen," ujar Pudji dalam rilis berita resmi statistik, Senin (2/6/2025).
Deflasi m-to-m, meskipun terlihat kecil, dapat menjadi gejala awal lesunya permintaan dan kelebihan pasokan di pasar domestik.
Baca Juga: Daya Beli Masyarakat Lesu, BPS Catat Deflasi 0,37 Persen
Data ini semakin mengkhawatirkan jika kita melihat adanya deflasi y-on-y di Provinsi Papua Barat sebesar 1,51 persen. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari merosotnya daya beli dan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut.
Semakin dalamnya deflasi di suatu daerah, semakin besar pula kekhawatiran akan penurunan pendapatan, PHK, dan potensi resesi lokal.
Perbedaan tingkat inflasi antar wilayah juga menyoroti kesenjangan ekonomi yang nyata di Indonesia.
Sementara Provinsi Papua Pegunungan mengalami inflasi y-on-y tertinggi sebesar 5,75 persen, Provinsi Gorontalo mencatat inflasi terendah hanya 0,28 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemulihan dan pertumbuhan ekonomi masih belum merata.
Fenomena deflasi yang terdalam terjadi di Manokwari, Ibu Kota Provinsi Papua Barat, dengan deflasi y-on-y sebesar 1,51 persen. Ini berarti harga-harga barang dan jasa di Manokwari secara signifikan menurun dibandingkan tahun lalu.
Meski di satu sisi bisa menguntungkan konsumen, deflasi yang persisten dapat menghambat investasi dan produksi, karena perusahaan cenderung menunda ekspansi jika harga jual produk mereka terus menurun.
Berita Terkait
-
Industri Asuransi Syariah RI Terus Berkembang Tapi Ada Tantangan Membentang
-
Surplus Neraca Perdagangan RI Mulai Kehabisan 'Bahan Bakar'
-
Diskon Listrik Tak Cukup Dongkrak Daya Beli: Kenapa Ramadan Tahun Ini Justru Deflasi?
-
BI Yakin Daya Beli Masyarakat Masih Kuat, Ini Faktornya
-
Indonesia Alami Deflasi Tahunan Setelah 25 Tahun, Tanda Apa?
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- STY Siap Kembali, PSSI: Tak Mudah Cari Pelatih yang Cocok untuk Timnas Indonesia
Pilihan
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
Terkini
-
Pemerintah Dorong Investasi Lab & Rapid Test Merata untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Transaksi Belanja Online Meningkat, Bisnis Logistik Ikut Kecipratan
-
Regulator Siapkan Aturan Khusus Turunan UU PDP, Jamin Konsumen Aman di Tengah Transaksi Digital
-
Kredit BJBR Naik 3,5 Persen, Laba Tembus Rp1,37 Triliun
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
MedcoEnergi Umumkan Pemberian Dividen Interim 2025 Sebesar Rp 28,3 per Saham
-
Penyeragaman Kemasan Dinilai Bisa Picu 'Perang' antara Rokok Legal dan Ilegal
-
Meroket 9,04 Persen, Laba Bersih BSI Tembus Rp 5,57 Triliun di Kuartal III-2025