Bisnis / Ekopol
Jum'at, 26 September 2025 | 08:46 WIB
Menkeu Purbaya telepon Kring Pajak untuk tahu layanan Coretax. (Kemenkeu)
Baca 10 detik
    •    Menteri Keuangan diminta tahan kenaikan tarif cukai rokok tiga tahun

    •    Moratorium cukai penting jaga daya beli dan tekan rokok ilegal

    •    Kebijakan cukai harus seimbang antara penerimaan negara dan lapangan kerja

 

Suara.com - Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, diminta untuk memperluas cakupan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT). Bukan hanya, menurunkan tarif cukai rokok, tetapi juga bisa menahan kenaikan tarif CHT selama tiga tahun ke depan.

Langkah ini dianggap penting untuk menjaga keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) yang tengah tertekan oleh penurunan produksi, serta melindungi jutaan tenaga kerja dan menekan peredaran rokok ilegal.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menekankan bahwa penundaan kenaikan tarif cukai merupakan langkah realistis untuk menjaga daya beli masyarakat dan melindungi jutaan pekerja yang bergantung pada sektor ini.

Pedagang menunjukkan bungkus rokok bercukai di Jakarta, Kamis (10/12/2020). [ANTARA FOTO/Aprillio Akbar]

"Jika harga rokok naik, produksi akan menurun karena daya beli masyarakat menurun. Akibatnya, banyak beredar rokok ilegal yang tidak ada cukainya. Rokok ilegal ini pasarnya cukup besar karena masyarakat ingin merokok dengan harga yang murah," ujarnya seperti dikutip, Jumat (26/9/2025).

Yahya menyebut bahwa saat ini industri tembakau semakin tertekan hingga harus melakukan pengurangan tenaga kerja.

"Bahkan ada yang sudah mem-PHK karyawannya, seperti Gudang Garam. Di tengah kelesuan ekonomi dan daya beli masyarakat yang menurun seharusnya cukai rokok tidak perlu naik," katanya.

Dirinya menilai bahwa kebijakan moratorium selama tiga tahun ke depan dapat memberi ruang bagi industri untuk bertahan dan beradaptasi. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus diiringi dengan pengawasan ketat dan penegakan hukum terhadap rokok ilegal.

"Moratorium cukup efektif untuk menekan rokok ilegal. Tentu harus diikuti oleh pengawasan dan penegakan hukum," imbuhnya.

Yahya juga mengingatkan bahwa CHT menyumbang lebih dari Rp200 triliun untuk pemasukan negara pada 2024, sehingga kebijakan fiskal terkait tembakau harus mempertimbangkan keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan lapangan kerja.

Baca Juga: Rupiah Terus Ambruk, Kebijakan Menkeu Purbaya Jadi Biang Kerok?

"Kebijakan tentang tembakau harus seimbang dan proporsional antara kepentingan ekonomi dan ketenagakerjaan. Ada sekitar jutaan orang yang terlibat bekerja di sektor tembakau, mulai petani, buruh, warung, sampai tukang asongan," imbuhnya.

Pengamat ketenagakerjaan, Hadi Subhan, turut menyoroti tekanan ganda yang dihadapi industri tembakau, yakni regulasi yang ketat dan maraknya rokok ilegal. Menurutnya, kondisi ini memperburuk performa industri resmi dan mendorong terjadinya pengurangan tenaga kerja.

"Pabrik rokok banyak yang terdampak rokok ilegal, sehingga yang resmi itu banyak tutup dan hulunya terkena PHK," imbuhnya.

Hadi menilai bahwa di tengah melemahnya indikator ekonomi, pemerintah seharusnya lebih bijak dalam menetapkan kebijakan cukai. "Kalau (cukai rokok) tetap dinaikkan, industri semakin lesu. Mestinya tidak naik dulu," pungkasnya.

Load More