- Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan rencana pajak untuk popok, tisu basah, dan alat makan sekali pakai belum akan diterapkan karena ekonomi Indonesia belum stabil.
- Pemerintah baru akan mempertimbangkan pajak tambahan jika pertumbuhan ekonomi RI mencapai 6 persen atau lebih.
- Kajian potensi perluasan Barang Kena Cukai (BKC) sudah disusun dalam PMK No. 70 Tahun 2025, termasuk komoditas sensitif seperti diapers, tisu basah, dan alat makan sekali pakai.
Suara.com - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara soal rencana menerapkan pajak ke barang-barang seperti popok, tisu basah, hingga alat makan dan minum sekali pakai.
Purbaya mengatakan kalau rencana ini belum mau diterapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk saat ini. Sebab ekonomi Indonesia dianggap belum stabil.
"Sepertinya sekarang belum kita akan terapkan dalam waktu dekat. Jadi saya acuannya sama dengan sebelumnya. Sebelum ekonominya stabil, saya enggak akan tambah pajak tambahan dulu," katanya saat konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Menkeu Purbaya menyebut apabila pertumbuhan ekonomi RI sudah mencapai 6 persen atau lebih, Pemerintah baru memikirkan penarikan pajak-pajak tambahan.
"Ketika ekonomi sudah tumbuh 6 persen atau lebih, baru kita pikirkan pajak-pajak tambahan," jelasnya.
Sekadar informasi, Kemenkeu telah menyusun kajian potensi perluasan Barang Kena Cukai (BKC) yang membidik sejumlah komoditas sensitif, termasuk popok (diapers), alat makan dan minum sekali pakai, hingga tisu basah.
Rencana perluasan basis pajak ini terungkap dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu Tahun 2025-2029, yang mulai berlaku sejak diundangkan pada 3 November 2025.
"Telah dilaksanakan melalui penyusunan kajian potensi BKC berupa diapers dan alat makan dan minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah dan perluasan basis penerimaan dengan usulan kenaikan batas atas bea keluar kelapa sawit," demikian bunyi PMK tersebut, dikutip Jumat (7/11/2025).
Sebelumnya, pada periode 2020-2024, Kemenkeu juga telah melakukan kajian mendalam terhadap serangkaian komoditas lain yang berpotensi dikenakan cukai, meliputi barang mewah, minuman berpemanis dalam kemasan, kantong plastik, produk makanan yang mengandung natrium, sepeda motor, hingga pasir laut.
Baca Juga: Beda Pajak Motor Listrik vs Motor Bensin Biasa, Lebih Murah yang Mana?
Berita Terkait
-
Beda Pajak Motor Listrik vs Motor Bensin Biasa, Lebih Murah yang Mana?
-
Soal Popok Bayi Kena Cukai, DJBC Buka Suara
-
Setelah CHT, Menkeu Purbaya Ditantang Bereskan Penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
-
Purbaya Bongkar Underinvoicing: Kejahatan Pajak yang Lolos Bertahun-tahun
-
Berapa Pajak Honda BeAT November 2025? Segini Biaya Tahunan untuk Tipe Termurah
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
- Besok Bakal Hoki! Ini 6 Shio yang Dapat Keberuntungan pada 13 November 2025
Pilihan
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
-
SoftBank Sutradara Merger Dua Musuh Bebuyutan GoTo dan Grab
-
Pertamina Bentuk Satgas Nataru Demi Pastikan Ketersediaan dan Pelayanan BBM
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
Terkini
-
Purbaya Tak Mau Lagi Bakar Baju Bekas Impor, Pilih Olah Ulang-Jual Murah ke UMKM
-
IHSG Loyo di Penutupan Jelang Akhir Pekan, Dipicu Pelemahan Ekonomi China
-
Ekonom Ungkap Data dari 'Purbaya Effect' ke Perekonomian Nasional
-
Setelah Garuda Indonesia Danantara Mau Guyur Dana Jumbo ke Krakatau Steel, Berapa Jumlahnya?
-
Purbaya Lempar ke BI soal Wacana Redenominasi Rupiah: Kemenkeu Tak Ada Strategi
-
Penggunaan Minyak Mentah dari Fossil Berakhir Terus Berlanjut Hingga 2050
-
Begini Nasib BUMN Sakit di Tangan Danantara
-
Layanan Digital Makin Tinggi, Bank Mandiri Hasilkan Fee Based Income Rp 5,48 Triliun
-
Pertama Kalinya Setelah Pandemi, Pertumbuhan Ekonomi China Melambat
-
Soal Popok Bayi Kena Cukai, DJBC Buka Suara