- Sepanjang semester I 2025, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) membukukan kerugian bersih sebesar USD145,57 juta atau sekitar Rp2,42 triliun. Angka ini menunjukkan pembengkakan kerugian yang signifikan, naik 41,37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
- Kerugian yang membengkak ini sejalan dengan penurunan pendapatan Garuda sebesar 4,48% menjadi USD1,54 miliar.
- Penurunan kinerja ini juga tercermin pada aset perusahaan yang sedikit menyusut menjadi USD6,51 miliar.
Suara.com - Kinerja keuangan raksasa maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), kembali 'terbang' ke zona merah.
Perusahaan membukukan kerugian bersih sebesar USD145,57 juta, atau sekitar Rp2,42 triliun, pada semester I 2025. Angka ini membengkak 41,37% dibandingkan kerugian pada periode yang sama tahun lalu.
Kerugian yang kian dalam ini sejalan dengan merosotnya pendapatan perseroan. Dalam laporan yang dirilis di Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan Garuda tercatat turun 4,48% menjadi USD1,54 miliar, atau sekitar Rp25,69 triliun, dari USD1,62 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.
Pendapatan terbesar Garuda masih ditopang oleh segmen penumpang, yang menyumbang USD1,10 miliar. Namun, penurunan pendapatan secara keseluruhan menunjukkan adanya tekanan di sektor ini. Sementara itu, pendapatan dari pengiriman kargo dan dokumen juga ikut tertekan, hanya menyumbang USD80,39 juta.
Satu-satunya kabar baik datang dari segmen penerbangan tidak berjadwal, yang mencakup haji dan charter. Segmen ini justru tumbuh, dengan pendapatan mencapai USD205,83 juta.
Meski demikian, Garuda mencatatkan sedikit keberhasilan dalam menekan beban usaha, yang turun menjadi USD1,50 miliar. Dari sisi neraca keuangan, aset Garuda menyusut tipis menjadi USD6,51 miliar. Perusahaan juga mencatat ekuitas negatif sebesar USD1,49 miliar.
Kinerja keuangan yang memburuk ini menjadi tantangan besar bagi Garuda Indonesia. Dengan kerugian yang membengkak, manajemen harus putar otak untuk mengembalikan perusahaan ke jalur profitabilitas di tengah persaingan industri penerbangan yang ketat.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 5 Rekomendasi Bedak Cushion Anti Longsor Buat Tutupi Flek Hitam, Cocok Untuk Acara Seharian
- 10 Sepatu Jalan Kaki Terbaik dan Nyaman dari Brand Lokal hingga Luar Negeri
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 23 Kode Redeem FC Mobile 6 November: Raih Hadiah Cafu 113, Rank Up Point, dan Player Pack Eksklusif
Pilihan
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
Terkini
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
Harga Emas Stabil di US$ 4.000, Apakah Bisa Tembus Level US$ 5.000?
-
Prediksi Bitcoin: Ada Proyeksi Anjlok US$ 56.000, Analis Yakin Sudah Capai Harga Bottom
-
Bocoran 13 IPO Saham Terbaru, Mayoritas Perusahaan Besar Sektor Energi
-
MEDC Kini Bagian dari OGMP 2.0, Apa Pengaruhnya
-
Industri Pelayaran Ikut Kontribusi ke Ekonomi RI, Serap Jutaan Tenaga Kerja
-
Emiten CGAS Torehkan Laba Bersih Rp 9,89 Miliar Hingga Kuartal III-2025
-
Grab Akan Akuisisi GoTo, Danantara Bakal Dilibatkan
-
ESDM Kini Telusuri Adanya Potensi Pelanggaran Hukum pada Longsornya Tambang Freeport
-
Industri Biomassa Gorontalo Diterpa Isu Deforestasi, APREBI Beri Penjelasan