- Industri Hasil Tembakau Tertekan Kenaikan Cukai
- Rokok Ilegal Juga Beri Tekanan bagi Industri Hasil Tembakau
- Menkeu Baru Diminta untuk Segera Bertindak
Suara.com - Industri Hasil Tembakau (IHT) tengah berada dalam tekanan berat. Kenaikan cukai, perubahan regulasi, hingga tren penurunan produksi membuat banyak pabrikan rokok kesulitan bertahan. Kondisi ini dikhawatirkan bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan memperburuk angka pengangguran nasional.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani, menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh membiarkan sektor padat karya tersebut semakin terpuruk akibat beban fiskal yang tinggi dan maraknya rokok ilegal.
"Artinya pemerintah harus membereskan soal ini, sehingga tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dari pabrik-pabrik rokok yang sedang tidak kondusif. Saya kira ini harus menjadi perhatian pemerintah," kata Irma seperti dikutip, Senin (15/9/2025).
Menurutnya, peredaran rokok ilegal kini semakin terbuka dan jelas merugikan industri legal yang selama ini taat membayar cukai.
"Banyaknya industri rokok ilegal, yang produk-produk rumahan itu, kemudian tidak memberikan cukai kepada pemerintah. Sementara harga-harga rokok yang memiliki cukai resmi itu tinggi, itu menimbulkan banyak persoalan," ujarnya.
Irma menambahkan, DPR berkomitmen untuk terus mengawasi langkah pemerintah agar ekosistem industri tembakau kembali kondusif.
"Kami di DPR akan mengawasi, kami tidak ingin lagi seolah-olah di DPR itu tidak bekerja. DPR mengkritisi, DPR melakukan investigasi, sehingga kami tahu persoalannya apa. Kemudian bisa merekomendasikan kepada pemerintah solusinya harus seperti apa, agar pengangguran berjemaah tidak semakin bertambah," tegasnya.
Dari sisi pekerja, penundaan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dinilai sebagai langkah realistis untuk menyelamatkan jutaan tenaga kerja.
Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyebut kebijakan fiskal harus mempertimbangkan daya beli masyarakat.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Diminta Moratorium Cukai Rokok, Pengusaha: Industri Padat Karya Bisa Tergerus
"Harapan kami termasuk juga nanti harus ada penundaan kenaikan tarif cukai, mengingat seperti yang disampaikan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat," kata Waljid.
Ia menegaskan, kenaikan cukai sangat berdampak pada sektor padat karya, terutama sigaret kretek tangan (SKT), yang menyerap jutaan tenaga kerja.
"Moratorium itu menjadi jalan tengah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat. Apalagi industri hasil tembakau adalah sektor padat karya, sehingga ketika cukai naik sedikit saja itu sudah berpengaruh terhadap pendapatan pekerja," tegasnya.
Selain moratorium, Waljid juga meminta pemerintah tegas memberantas rokok ilegal yang kini semakin marak beredar.
"Dia sudah tidak bayar pajak dan tidak bayar cukai, bahkan peredarannya sekarang itu sudah mulai terbuka, sudah nggak ngumpet-ngumpet. Jadi itu kami minta pemerintah betul-betul tegas untuk menindak," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Pakar Ingatkan Risiko Harga Emas, Saham, hingga Kripto Anjlok Tahun Depan!
-
DPR Tegaskan RUU P2SK Penting untuk Mengatur Tata Kelola Perdagangan Aset Kripto
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina